Langsung ke konten utama

MAUT: Bukan Nomor Urut, Tapi Nomor Cabut

Menjelang siang, saya menelepon salah satu sahabat saya ketika SMA dulu. Saya hendak menyampaikan, bahwa ada acara buka bersama untuk alumni SMA Negeri 6 Pekanbaru. Ternyata Triana-sahabat saya itu, belum tahu. Lalu saya memintanya untuk ikut, sekaligus mengabarkan kepada teman-teman yang lain. Saya berharap Triana dan 3 sahabat saya yang lain bisa ikut di acara buka bersama nanti, mengingat sudah sangat lama kami tidak bertemu, apalagi mengobrol banyak.

Dulu, ketika awal-awal menjadi siswa SMA, kami adalah 5 orang sahabat yang duduk sebangku. Ya, sebangku. Waktu itu sedang ada penambahan kelas baru, jadi untuk sementara ada 2 kelas yang terpaksa menghuni laboratorium untuk menjadi tempat belajar. Terang saja, meja di laboratorium berupa meja yang panjang-panjang dan bisa digunakan untuk 5 orang. Kami menjadi akrab, bahkan bisa dibilang selalu bersama, baik saat belajar, jam keluar main, juga kegiatan-kegiatan lainnya. Kami berlima adalah saya, Triana, Suri, Riska, dan Tira. Namun, saat naik ke kelas 2, kami terpencar, demikian juga saat di kelas 3 dan setelah lulus SMA. Tapi. komunikasi kami masih tetap baik.

Esok harinya, Triana menghubungi saya. Ia mengatakan bahwa ia bisa mengikuti acara tersebut, tapi Riska belum pasti karena tengah hamil besar dan menunggu hari, sedangkan Tira kemungkinan berada di luar kota. Tapi yang mengejutkan bagi saya adalah, ketika Triana mengatakan bahwa Suri tidak bisa ikut karena sakit, ia mengidap penyakit lupus. Tubuh saya bergetar saat itu, saya merasa tidak percaya bahwa Suri mengidap penyakit lupus. Mendengar suara saya yang mulai terbata dan bergetar, Triana bertanya tentang apa itu penyakit lupus, karena ia sangat awam dan baru mendengarnya. Saya menjelaskan sebisa saya sambil membaca artikel yang saya temukan di google (kebetulan lagi OL).

Pembicaraan kami via telepon usai dan ditutup dengan doa semoga kondisi Suri tidak terlalu parah. Saya lalu mengirimkan BBM kepada salah satu teman saya yang juga panitia buka bersama. Saya mengabarkan kondisi Suri kepadanya, dengan maksud agar seusai dari buka bersama yang akan diadakan 3 hari lagi, kami bisa bersama-sama untuk menjenguk Suri, sekaligus mengumpulkan sumbangan. Teman saya mengiyakan, dia juga berusaha menenangkan saya bahwa ia punya teman yang juga pengidap lupus namun tetap bisa survive sampai saat ini, menikah, bahkan memiliki anak. Saya merasa sedikit lega.

Saya juga menceritakan kondisi Suri kepada suami, suami menyarankan saya untuk menjenguk Suri. Tapi, saya malah mengatakan bahwa nanti saja, bersama teman-teman yang lain seusai buka bersama. Saya tahu benar bagaimana Suri, ia seseorang yang pendiam dan agak sulit untuk berbagi sesuatu selama ia masih bisa mengatasinya sendiri. Triana saja mengetahui penyakitnya hanya lewat SMS Suri, telepon Triana tidak diangkatnya sama sekali. Padahal, suami Suri adalah sepupu Triana, tapi Triana sama sekali tidak mengetahui penyakit yang telah diderita Suri selama 3 bulan ini.

Hari minggu 28 Juli 2013, tepatnya pukul 4 pagi. Saat itu saya tengah berada di kamar mandi, baru bangun dan bersiap untuk sahur. HP saya berdering, namun posisinya ada di bawah bantal. Ada 4 panggilan tak terjawab dari Triana, panggilan ke 5 baru saya mengangkatnya. Dada saya berdesir, saya langsung terduduk lemas begitu mengetahui bahwa Triana menyampaikan kabar duka, sahabat kami Suri telah tiada, ia kembali kepada Rabbnya pukul 2.40 tadi. Saya merasa sesak, tak percaya. Padahal buka bersama diadakan hari ini, tapi Suri telah pergi dan kami bukannya datang untuk menjenguknya saat masih bernyawa, melainkan melayatnya karena ia telah tiada.

