30 Maret 2013

Beda Tapi Sama (Menikmati Perbedaan)


Ah, kita kan memang beda.”
”Ya gitu deh, nggak ada lagi kecocokan diantara kita, terlalu banyak perbedaan yang ada.”
”Kamu ya kamu, aku ya aku!. Sorry, kita beda”

Well, banyak pernyataan lainnya yang menunjukkan bahwa perbedaan itu bisa menjadi sesuatu yang tepat untuk dijadikan sebagai alasan mengakhiri sebuah hubungan. Wah, kalau udah ada kata akhir-mengakhiri, jarang-jarang hubungan harmonis sebelumnya akan tetap ada untuk selanjutnya. Baik itu hubungan kerja, pertemanan, atau bahkan percintaan.

Bicara tentang perbedaan, selama ini saya selalu merasa berada di zona nyaman bersama orang yang benar-benar berbeda dari saya. Ah becanda! Mungkin banyak yang akan berkata begitu. Beda itu repot lho! Komentar yang lebih sengit mulai muncul. Tapi suweeeeer deh. Saya ingat, saat saya masih duduk di Sekolah Dasar, saya bersahabat dengan orang yang sangat menyukai Andy Lau, sementara saya lebih menyukai Jet Li. Saat saya di Sekolah Menengah Pertama, saya bersahabat dengan orang yang biasa belajar setiap malam, sementara saya sendiri biasa belajar dengan sistem kebut semalam. Saat saya di Sekolah Menengah Atas, saya bersahabat dengan orang yang sangat menyukai suasana alam, sementara saya sangat menyukai suasana perkotaan. Lalu, saat saya duduk di bangku Perguruan Tinggi, saya bersahabat dengan seseorang yang sangat menyukai martabak bangka, sedangkan saya lebih menyukai martabak mesir. Saat saya menikah, saya menikahi seseorang yang sangat menyukai tempe, sementara saya malah sangat menyukai tahu.

Saat mengingat itu semua, terkadang saya bisa tertawa lebar. Bagaimana mungkin hal yang remeh-temeh begitu bisa menjadi analogi bahwa suatu perbedaan itu memang indah. Bukankah dalam sebuah hubungan harus ada benang merah yang bisa mengikat hati. Bukankah sebuah kebersamaan harus ada berbagai persamaan. Misalnya, punya hobi yang sama, punya makanan kesukaan yang sama, punya tujuan tempat berlibur yang sama, punya warna favorit yang sama, atau punya selera musik yang sama.
Oke deh, boleh juga. Tapi apa serunya, ibaratnya nih seperti kita sedang nonton sebuah film bersama, kemudian setelah selesai menonton film kita ngomongin film tadi, padahal kita kan sama-sama menontonnya. Pasti seru kalau seandainya kita menonton film yang berbeda, misalnya yang satu nonton film komedi, yang satu lagi nonton film horor, trus setelah itu masing-masing membahas apa yang yang sudah ditontonnya. Menyenangkan bukan!.

Dulu, saya pernah sangat tidak menyukai sebuah perbedaan. Mengapa saya tidak memiliki kulit yang putih, tubuh yang tinggi,  jari-jari yang lentik, dan segudang keluh kesah lainnya yang berkaitan dengan fisik dan materi. Tapi saya akhirnya sadar, bagaimana kalau seandainya semua orang di dunia ini memiliki fisik yang sama, aktivitas yang sama, juga rumah yang sama. Bagaimana kita akan saling mengenali, bagaimana kita akan tahu yang mana rumah kita, dan bukankah kita juga akan dihinggapi kebosanan tingkat tinggi.

Ternyata Allah Swt itu memang Maha baik, Allah telah mengatur segalanya dengan sedemikian rupa. Tidak akan ada yang sia-sia dari ciptaan-Nya. Dengan perbedaan, kita bisa lebih saling mengenali, karena adanya perbedaan dunia ini tampak menjadi lebih indah, berwarna, dan tidak membosankan. Bahkan dengan perbedaan, kita bisa belajar untuk saling mengerti, menghargai, bekerja sama, dan berbagi. Duh indahnya yah. Tapi yang harus kita ingat, perbedaan yang menyangkut dengan akidah, tetap memiliki pakem-pakem yang harus kita taati. Ada batasan toleransi.

Baiklah, kembali kepada perbedaan-perbedaan yang sudah saya tulis di awal. Bila diamati dengan seksama, hal-hal tersebut adalah beda tapi sama. Lho, kok bisa? Ya, bisalah. Nih, kalau nggak percaya, Andy Lau dan Jet Li itu memang orang yang berbeda, tapi bukankah mereka sama-sama bintang film China, Belajar setiap malam dan belajar sistem kebut semalam itu bukankah tetap saja sama-sama belajarnya pada malam hari. Demikian juga dengan suasana alam dan suasana perkotaan itu adalah sama-sama ciptaan Allah. Ah, masa sih!, hmmmmm... nggak percaya, gedung-gedung tinggi menjulang tersebut adalah hasil karya dari otak manusia, dan otak manusia itu bukannya juga ciptaan Allah. Lalu mengenai martabak bangka dan martabak mesir, biar bagaimanapun namanya tetap saja sama-sama martabak. Begitu juga dengan tahu dan tempe, bukankah keduanya sama-sama berasal dari kacang kedele. So, percayakan?.



2 komentar:

  1. beda itu seru mbaaa. contohnya kalau makan di resto, kalo seleranya beda jadi bisa icip2 xixixi

    BalasHapus
  2. Iyaaaaaa... That's right Mbak Windi :D

    BalasHapus