Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu
bintang sebagai pendar harapan mu. Kau tau.. terkadang ia bisa
terang menderang mengalahkan pendar lainnya, tapi ia bisa begitu redup bahkan
menghilang ditelan pekat malam dan tangis langit jingga. Cobalah mengerti, kau
hanya perlu sabar menanti tiap detik menjadi menit dan tiap menit menjadi jam
bahkan bulan ataupun menahun. Tak apa, kau butuh ikhlas yang akan membuat mu
merasa diguyur es sewaktu di padang pasir. Menagislah karena itu refleksi jiwa
yang membuat mu masih merasa manusia, cukup, karena banjir bandang sekalipun
tak akan membalikkan waktu barang sedetik, kau cukup melongok sejenak dan
mengemas semuanya ke dalam kopor berjudul masa lalu dan bergegas melangkah ke
masa depan.
Suatu hari nanti, jangan tunjuk
bintang lainnya untuk menggantikan bintang mu, ia akan bernasib sama. Kau cukup
pandangi saja atau menyapanya lewat angin malam yang sama. Lalu tanyakan kepada
bunda rembulan mengapa sabit atau purnama. Kau merasa terjebak dalam pusaran
waktu, mengapa memilih gemintang bukan rembulan, seperti kau bandingkan antara
siang dan malam. Tak perlu sungkan, itu suatu kewajaran mengingat kembali bahwa
kau adalah manusia. Bosan dan amarah bisa saja meraja, mengalahkan segalanya,
tapi tanyakan hati mu dimanakah akan berlabuh.
Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu
bintang sebagai pendar harapan mu. Kau takkan mampu menghindar, karena
cahayanya menikam sanubari mu, menjadi desahan nafasmu dan mengaliri darah mu,
membuat mu megenal hidup dan mati. Kau mampu menjawab segalanya, karena malam
menguntai berjuta makna, dalam nyata ataupun lelap mu.
Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu
bintang sebagai pendar harapan mu. Pastikan yang terbaik dari yang kau mampu.
Maka, aku langit malam mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar