12 Maret 2013

Secangkir Teh Melati

Cukup secangkir teh mungil di pagi hari. Hangatnya menjalar hingga ke hati. Teman saat akan memulai menikmati ritme hari, dengan segala rutinitas. Saat pagi, ada kalanya matahari terasa begitu cepat bersinar dengan garangnya, namun di pagi yang lain, embun masih menyisakan kabut dingin, berpadu dengan rona kelabunya awan. Telinga juga menangkap berbagai suara, ada kokok ayam, suara ci cit burung, nyanyian jangkrik, suara kendaraan bermotor, denting barang-barang pecah belah, bunyi kolaborasi antara spanula dengan wajan, atau omelan seorang ibu.

Aroma pagi juga begitu nikmat. Ada bau segar rumput sehabis hujan, harumnya aroma bunga melati, cangkir-cangkir teh atau kopi yang menggoda, bebauan dari olahan telur, atau hanya sekedar bau tubuh asem si kecil yang masih tengah tertidur pulas.

Ada suatu masa nanti, saat kita tak menemukan pagi lagi. Saat pancaindra kita tak dimanjakan oleh eksotisme pagi. Saat kita terbangun tanpa perduli mimpi apa kita semalam. Kita hanya harus bangun, menjawab bagaimana pagi-pagi yang telah kita lalui, pagi sebagai sebuah awal hari.

Dan, pagi ini. Secangkir teh melati masih setia menemani. Pagi ini, satu rasa syukur kembali terucap saat akan kembali memulai hari.

Gambar pinjem dari sini

2 komentar:

  1. Alhamdulillah ... harus selalu bersyukur ya mbak, meski kelak semuanya ini akan lewat seperti angin yang bertiup :)

    BalasHapus
  2. Iya Mbak Mugniar. Banyak-banyak bersyukur ^_^

    BalasHapus