7 September 2014

Jamu Gendong, Antara Kualitas, Khasiat, dan Keamanan



Dok. Pribadi

Langganan jamu gendong?. Pernahkah bertanya kepada tukang jamu bagaimana ia mengolah jamunya?. Jika belum, tidak ada salahnya untuk Anda tanyakan kepada tukang jamu gendong langganan Anda. Bagaimana dengan saya?, saya pernah. Semenjak saya mengenal jamu lebih dalam, saya menjadi sangat kritis. Bagaimanapun, sama halnya dengan obat-obatan medis, jamu yang dikenal juga sebagai obat-obatan tradisional ini tetap memiliki efek samping apabila tidak tepat dalam mengkonsumsinya.

Hampir sama dengan kebanyakan orang, saya juga mengenal jamu dari kebiasaan Ibu saya dulu yang selalu meminum jamu gendong langganannya. Saat kecil, saya juga diberikan jamu oleh Ibu, yaitu jamu beras kencur. Seiring bertambah usia, tak hanya beras kencur, saya juga pernah mengkonsumsi jahe merah, jamu uyup-uyup, kunir asam, temulawak, dll. Selain tergiur dengan khasiatnya, ada kebanggan tersendiri saat mengkonsumsi jamu, yaitu ikut melestarikan salah satu warisan leluhur Indonesia. Terlebih, Indonesia memiliki kekayaan anega ragam tumbuhan, setidaknya terdapat sekitar 940 jenis diantara puluhan ribu jenis tanaman yang telah diketahui mempunyai khasiat obat, dari jumlah tersebut baru 250 jenis yang sudah dimanfaatkan dalam industri jamu.

Kembali lagi ke jamu gendong. Saya pernah bertanya kepada Mbak jamu (usianya masih muda) langganan saya. Bagaimana cara iya mengolah jamunya. Mbak jamu mengatakan kepada saya, dia memproses jamunya dengan cara ditumbuk, menggunakan  alat seperti ulekan. Saat telah mampu membeli sebuah blender, iya beralih menggunakan blender yang tabungnya terbuat dari kaca. Selain lebih praktis, tidak memakan banyak tenaga. Lalu, iya merebus dengan menggunakan panci dari tanah. Setelah agak dingin, dia lalu memasukkan jamu tersebut kedalam botol-botol kaca dan siap untuk dibawa.

Selanjutnya, saya juga bertanya tentang bahan yang digunakannya, dimanakah ia peroleh bahan-bahan tersebut. Ternyata, beberapa bahan simplisia yang digunakannya ditanam sendiri, dan beberapa iya beli di pasar tradisional yang menjual aneka simplisia. Oh iya, mungkin banyak yang belum begitu familiar dengan istilah simplisia. Simplisia itu adalah bahan-bahan alam yang bisa digunakan sebagai obat-obatan, namun proses pengolahannya masih sangat sederhana. Simplisia yang berasal dari tanaman atau eksudat tanaman disebut sebagai simplisia nabati. Berikut jenis-jenis simplisia nabati:

  • Herba. Herba adalah tanaman obat yang digunakan mulai dari akar, batang, daun, bunga, dan buah pada tanaman jenis herbaceus.
  • Buah (fruktus). Buah untuk simplisia biasanya yang sudah masak.
  • Daun (folium). Daun bisa dikatakan merupakan simplisia yang paling sering digunakan dalam ramuan herbal untuk pengobatan. Daun yang digunakan bisa daun kering atau daun yang masih segar.
  • Bunga (flos). Bunga tunggal atau bunga majemuk bisa digunakan sebagai simplisia.
  • Biji (semen). Biji yang digunakan biasanya dikumpilkan dari buah yang sudah masak.
  • Kulit buah (pericarpium). Kulit buah juga biasanya dikumpulkan dari buah-buahan yang sudah masak.
  • Kulit kayu (cortex). Pada tanaman tingkat tinggi,kulit kayu adalah bagian terluar dari batang.
  • Kayu (lignum). Kayu tanpa kulit adalah salah satu yang biasa digunakan pada simplisia. Kulit kayu biasanya dipotong dengan cara miring sehingga permukaannya menjadi lebar, tetapi ada juga yang berupa serutan kayu.
  • Akar (radix). Akar yang digunakan sebagai simplisia bisa berupa akar tunggang dan akar serabut. Akar tunggang hanya terdapat pada tumbuhan yang ditanam dari biji. Simplisia tersebut bisa rumput, perdu, atau tanaman berkayu keras. Simplisia akar dikumpulkan saat proses pertumbuhan tumbuhan tersebut terhenti.
  • Rimpang (rhizome). Rimpang adalah batang dan daun yang terdapat di dalam tanah. Berbentuk bercabang-cabang dan biasanya tumbuh mendatar. Tunas tumbuh dari ujungnya dan naik kepermukaan tanah menjadi tumbuhan baru.
  • Umbi (tuber). Umbi merupakan penjelmaan batang atau akar, sehingga dapat dibagi menjadi umbi batang dan umbi akar. Sebagai simplisia, umbi biasanya dipotong miring agar permukaan menjadi lebar. Umbi harus melewati proses direndam atau dikukus terleih dahulu, apabila umbi bersifat tonik.
  • Umbi lapis (bulbus). Umbi lapis merupakan bagian yang berlapis-lapis daunnya, tebal, lunak, dan berdaging.
Lebih lanjut, Mbak jamu menjelaskan, bahwa dia memproses jamunya  dengan cara yang sama yang diajarkan oleh Ibunya yang dulu juga bekerja sebagai penjual jamu gendong di kampung halamannya. Demikian juga dengan racikan jamunya. Ibunya sendiri, memperoleh seluruh pengetahuannya dari ibunya juga. Jadi, bisa dikatakan sudah turun temurun.

Saya dapat bernafas dengan lega, setidaknya Mbak jamu sudah melakukan pengolahan jamunya dengan cukup baik, dilihat dari apa yang diceritakannya. Mengapa demikian? karena menurut beberapa literatur yang pernah saya baca, ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan jamu, yaitu sebagai berikut:

  • Pemilihan bahan baku untuk pembuatan jamu harus tepat. Pemilihan bahan dasar simplisia harus memperhatikan aroma, rasa, kandungan kimia, maupun sifat fisiologisnya. Bahan baku untuk membuat jamu pemilihannya harus tepat, demikian juga dengan jenis dan bagian tanaman yang digunakan. Hal ini disebkan karena terdapat perbedaan kandungan dan khasiat yang berbeda dari setiap bagian tanaman.
  • Cara pengumpulan simplisia. Beda simplisia, beda pula cara pengumpulannya. Yang harus dilakukan pertama kali adalah penyortiran pasca panen (sortasi basah), untuk mengetahui bagian simplisia mana yang akan digunakan. Sebelum memanen, perhatikan usia tanaman tersebut, karena usia tanaman berpengaruh terhadap jumlah kandungan zat aktif di dalamnya. Demikian juga dengan waktu memanennya. Ada waktu tertentu saat kandungan zat aktif tanaman paling tinggi, misalnya untuk mendapatkan kandungan minyak atsiri yang maksimal, pemanenan sebaiknya dilakukan di pagi hari dan langsung diolah saat masih segar. Sedangkan untuk mendapatkan kandungan amilum, sebaiknya pemanenan dilakukan sore hari. Untuk pengumpulan daun, kumpulkan saat tanaman hampir berbunga. Untuk bunga, kumpulkan segera saat sebelum atau sesudah bunga mekar. Untuk buah, dipanen saat sudah matang. Selanjutnya untuk bijinya, dikumpulkan dari buah yang sudah matang dengan sempurna. Tak kalah penting juga, untuk daun ada yang dipanen yang muda (berupa pucuk), seperti teh. Ada juga yang dipanen ketika pertumbuhan daun telah maksimal, seperti daun salam dan daun sirih.
  • Pencucian bahan. Cara membersihkan simplisia segar, cuci dengan air kran, pancuran, atau selang. Dilakukan secara berulang 1-2 kali. Setelah dicuci, tiriskan, dengan cara meletakkannya di atas tikar, nyiru, atau saringan kasa, sampai air tidak menetes lagi. Untuk daun muda, pengeringan cukup dengan diangin-anginkan saja. Sedangkan daun tua, dijemur dengan menggunakan tudung.
  • Cara penyimpanan simplisia. Penyimpanan simplisia juga harus diperhatikan, untuk simplisia yang segar bisa disimpan ditempat yang bersih dan tidak terkena panas atau sinar matahari langsung. Jika hendak digunakan, bahan-bahan tersebut harus dicuci dahulu sampai bersih. Namun, untuk simplisia segar yang baru disiapkan atau dipetik, sebaiknya langsung diproses. Sedangkan pada simplisia kering, harus disimpan ditempat yang kering. Jangan sampai simplisia kering tersebut terkena kotoran, lembab sehingga berjamur, atau dimakan serangga. Apabila itu terjadi, sebaiknya simplisia tersebut jangan digunakan lagi. Gunakanlah wadah seperti tong kayu, stoples kaca, atau kantong kertas untuk penyimpanannya.
  • Kebersihan. Selain tempat penyimpanan, memperhatikan kebersihan tangan, ruangan, dan peralatan  yang digunakan untuk memproses simplisia juga tidak kalah penting untuk diperhatikan. Panci perebusan, saringan, sendok, gelas, alat penggiling, dan peralatan lainnya harus dalam kondisi bersih. Setelah digunakan juga harus kembali dibersihkan, walaupun nanti akan dipakai kembali untuk memproses ramuan yang sama. Hal itu sangan penting, agar terhindar dari kotoran sehingga menimbulkan penyakit lain atau bahkan menghilangkan khasiat obat itu sendiri karena dalam kondisi tidak bersih.
  • Alat yang digunakan. Perebusan simplisia sebaiknya menggunakan panci yang terbuat dari tanah, keramik, kaca, atau stailess steel. Sebisa mungkin jangan merebus ramuan dengan menggunakan panci berbahan alumunium, kuningan, atau besi. Selanjutnya, peralatan yang berbahan timbal atau timah hitam juga dilarang keras agar terhindar dari timbulnya endapan pembentukan zat beracun, konsentrasi larutan obat menurun, atau efek samping yang terjadi karena reaksi bahan kimia panci dengan zat yang dikeluarkan oleh simplisia.
Nah, apakah penjual jamu gendong sudah mengetahui dengan baik hal-hal di atas?. Pengetahuan tersebut tidak hanya harus dimiliki oleh penjual jamu saja, tapi juga bagi masyarakat yang ingin membuat jamu sendiri di rumah. Tujuannya, agar adanya jaminan kualitas atau mutu, keamanan, dan khasiatnya. Berbeda dengan Obat herbal terstandar, yang dikembangkan berdasarkan bukti-bukti ilmiah dan uji pra klinis serta standarisasi bahan baku. Jadi, melewati sebuah proses ekstrak, higienitas, serta uji toksisitas. Demikian juga fitofarmaka, yang dikembangkan berdasarkan uji klinis, standarisasi bahan baku, dan sudah bisa diresepkan dokter.

