Mataku
mulai lelah, sudah seharian aku duduk manis di depan komputer dan berselancar
mencari informasi melalui Om Google. Bahkan saking semangatnya, aku lupa
bahwa belum ada sebutir nasi pun yang masuk ke dalam perutku, selain biskuit
kentang yang tadinya setoples, sekarang tidak sampai setengahnya lagi yang
tersisa. Sepertinya tidak ada toleransi lagi, perutku mulai unjuk rasa,
berkolaborasi dengan cacing yang meminta jatahnya. Baiklah, aku akhirnya men-Turn
off komputerku dan bergegas ke meja makan.
Aku makan dengan ekspresi yang
berbeda dari biasanya, padahal dalam kondisi kelaparan kelas berat, semua itu
karena pikiranku melayang ke artikel-artikel yang telah aku kumpulkan tadi.
Kenapa baru sekarang aku mengetahui semuanya, padahal ritual itu sudah aku
lakukan semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ah, ternyata aku
begitu naïf, aku merasa bodoh dan tertipu mentah-mentah oleh tradisi tersebut.
Walaupun aku merayakannya bukan dengan seorang kaum adam pun tapi tetap saja
semua itu konyol, makan-makan dan bertukar kado yang semuanya serba pink.
Beberapa
hari sebelum tanggal tersebut, aku sudah sibuk berkeliling untuk mencari
sesuatu yang pas sebagai sebuah kado cantik. Aku menikmati setiap suasana
pertokoan yang mendekor toko mereka menjadi serba pink dan memampang
berbagai macam atribut berbentuk hati. I love pink.. pinkcholic, itulah
aku, jadi tentu saja mataku serasa dimanjakan dengan pemandangan serba pink
ini. Belum lagi pemandangan berbagai benda favorit bagi para pecinta valentine
seperi boneka romantis teddy bear yang memegang hati, bantalan bertuliskan kata
romantis yang lagi-lagi berwarna pink, kotak musik, bunga, coklat,
bahkan kaset yang berisikan lagu-lagu valentine made in luar negeri
seperti yang dinyanyikan oleh Martina Mcbride. Wah bagi
pasangan muda-mudi yang lagi mabuk kepayang oleh cinta, maka lagu itu menjadi
lagu paling romantis di dunia, lagu yang berjudul “My Valentine”.
“Yaya, gimana kalau perayaan valentine
kita tahun ini sedikit berbeda”. Tiba-tiba sahabatku Rika sudah muncul di
bangku sebelahku.
“Maksudmu berbeda
bagaimana?”. Aku tak mengerti.
“Biasanya kita selalu
merayakannya berempat, aku, kamu, Maura, dan Selly. Gimana kalau valentine
tahun ini kita rayakan berdelapan”. Mata rika berbinar-binar.
“Lho kenapa?, bukannya
kita berempat saja sudah menyenangkan. Lagipula kamu mau ngajak siapa?”. Jawabku bingung. Padahal kami berempat sudah
bersahabat lebih dari empat tahun.
“Yah.. Yaya, kamu kok
nggak ngedit sih. Maksudku kita
menanggalkan status kita yang selama ini bertitel high quality jomblo, gitu lho”. Rika makin semangat menjelaskan.
“Please deh Ka, aku makin nggak ngerti nih sama maksud kamu”. Aku
benar-benar semakin bingung.
“ Hmm.. oke, terus terang
Maura dan Selly sudah setuju dengan ideku, bahwa kita manfaatin waktu yang
masih sebulan lagi menjelang valentine ini untuk cari cowok, jadinya 30 hari
mencari cintalah”. Rika terlihat harap-harap cemas menanti responku.
Untuk beberapa saat aku
terdiam, aku semakin bingung. Bukankah semenjak awal kami duduk di bangku
sekolah menengah kejuruan ini, kami sudah berikrar untuk tetap jomblo dan
berkonsentrasi penuh terhadap pelajaran agar bisa menembus perguruan tinggi
ngetop di kota pelajar nanti. Tapi baru menginjak di tahun kedua, mereka sudah
mulai berubah arah. Hanya karena
valentine?.
“Ya, gimana?”. Rika
membuyarkan lamunanku.
“Aku terserah kalian aja deh”. Jawabku sekenanya.
Semenjak perbincangan itu,
aku mulai berfikir ekstra keras bagaimana cara mendapatkan cowok hanya dalam
waktu satu bulan. Sementara tidak ada satu orangpun cowok yang aku taksir.
Belum lagi aku adalah tipe orang yang pemalu, bahkan untuk berkomunikasi saja
aku hanya sekedarnya. Aku lebih senang membaca dan menulis, oleh karena itu aku
tergabung dalam anggota tim mading sekolah. Di sanalah aku, Rika, Maura, dan
Selly menjadi sahabat baik yang selalu mendukung satu sama lainnya, terutama
dalam hal pelajaran di sekolah.
Atas nama kesetiakawanan
aku mulai membuat daftar nama cowok yang mungkin bisa menjadi penampingku dalam
perayaan valentine nanti. Mulai memikirkan strategi dan menyiapkan mental.
Kalau perlu aku akan mencari tahu apakah kira-kira ada cowok di sekolah ini
yang sedang menaruh hati padaku. Seandainya ada, ini akan mempermudahku. Aku
tak peduli siapa dan seperti apa rupanya, karena sejak awal ide Rika ini sudah
seperti lelucon bagiku. Jadi aku hanya menganggapnya sekedar pembeda suasana
saja dari valentine kami tahun-tahun sebelumnya.
“Assalamu’alaikum Yaya”.
Suara lembut Bu Fira menyapa saat aku sedang menunggu angkutan umum di pagar
depan sekolah.
“Waalaikumsalam.. Bu”. Bu
Fira tatap kelihatan segar, padahal matahari siang ini sedang panas-panasnya. Apakah
kerudung lebarnya itu tidak membuatnya gerah.
Bu Fira menawarkanku untuk
ikut di mobilnya dan akan mengantarkanku pulang, kebetulan rumah kami searah. Wah,
dengan senang hati aku menerima ajakannya. Sepanjang perjalanan kami asyik
bercerita, terutama tentang buku-buku. Bu fira menawarkanku untuk main ke
rumahnya dan melihat perpustakaan pribadi dengan berbagai macam koleksi
bukunya. Bahkan ia berjanji untuk megijinkanku meminjam beberapa buku.
Semenjak hari itu, aku
menjadi akrab dengan Bu Fira, guru yang baru tiga bulan mengajar akuntansi di
sekolah kami ini. Bu Fira begitu cantik, dengan kerudung lebarnya membuat ia
semakin tampak bersahaja. Apalagi tutur katanya juga cara mengajarnya yang
membuat semua siswa betah, ia terlihat sangat cerdas.
“Udah dua minggu nih Ya,
gimana perkambanganmu?”. Siang
itu Rika mengagetkanku saat aku sedang menyantap bakso di kantin.
“Hmm.. masih usaha nih, Ka. Ternyata nggak
gampang. Lebih gampang belajar matematika”.
“Oke deh, met berjuang. Jangan sampai kalah yah
dengan kami bertiga”. Rika tersenyum menggoda.
Ya ampun, asli aku sudah lupa dengan ide Rika waktu itu. Ada
yang lebih menarik dari itu, tantangan dari Bu Fira. Bu Fira saat ini adalah
Pembina mading, menggantikan pembina
yang lama. Bu Fira memintaku membuat artikel untuk mading dengan tema
valentine, tapi berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bu Fira ingin aku menulis
tentang sejarah valentine dan berbagai macam fakta juga fenomena tentang
valentine yang selama ini tidak pernah dipublikasikan di mading sekolah.
***
Lagu “Sempurna”
milik Andra and the backbone yang merupakan ringtone
handphoneku membuyarkan lamunanku. Telepon dari Bu Fira, ia mengingatkanku
tentang deadline besok. Aku langsung
melahap dengan cepat makanan di piring agar bisa segera kembali ke depan komputer
dan meneruskan menyusun artikel yang telah aku kumpulkan tadi.
Besok
pagi artikel ini harus sudah termampang manis di mading sekolah. Seantero
sekolah harus tahu, masa sekolah berbasis islam begini siswanya ikutan latah
merayakan valentine. Sebuah kejutan untuk Rika, Maura, dan Selly. Aku juga
sudah menemukan tema madingku ini yaitu Generasi muda (Muslim) say NO to valentine!.
Gambar pinjem di sini
ijin berbagi kata motivasi yaa
BalasHapus" janganlah kau buat kekeliruan sebagai sesuatu alasan, dikarenakan semestinya ia jadi motivasimu tuk terus mengambil langkah ke depan"
thx :)
I Like It. Memang semesetinya, ketika hari valentine dtg, di setiap mading sekolah di tempel asal muasal valentine itu seperti apa, spy generasi muda kita tdk terpengaruh akan valentine.
BalasHapusTengkiyu buat kata motivasinya Mbak Vina ^_^
BalasHapusTengkiyu Mbak Santi, Yup bener banget ^_^
BalasHapus