8 September 2013

Tak Pernah Merasa Penuh


Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan filosofi segelas air. Baiklah, tidak ada salahnya untuk sedikit mengulas filosofi tersebut. Saat sebuah gelas telah terisi penuh oleh air, maka apabila gelas tersebut kita tambahkan air lagi, yang terjadi adalah air di dalam gelas tersebut akan meluap, keluar, tumpah membasahi sekitarnya. Hal tersebut sering menjadi analogi bagi orang-orang yang selalu merasa penuh. Merasa dirinya lebih dari orang lain, merasa paling pintar, merasa mengetahui segalanya dan tak hendak untuk melihat dan mendengar.

Ya, melihat dan mendengar. Orang yang lebih memaksimalkan fungsi mulut dibandingkan fungsi mata dan telinganya bisa menjadi seseorang yang selalu merasa penuh. Dia tidak mencoba untuk berpikir mengapa Allah Swt memberikan satu mulut, dua mata, dan dua telinga. Ia menjadi orang yang tidak peka, sekalipun mungkin penglihatannya menangkap bagaimana reaksi orang di sekitarnya, dan telinganya mendengar bisik-bisik keluhan atas semua kata-katanya yang tak berujung.

Sebuah kebanggaan baginya bisa menjadi lebih dominan dan menunjukkan bahwa ia mempunyai power lebih dibandingkan orang lain. Padahal, orang lain memandangnya tak lebih dari seseorang yang egois atau orang yang haus akan pengakuan dan pujian. Sungguh sangat menyebalkan bukan, bila kita duduk satu meja dengan orang seperti itu, orang yang memposisikan kita sebagai pendengar amat setianya. Padahal, ocehan penyiar radio saja ada jeda lagu atau iklan.

Suatu hari, di sebuah desa yang sangat indah, seorang pria muda yang kariernya tengah melejit terlibat percakapan dengan seorang pria paruh baya. Pria muda itu mendominasi pembicaraan. Ia berbicara banyak hal tentang pencapaian-pencapaiannya dikarier dan finansial. Ia bangga bahwa diusianya yang masih muda, ia sudah mampu melakukan banyak hal. Bahkan ia mendramatisir beberapa ceritanya agar terkesan semakin WOW. Pria paruh baya tersebut mendengarkan dengan seksama setiap yang diucapkan oleh pria muda tersebut. Setelah puas bercerita, ibarat makan di sebuah hotel bintang 5, ia menanti dessert, penutup yang manis, yaitu ucapan kagum atau pujian dari pria paruh baya tersebut. Tapi apa yang terjadi, pria paruh baya tersebut hanya tersenyum lalu pamit pergi.

Alangkah kesalnya pemuda tadi, pujian dan decak kagum yang dia harapkan tidak kesampaian. Padahal siapalah orang tua itu, hanya orang desa yang tidak berpendidikan. Nah, pertanyaannya mengapa pria tua tadi tidak merespon apa-apa dan malah langsung pergi? Apa benar orang tua itu adalah orang yang tidak berpendidikan?.

Pemuda tersebut salah, hanya karena penampilannya yang biasa, ia mengira bahwa pria tua tersebut hanyalah orang desa yang tidak berpendidikan. Padahal, orang tua tadi ternyata adalah salah satu komisaris di perusahaan tempat pria muda tersebut bekerja, yang tentu saja sedikit banyak mengetahui tentang kariernya. Pria tua itu juga tengah liburan di sana.

Bagaimana? Bila kita berada di posisi pemuda tadi, tidakkah kita merasa malu. Terlalu mengedepankan sisi narsis kita kepada orang lain. Bahkan membumbui cerita agar terkesan semakin menarik dan dapat membuat orang untuk tinggal lebih lama mendengarkan setiap ocehan kita. Sangat disayangkan bukan, jika akhirnya yang kita terima bukanlah kekaguman tapi keprihatinan.

Lantas, bagaimana kita bisa belajar bila kita sudah merasa pintar?, tidakkah pernah mendengar sebuah istilah bahwa di atas langit masih ada langit?, atau jangan-jangan masih berkutat mencari jawaban manakah yang lebih hebat, apakah burung atau ikan?.

Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk kita mengasah penglihatan dan pendengaran. Kedua hal tersebut mampu mengaktifkan alaram empati kita terhadap sekitar. Belajarlah untuk menjadi pendengar, jangan hanya berbicara saja. Dengan mendengar, kita akan semakin mengetahui banyak hal. Kita tidak lagi merasa penuh, karena bagaimanapun, dunia ini terlalu luas untuk kita jelajahi sendiri, segala kejadian dalam hidup terlalu besar untuk kita tanggung sendiri.

Credit

6 komentar:

  1. semoga aja bukan termasuk orang yg seperti itu,,thx for share Oci :)

    BalasHapus
  2. good share semoga akudapat intropeksi diri supaya dalam hati yang rendah hati dan dijauhkkkan dari kesombongan. thank ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masama Mbak, ini juga renungan untuk saya :)

      Hapus
  3. Introspeksi diri sendiri setelah membaca ini Mbak
    Makasi ya Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaa Mbak, masama. Saya juga intropeksi diri ini :)

      Hapus