Penjual jamu saat ini banyak sekali, setidaknya berdasarkan data pada Departemen Kesehatan, terjadi peningkatan yang pesat, jumlah penjual jamu pada tahun 1989 sebanyak 13.128 orang, dan meningkat menjadi 25.077 orang pada tahun 1995. Itu hanya yang terdata, mungkin angkanya bisa lebih dari itu, begitu juga saat ini. Di Pekanbaru saja, penjual jamu yang rata-rata berasal dari Jawa, saat ini sangat mudah ditemui, tak hanya jamu gendong, sekarang penjual jamu juga sudah menggunakan moda transportasi, seperti sepeda, atau sepeda motor. Bahkan, banyak juga yang mempunyai tempat permanen untuk berjualan, tidak perlu keliling-keliling lagi. Jamu yang dijual juga tidak hanya jamu racikan sendiri, tetapi juga jamu yang sudah terstandar, dalam kemasan modern, berbentuk ekstrak, minyak, bubuk, tablet, atau kapsul.

Semoga para penjual jamu gendong sudah teredukasi dengan baik tentang cara pengolahan jamu agar kualitas atau mutu jamu terjamin keamanan dan khasiatnya. Karena, sebagai konsumen, kita tidak mengetahui dengan pasti bagaimana penjual jamu tersebut membuat jamunya. Bahkan, masih ada penjual jamu yang menggunakan wadah jamunya dari botol bekas air mineral, yang seharusnya tidak boleh digunakan secara isi ulang. Jika belum, semoga setiap daerah ada paguyuban penjual jamu, selalu mengadakan peningkatan kemampuan anggotanya. Tentunya dibutuhkan juga peran aktif dari pemerintah dan swasta yang concern terhadap jamu. Jadi, jamunya berkualitas, kemampuan finansial penjual jamunya juga teratas. Ya, semoga!

"Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Penulisan Artikel Jamu di Blog Biofarmaka IPB"
 
Daftar Referensi:
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-plants-and-traditional-medicine-2013
Maryani, Herti dan Suharmiati. Tanaman obat untuk Mengatasi Penyakit pada Usia. Lanjut. Jakarta : Agromedia Pustaka. 2008.
Oci Yonita. Ajaibnya Terapi Herbal Tumpas Penyakit Diabetes. Jakarta : Daun Sehat Publishing. 2012.



10 komentar:

  1. Terimakasih infonya Ummi,berarti ibu salah,pernah buat jamu tapi pakai panci alumunium

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama, Bu. Wah, besok-besok pancinya jangan dipake lagi yah, Bu :D

      Hapus
    2. Pengaruh ya pake panci... terima kasih infonya mbak..

      Hapus
    3. Semoga ilmu seperti ini terus diberikan ya.. Agar seluruh masyarakat tahu dan terus melestarikan jamu tradisional... Aamiin...

      Hapus
  2. penting ni mbak. Aku nanti tanya mbok jamuku juga ntar ah...thanks sebelumnya..

    BalasHapus
  3. Mbak, penjual jamu ditempatku tidak digendong tapi pake motor... aku dan orang tuaku langganan jamu juga mbak, Alhamdulillah manfaat jamu, luar biasa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ditempatku pake sepeda buk... Sama buk, saya dan ortu juga langganan jamu dari kecil...

      Hapus
  4. Jamu harus dilestarikan, semoga aja dengan semakin canggih peralatan dan teknologi yang digunakan dalam mengolah jamu tidak merubah manfaat dan khasiatnya ya... Aamiin..

    BalasHapus