Saya begitu menyesal, kenapa saya tidak mendengarkan suami untuk langsung menjenguk Suri 3 hari yang lalu. Ya Rabb... memang inilah yang terbaik bagi Suri. Ada rasa ngilu saat saya mengingat anak Suri yang telah ditinggalkan, seorang anak perempuan yang cantik berusia 2 tahun. Maka, pagi harinya, sungguh saya tidak dapat membendung tangis saat menyaksikan jasad Suri yang terbujur kaku. Rasa tak percaya itu masih ada. Terlebih ketika memori kebersamaan kami melintas dengan jelas di pikiran saya.

Rasanya belum lama, saat dulu kami pergi dan pulang sekolah bersama. Saat kami belajar dan ikut berbagai kegiatan, jalan-jalan, hangout, tukar-tukaran baju, ngambek, menghadiri pernikahan, kekah anak dan semua yang pernah kami lewati. Tapi kini, ia telah lebih dulu pergi. Ya, begitulah maut, bukan nomor urut tapi nomor cabut.

Buka bersama tetap diadakan hari itu, namun tentu saja dengan suasana yang berbeda. Bahkan, nafsu makan saya menguap, padahal saat sahur saya hanya mampu menelan sebutir kurma dan separuh gelas teh hangat. Selesai acara, kami lalu menuju rumah Suri untuk takziah.


Begitulah... kita tidak tahu, apakah Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir kita atau masih ada kesempatan untuk bertemu dengan Ramadhan nanti...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyapa Kembali

 Apa kabar? Kita bersua kembali setelah sekian lama. Akhirnya, tak bisa pungkiri, jika rindu mengetuk kalbu, tanda harus segera bertemu. Di ruang ini, sebuah rumah maya, yang dulu kehangatannya begitu nyata. Rindu akan tegur sapa di kolom komentar. Rindu dengan aktivitas blog walking nya. Dan banyak rindu lainnya yang sulit untuk dijabarkan, karena udah keburu berasa mengharu biru. Semoga semua sahabat Ummi, sehat-sehat ya.

#DearDaughter Untuk Nai Tercinta

Dear... Khansa Nailah Gadis kecil berkerudung yang sangat ceriwis dan baik hati. Bayi mungil ummi yang kini telah berusia 4 tahun. Rasanya waktu berjalan begitu cepat. Ummi masih merasa baru kemarin Nai ummi kandung, ikut dalam setiap aktivitas ummi. Saat mengandung Nai, ummi super sibuk. Ummi mengajar full dari hari senin sampai jum'at, dan sabtu minggunya Ummi Kuliah S2. Nai Ummi bawa naik turun tangga sampai 3 lantai, setiap hari. Tapi kamu baik-baik saja, kita berdua kuat. Saat hamil Nai, Ummi juga ngidam lho, sama seperti ibu-ibu hamil lainnya. Tapi ngidam Ummi sedikit berbeda, Ummi ingin jalan-jalan pakai Honda Jazz Sport keluaran terbaru hihihi... aneh yah, Abi dan Opa mu sampai bingung. Keluarga kita nggak ada yang punya mobil itu, tapi Alhamdulillah ternyata teman sekantor Opa baru beli mobil itu, jadi kesampaian deh ngidam Ummi. Hari-hari yang Ummi lewati saat mengandung Nai, semuanya luar biasa, Ummi sangat menikmatinya, walaupun berat badan Ummi Naik drastis, ...

Dokumentasi Kitab Sakti Remadja Oenggoel

Seperti judulnya, postingan ini cuma dokumentasi dari acara Kitab Sakti Remadja Oenggoel Goes To School yang di adakan di SMP IT Al-Fatah Minas beberapa minggu yang lalu. Acara tersebut diliput oleh koran Riau Pos dan terbit pada tanggal 2 Oktober di bagian Pro Siak. Cuma saya agak sedikit heran, kok foto yang ini yah yang diambil hehehe... *tampak dari belakang pas jadi seleb yang lagi sibuk tanda tangan :)