28 Maret 2013

Be Happy (S2 Cuma Jadi Ibu Rumah Tangga)


Untuk jadi sarjana ekonomi atau insinyur, kita butuh 6 tahun SD, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA, 4 tahun kuliah, dapat gelar sarjananya.

Untuk jadi apoteker, akuntan, psikolog, dokter dan gelar profesi lain, kita tambah lagi 2 tahun sekolah profesi, pengabdian, dsbgnya.

Tetapi untuk menjadi ibu rumah tangga? Dikumpulkan seluruh pendidikan tersebut, ditambah lagi bertahun2, bertahun2, bertahun2 kemudian, tetap tidak akan cukup untuk bisa memastikan seseorang berhak menyandang: ibu rumah tangga terbaik. Karena panjang dan pentingnya proses pendidikan ibu rumah tangga.



Nah, kalau semua orang ingin sekolah tinggi2 demi gelar, profesi, pekerjaan, dsbgnya, maka ajaib sekali, kenapa orang2 begitu menyepelekan pendidikan super tinggi untuk menjadi ibu rumah tangga? Padahal memiliki anak yang berakhlak baik, keluarga yang bahagia, jauh lebih penting dibandingkan kesuksesan karier dan sebagainya.


Berikan pendidikan kepada anak2 perempuan kita setinggi mungkin, agar kelak saat menjadi Ibu, sungguh berguna semua ilmunya. Satu Ibu yang baik, akan melahirkan satu keluarga yang baik. Satu generasi Ibu yang baik, maka akan datanglah penerus yang dijanjikan.

--Tere Liye


Alhamdulillah... selalu bisa menemukan oase. Menemukan sesuatu yang bisa menjadi spirit saat raga mulai lelah, saat telinga mulai panas, dan saat hati mulai cemburu. Bukan hanya tentang bagaimana saat kau berada di warung, saat ikut arisan, atau saat kau tengah asyik bermain dengan si kecil di halaman. Saat di warung, para ART bertanya, "Mbak, nggak pakai ART ya." Saat arisan, "Mbak, nggak kepengen kerja gitu." Dan, saat tengah asyik bermain dengan si kecil, "Mbak, anaknya disekolahin aja."

Ada berbagai ragam komentar, pertanyaan, atau bahkan vonis yang orang berikan kepada kita. Ada begitu besar rasa keingintahuan seseorang tentang kita, apa yang ada di pikiran kita, apa yang melatar belakangi keputusan kita, mengapa begini, mengapa begitu. Terkadang, semua hal itu bikin kepala puyeng, capek hati, dan berbagai reaksi negatif lainnya. Gimana nggak, ada berbagai tipe orang yang kita hadapi, ada tipe yang ngeyelan, nggak puas dengan sebuah jawaban, sampai yang merasa bahwa apa yang dia lakukan adalah yang paling benar.

Ibu bekerja, Ibu Rumah Tangga, Ibu Bekerja dari Rumah. Belum lagi tentang ASI atau Sufor, Imunisasi atau nggak, Melahirkan normal atau cesar, dll. Padahal, apa yang harus diperdebatkan. Menjadi ibu yang baik adalah sebuah proses panjang. Tidak ada ibu yang sempurna, yang ada hanya berusaha untuk menyempurnakan diri dengan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Maka, begitu pentingnya untuk menjadi seorang ibu yang bahagia.

Ya bahagia. Bukan karena hari ini indah kita menjadi bahagia, tapi karena kita bahagia, hari ini menjadi indah. Bahagia itu pilihan, saat kita memilih untuk menjadi bahagia, maka proklamasikan pada diri bahwa apapun yang terjadi, kita memilih untuk menjadi seseorang yang proaktif, bukan reaktif. Orang yang proaktif adalah orang-orang yang berani mengambil inisiatif untuk menguasai diri dalam menilai situasi dan kondisi. Orang yang proaktif tidak akan membiarkan dirinya kalah oleh pengaruh negatif yang ada dari sekitar. Ia juga memegang sendiri remot kontrol kebahagiaannya.

Saat kita merasa bahagia, dengan apapun pilihan dan bagaimana pun keadaan kita. Kita akan menjadi semakin powerfull dalam menjalani hari. Saat seorang ibu merasa bahagia, maka keluarga juga akan diliputi kebahagiaan. Ah... Allah itu memang Maha Baik. Ada begitu banyak hikmah yang bisa kita ambil dari berbagai kejadian di hari-hari kita. Ada begitu banyak momen yang harus disyukuri. Ada begitu banyak kesabaran dan keikhlasan yang harus selalu tertanam.

*di rumah baru, lingkungan baru, dan mendadak pengen ngumpetin ijazah, eh nggak jadi ah :D




Tidak ada komentar:

Posting Komentar