Menulis bagiku bukan hanya sekedar menorehkan tinta di atas
kertas, hitam di atas putih. Bukan pula hanya sekedar menari dengan menekan
huruf demi huruf pada tuts keyboard
komputer atau laptop. Tapi menulis adalah hartaku, harta yang memberiku
kekayaan batin. Karena menulis seperti menuangkan segala sesuatu yang mungkin
tidak mampu kau ucapkan dengan lisanmu, ekspresikan dengan tingkah lakumu,
walaupun kelak memiliki pertanggungjawaban yang sama. Jika diibaratkan seperti saat kita membuka katub bak
mandi untuk mengeluarkan isinya saat akan dibersihkan.
Ya, dengan menulis dapat membersihkan segala uneg-uneg
yang berseliweran di kepala. Menimbulkan efek lega, karena telah menuangkannya
ke “tempat sampah”. Itu hanya secara sederhana, menulis juga bisa menjadi
senjata, kegiatan profesi, jihad, dan lain sebagainya. Tergantung siapa yang
menulisnya dan apa tulisannya.
Lalu sejak kapankah aku mulai “bermesraan” dengan dunia
tulis menulis?. Sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, persisnya
setelah tergabung dalam anggota mading sekolah. Namun “hubungan” itu sempat
putus nyambung saat menduduki bangku Sekolah Menengah Atas, juga saat menginjak
perguruan tinggi. Tulisanku hanyalah berupa coretan-coretan kecil seperti
tulisan dalam diary, seperti curhatku dan juga visi misiku dalam menjalani
hidup, target dan pencapaiannya, bukan tulisan yang bisa dibaca oleh orang
banyak. Tentunya berbeda dengan tulisan yang berupa makalah atau tugas hehehe..
kalau itu sudah jadi makanan sehari-hariku.
Episode baru dalam hidupku, saat aku memutuskan untuk
resign dari pekerjaanku sebagai seorang dosen, dan memutuskan untuk di rumah
fokus dalam mengurus anak pertamaku. Aku mulai kembali menekuni dunia tulis
menulis, memiliki harapan untuk tetap bisa mentransfer ilmu yang aku peroleh,
walaupun tanpa bekerja keluar rumah. Sungguh, aku begitu bersyukur, semua
terinspirasi dari seorang penulis yang aku kenal di dunia maya lewat salah satu
jejaring sosial. Karya penulis itu sudah aku lahap sejak duduk di bangku
sekolahan.
Dia selalu memotivasiku untuk menulis. Aku jadi ingat
ketika perasaan bosan dan jenuh datang dalam menghadapi rutinitas sehari-hariku
di rumah. Rindu rasanya untuk bisa mengajar kembali seperti dulu. Maka untuk
“membunuh” rasa itu, aku mencoba beberapa kegiatan sebagai selingan dan
hiburan, mulai membuat handmade berupa
sulaman, kreasi flanel, sampai membuat boneka jepang dari kertas. Alhasil, hal
itu tidak bertahan lama, mungkin juga karena aku tidak berbakat, bahkan mulai
merasa ribet dalam melakukannya, malah tidak menikmati jadinya. Akhirnya aku
hanya mengisi waktu luangku dengan kebiasaan membaca, hal yang paling aku
sukai. Dengan membaca, membuat kita akan merasa semakin haus akan ilmu
pengetahuan baru, bahkan membuat kita merasa masih “bodoh” karena ternyata
banyak hal yang kita tidak ketahui.
Semangat menulisku semakin terpupuk, dengan banyak
membaca juga memberiku inspirasi untuk menulis. Tertarik berbagi informasi dan
pengalaman yang mungkin berguna bagi banyak orang. Maka aku mulai mengikuti
serangkaian lomba menulis yang marak diadakan lewat salah satu jejaring sosial.
Membuatku merasa semakin tertantang untuk mampu menunjukkan kemampuan dalam
menuangkan goresan demi goresan yang berkumpul menjadi paragraf-paragraf kaya
makna.
Jatuh bangun dalam menulis, ide mampet, hilang, bahkan
tidak menang merupakan kenikmatan tersendiri. Semakin melecutku untuk terus
berkaya. Bukanlah perasaan exis itu yang aku dambakan, tapi semangat berbagi
dan mengikat ilmu lewat tulisan. Berharap kelak juga dapat menginspirasi orang
lain untuk menulis juga, seperti sahabat mayaku yang seorang ibu rumah tangga
dan penulis, Jazimah Al-Muhyi. Beliau selalu berkata bahwa menulis itu melegakan, dan menulis adalah salah satu cara
mengasah intelektual kita agar tidak mandeg.
Menulis itu harus dibiasakan. Mulai dari menulis hal-hal
kecil yang kita rasakan, pengalaman, atau gagasan untuk memecahkan masalah yang
ada dimasyarakat. Dengan mempublikasikannya di milis atau situs pertemanan yang
kita punya. Apabila telah terbiasa, maka kita akan merasakan bahwa menulis itu
mengalir.
Bagiku,
tidak ada alasan untuk tidak menulis apabila kita terkendala dengan fasilitas.
Menulis itu tidak harus dengan menggunakan komputer atau laptop. Dengan
menuliskannya di kertas, lalu setelah semua ide terkumpul kita bisa melesat
menuju rental. Jadi bagi para generasi muda, ayo budayakan membaca dan menulis. Jangan
jadikan apapun alasan untukmu menghindar dari itu semua. Karena
sungguh aneh jika generasi saat ini malah bingung jika diminta untuk menuliskan
ide dan gagasannya. Padahal salah satu manfaat dari
menulis adalah, kita bisa keliling dunia lewat karya tulisan dan jejak kita
bagi generasi mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar