19 Desember 2011

Shooting Star




Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu bintang sebagai pendar harapan mu. Kau tau.. terkadang ia bisa terang menderang mengalahkan pendar lainnya, tapi ia bisa begitu redup bahkan menghilang ditelan pekat malam dan tangis langit jingga. Cobalah mengerti, kau hanya perlu sabar menanti tiap detik menjadi menit dan tiap menit menjadi jam bahkan bulan ataupun menahun. Tak apa, kau butuh ikhlas yang akan membuat mu merasa diguyur es sewaktu di padang pasir. Menagislah karena itu refleksi jiwa yang membuat mu masih merasa manusia, cukup, karena banjir bandang sekalipun tak akan membalikkan waktu barang sedetik, kau cukup melongok sejenak dan mengemas semuanya ke dalam kopor berjudul masa lalu dan bergegas melangkah ke masa depan.

          Suatu hari nanti, jangan tunjuk bintang lainnya untuk menggantikan bintang mu, ia akan bernasib sama. Kau cukup pandangi saja atau menyapanya lewat angin malam yang sama. Lalu tanyakan kepada bunda rembulan mengapa sabit atau purnama. Kau merasa terjebak dalam pusaran waktu, mengapa memilih gemintang bukan rembulan, seperti kau bandingkan antara siang dan malam. Tak perlu sungkan, itu suatu kewajaran mengingat kembali bahwa kau adalah manusia. Bosan dan amarah bisa saja meraja, mengalahkan segalanya, tapi tanyakan hati mu dimanakah akan berlabuh.

          Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu bintang sebagai pendar harapan mu. Kau takkan mampu menghindar, karena cahayanya menikam sanubari mu, menjadi desahan nafasmu dan mengaliri darah mu, membuat mu megenal hidup dan mati. Kau mampu menjawab segalanya, karena malam menguntai berjuta makna, dalam nyata ataupun lelap mu.

          Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu bintang sebagai pendar harapan mu. Pastikan yang terbaik dari yang kau mampu. Maka, aku langit malam mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar