Mungkin kita sudah tidak asing lagi
dengan filosofi segelas air. Baiklah, tidak ada salahnya untuk sedikit mengulas
filosofi tersebut. Saat sebuah gelas telah terisi penuh oleh air, maka apabila
gelas tersebut kita tambahkan air lagi, yang terjadi adalah air di dalam gelas
tersebut akan meluap, keluar, tumpah membasahi sekitarnya. Hal tersebut sering
menjadi analogi bagi orang-orang yang selalu merasa penuh. Merasa dirinya lebih
dari orang lain, merasa paling pintar, merasa mengetahui segalanya dan tak
hendak untuk melihat dan mendengar.
Ya, melihat dan mendengar. Orang yang
lebih memaksimalkan fungsi mulut dibandingkan fungsi mata dan telinganya bisa
menjadi seseorang yang selalu merasa penuh. Dia tidak mencoba untuk berpikir mengapa
Allah Swt memberikan satu mulut, dua mata, dan dua telinga. Ia menjadi orang
yang tidak peka, sekalipun mungkin penglihatannya menangkap bagaimana reaksi
orang di sekitarnya, dan telinganya mendengar bisik-bisik keluhan atas semua
kata-katanya yang tak berujung.
Suatu hari, di sebuah desa yang sangat
indah, seorang pria muda yang kariernya tengah melejit terlibat percakapan
dengan seorang pria paruh baya. Pria muda itu mendominasi pembicaraan. Ia
berbicara banyak hal tentang pencapaian-pencapaiannya dikarier dan finansial.
Ia bangga bahwa diusianya yang masih muda, ia sudah mampu melakukan banyak hal.
Bahkan ia mendramatisir beberapa ceritanya agar terkesan semakin WOW. Pria
paruh baya tersebut mendengarkan dengan seksama setiap yang diucapkan oleh pria
muda tersebut. Setelah puas bercerita, ibarat makan di sebuah hotel bintang 5,
ia menanti dessert, penutup yang
manis, yaitu ucapan kagum atau pujian dari pria paruh baya tersebut. Tapi apa
yang terjadi, pria paruh baya tersebut hanya tersenyum lalu pamit pergi.
Pemuda tersebut salah, hanya karena penampilannya
yang biasa, ia mengira bahwa pria tua tersebut hanyalah orang desa yang tidak
berpendidikan. Padahal, orang tua tadi ternyata adalah salah satu komisaris di
perusahaan tempat pria muda tersebut bekerja, yang tentu saja sedikit banyak
mengetahui tentang kariernya. Pria tua itu juga tengah liburan di sana.
Bagaimana? Bila kita berada di posisi
pemuda tadi, tidakkah kita merasa malu. Terlalu mengedepankan sisi narsis kita
kepada orang lain. Bahkan membumbui cerita agar terkesan semakin menarik dan
dapat membuat orang untuk tinggal lebih lama mendengarkan setiap ocehan kita.
Sangat disayangkan bukan, jika akhirnya yang kita terima bukanlah kekaguman
tapi keprihatinan.
Lantas, bagaimana kita bisa belajar
bila kita sudah merasa pintar?, tidakkah pernah mendengar sebuah istilah bahwa
di atas langit masih ada langit?, atau jangan-jangan masih berkutat mencari
jawaban manakah yang lebih hebat, apakah burung atau ikan?.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya
untuk kita mengasah penglihatan dan pendengaran. Kedua hal tersebut mampu
mengaktifkan alaram empati kita terhadap sekitar. Belajarlah untuk menjadi
pendengar, jangan hanya berbicara saja. Dengan mendengar, kita akan semakin
mengetahui banyak hal. Kita tidak lagi merasa penuh, karena bagaimanapun, dunia ini terlalu luas untuk kita jelajahi sendiri, segala kejadian dalam hidup terlalu besar untuk kita tanggung sendiri.
Credit
semoga aja bukan termasuk orang yg seperti itu,,thx for share Oci :)
BalasHapusIya Mbak, Aamiin... :)
Hapusgood share semoga akudapat intropeksi diri supaya dalam hati yang rendah hati dan dijauhkkkan dari kesombongan. thank ya mbak
BalasHapusMasama Mbak, ini juga renungan untuk saya :)
HapusIntrospeksi diri sendiri setelah membaca ini Mbak
BalasHapusMakasi ya Mbak :)
Iyaaa Mbak, masama. Saya juga intropeksi diri ini :)
Hapus