12 Januari 2017

Ibu Rumah Tangga Punya Cerita

Assalamu'alaikum...

Sahabat Ummi... mulai minggu ini, setiap kamis, di blog ini bakal ada ngobrol bareng duo Ummi. Saya dan salah satu rekan duet saya di buku Dosa-dosa Istri Kepada Suami yang Diremehkan Wanita, yaitu Mbak Naqiyyah Syam. Bersama dengan Ummi cantik dan energik yang memiliki 3 orang anak ini, saya akan membahas berbagai hal yang bertemakan tentang pernikahan dan keluarga. Tema berat yah, tapi tenang aja, bakal dibahas dengan santai, tanpa menggurui, karena kami juga dalam proses belajar. So, yuuuk ikutan sharing bareng kami di Ngobrol Bareng Duo Ummi.

Nah, untuk postingan pertama ini, kami sepakat bakal bahas tentang peran kami sebagai seorang Ibu Rumah Tangga. Sebuah pilihan yang kami ambil, dan bukan hendak membandingkan apakah pilihan kami lebih baik dibandingkan dengan pilihan sahabat perempuan lainnya. Sekali lagi, just sharing aja. Nah, sharing dari Mbak Naqi:




-----------------------------------------------------------------------------------------

Siang itu, saya dan sahabat saya yang saat ini tinggal di lain kota tengah ngobrol asyik via handphone. Seperti biasa, bahasannya nggak jauh-jauh dari tentang anak, masak-memasak, cucian, mainan yang berantakan, sampai motif daster hahaha... random banget yah. Bahasan remeh-temeh khas emak-emak banget, tapi bisa bikin kita ngerasa happy. Why? tentu aja itu karena ada perasaan "bahwa kita nggak sendiri" muncul. Hal sederhana yang bisa hadirkan energi baru karena kita saling support.

Saya lebih dulu menikah dibandingkan dia. Saya ingat waktu itu kami belanja bareng, dan saya hendak membeli daster sejuta umat. Dia ngomel, dan nggak bolehin saya. Dia menyarankan kalau saya lebih baik memilih baju rumahan model lain saja, asal bukan daster. Waktu itu saya menurutinya, walaupun sebel. Bisa-bisanya dia mengatur saya seperti itu, padahal suami saya nggak pernah masalahin saya pake daster. Lagipula, dia belum ngerasain gimana nyamannya dasteran saat melakukan pekerjaan domestik hahaha... Baginya, daster itu nggak banget. Tapi, sekarang semua berbalik, dia jadi pecinta daster juga.

Lain hari, saya ngobrol dengan sahabat saya yang lain, lagi-lagi via handphone. Obrolan seru yang makin seru dengan iringan teriakan dan tawa anak-anak kami. Kami sibuk sharing resep yang telah kami uji di dapur masing-masing. Bahasan yang sama sekali nggak banget buat kami dulu saat masih sama-sama menuntut ilmu di bangku pendidikan formal. Masa di mana untuk membedakan antara kunyit, jahe, dan lengkus itu sulit. Yang mana merica dan ketumbar, juga bumbu-bumbu lainnya. Tapi sekarang, dengan mencicipi via ujung sendok saja, kami udah tahu bumbu apa saja yang menjadi racikan masakan tersebut. Nggak cuma itu, ngumpul dan duduk manis sambil cemal cemil dulu sering kami lakukan. Sekarang, ada berbagai camilan yang mampu kami olah sendiri dan sajikan untuk keluarga.





Kalau membahas tentang dulu dan sekarang, tentu banyak banget perbedaannya, ya nggak sih?. Ada hal-hal baru, sesuatu yang bertumbuh. Kita menjadi individu dengan dinamika hidup kita masing-masing. Kita menjalankan berbagai peran sekaligus. Menghadapi berbagai konsekuensi dari pilihan yang telah kita ambil. Kita punya penghayatan masing-masing. Perbedaan terhadap waktu yang kita butuhkan untuk akhirnya bisa nyaman dengan pilihan yang telah diambil. Nggak berhenti sampai di situ, ada siklus lain tentunya, karena hidup itu dinamis.

Di hari lain, seorang teman cerita bagaimana sedihnya ia, saat berbagai kesempatan yang menurutnya sangat bagus, tak bisa ia ambil. Apakah nanti akan ada kesempatan kedua? begitu gumamnya. Padahal bisa jadi, kesempatan yang dia punya saat ini adalah suatu kesempatan yang begitu diharapkan oleh orang lain. Begitulah hidup, yang tampak indah, belum tentu lebih indah dari yang telah ada. Yang mati-matian ingin digenggam, belum tentu genggaman yang bisa dibawa mati.

Sahabat...
Mungkin ada saat kita merenung, kita membayangkan kalau saja kita berada dipilihan yang lain, dan merasa bisa lebih bahagia. Oh... come on... wherever you go, there you are. Fokuskan diri untuk lebih berdamai dengan di mana diri tengah berada saat ini, bukan berpikir sebaiknya berada di mana. Perbaikan itu harus dilakukan, bukan pengingkaran. Terkadang, hanya karena baper plus laper aja itu hihihi... Seperti kutipan berikut ini dari buku La Tahzan:

"Pernahkah kau mendengar bahwa sesungguhnya kesedihan itu dapat mengembalikan kenangan di masa lalu, dan sesungguhnya kegelisahan itu dapat membenarkan kesalahan. Maka dari itu, mengapa kau harus bersedih dan merasa gelisah?.
Hapuslah air matamu, berprasangka baik kepadaNya. Buanglah segala penderitaan dan kesedihanmu dengan mengingat segala nikmat Allah kepadamu."

Fokus untuk melakukan perbaikan diri, menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat saja, sesuai dengan prioritas dan kapasitas diri kita. Lantas, salah jika kita butuh waktu untuk diri kita sendiri? tentu aja nggak, itu penting banget. Saya pribadi, memilih menekuni hobi membaca, menulis, dan fotography. Bergabung di komunitas yang mendukung hobi saya tersebut. Sesekali ngobrol cantik dengan teman-teman, walaupun cuma via handphone aja. Itu cukup, tentu aja nggak, ada sisi spiritualitas yang butuh dicas, lewat pengajian misalnya. Kita hanyalah makhluk yang lemah, mudah goyah. Maka, mutlak untuk menyandarkan diri selalu padaNya.

Sahabat...
Bagaimana dengan dirimu saat ini? sharing yuuuk ^___^







2 komentar:

  1. Betul ya, perlu banget ibu rumah tangga menjaga kewarasan dengan nyari teman buat ngobrol mengenali hobi dan mencari cara biar happy, hihi.... daster emang adem apalagi buat ibu menyusui hahha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuuuup... Penting itu Mbak.

      Daster the best laaah hahaha... :D

      Hapus