24 Februari 2016

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Pengajian


Bismillah...

Seperti biasa, pengajian tafsir Al-Quran khusus untuk perempuan oleh Ust. Maududi Abdullah, Lc selalu penuh. Banyak juga wajah-wajah baru yang datang, membuat tempat yang telah disediakan oleh panitia semakin sesak. Jika datang setengah jam sebelum pengajian dimulai, kita masih bisa memilih tempat duduk yang menurut kita nyaman. Jika terlambat, maka tempat duduk lesehan (tak dapat karpet, hanya lantai) paling belakang saja yang didapat.

Walaupun begitu, tempat ini tetap kondusif kok. Dengan pendingin udara berupa ac maupun kipas salju, membuat fisik adem, hati juga adem dengan isi kajian. Barakallah... Buat panitia, Alhamdulillah pengajian ini selalu penuh bahkan berlimpah. Semoga menjadi jalan hidayah bagi orang lain dan amal jariyah bagi seluruh panitia.

Nah, hari itu saya datang agak terlambat. Kajian sudah mulai setengah jam yang lalu. Tapi Alhamdulillah saya masih mendapatkan tempat duduk di tengah, bisa menatap layar proyektor (ust berada di rungan lain). Di sekitar saya, ibu-ibu yang juga membawa anak kecil. Jadi, bagi kami yang membawa anak kecil, tempat duduk yang disediakan adalah lesehan.

Di sebelah saya, ada ibu muda yang kelihatannya sebaya dengan saya. Ia membawa anak yang usianya juga sama dengan adek khai. Kami sempat bersalaman. Lalu ngobrol sebentar, ketika adek Khai memberikan anak ibu tadi itu biskuit. Hanya pertanyaan basa-basi. Tentang usia anak, jumlah anak yang dimiliki (kebetulan, anak kami sama-sama 2 dan si kakak juga lagi sekolah), dan si adek udah bisa apa aja.

Semuanya tampak normal. Dia kembali menekuni Al-Quran digitalnya (menggunaka tab), saya dengan Al-Quran cetak, dan anak-anak dengan biskuitnya. Lalu, tak berapa lama ia berdiri. Memasukkan tabletnya ke dalam tas, lalu pergi. Dia bilang kepada anaknya kalau ia mau ke toilet. Sang anak minta ikut, tapi tak dihiraukannya. Anak itu memanggil, tapi ibunya tetap berlalu. Akhirnya, anak usia 15 bulan itu hanya terduduk dan hampir menangis. Saya lalu membelai kepalanya, dan mengatakan bahwa ibunya hanya ke toilet sebentar.

Sekembalinya si ibu, ada yang berubah. Wajahnya tak lagi ramah. Beberapa saat setelah duduk, ia tampak mengomel sambil menunjuk-nunjuk orang yang di sebelah kirinya (posisi saya di sebelah kanannya). Omelannya tidak jelas, random. Mulai dari ngoceh tentang harta kekayaan, TKI, pemerintah, poligami, pesawat, wanita, dll. Kata-katanya juga "ajaib".

Saat dia mengoceh, saya ketahuan kalau sedang memperhatikannya. Bisa ditebak, selanjutnya dia balik memandangi saya dengan tatapan yang menyeramkan menurut saya, lalu mengoceh lagi. Deg... Jantung saya berdetak kencang. Reflek saya peluk adek khai dan menarik tas saya, serta bergeser agak berjarak dengannya. Eh, dia malah makin ngomel. Saya khawatir dia bakal ngamuk dan pengajian bisa terganggu. Akhirnya, saat dia ngomel, saya pura-pura cuek, tak sedikitpun melihatnya.

Omelannya berhenti. Lalu ia duduk dengan posisi berhadapan dengan anaknya. Daaaan, dia ngomel lagi, sambil menunjuk-nunjuk anaknya. Hiks... Seketika hati saya menjadi perih. Anak sekecil itu, matanya yang besar dan bening hanya menatap pasrah ke ibunya. Ntah apa yang ada di benak anak itu. Saat itu, barulah beberapa orang yang ada di sekitar kami bertanya pada saya, apa yang terjadi tadi. Saya jelaskan, dan mereka meminta saya tetap sabar. Padahal, rasanya saya ingin keluar saja. Tapi, yah itu tadi, takut dia ngamuk.

Sungguh, ini pertama kali saya alami. Dan baru kali itu juga saya bertemu si ibu, selama kurleb 3 tahun saya mengikuti pengajian ini. Sepertinya, ibu-ibu yang di sekitar saya juga tidak ada yang mengenalinya. Siapakah dia?, dari mana asalnya?, mana keluarganya? Kenapa dibiarkan saja ia pergi berdua dengan anaknya. Lalu, sebenarnya apa yang terjadi dengannya?. Apakah ia termasuk dalam kategori orang dengan gangguan jiwa?.

Padahal, dari penampilan, ia tampak biasa saja, normal. Mungkinkah statusnya masih "berobat jalan" sehingga masih sering "kambuh" karena ada yang menjadi pemicunya. Ntahlah... Saya tidak paham juga. Ntah dia berada di level mana, berat, sedang, or ringan.

Hanya saja yang tak terlupakan oleh saya sampai saat ini adalah wajah lugu anaknya. Anak itu hanya diam saat ibunya ngomel tidak jelas dan menunjuk-nunjuk wajahnya. Dan, tak lama setelah itu pengajian selesai. Tahukah apa yang dilakukan ibu tadi?. Dia berdiri, meninggalkan anaknya. Lalu tak lama kembali lagi dengan semangkuk tom yam (ada stand makanan di luar).

Sungguh pengalaman luar biasa bagi saya, bertemunya di pengajian. Jika memang ibu itu mengalami distres dan stresornya faktor psikologis, lalu tiba-tiba muncul pemicunya, saya mendoakan semoga lekas baik dan stabil kembali tanpa "kambuh" lagi.


Ada beberapa hal yang bisa diambil dari pengalaman saya tersebut:

  • Kita bisa bertemu dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dimana saja, dengan jenis dan level gangguan yang berbeda-beda. Termasuk ketemunya di pengajian, dan jangan sampai kapok buat ikut pengajian lagi.
  • Usahakan untuk tetap tenang, perhatikan sekitar, analisis secara cepat apakah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) tersebut menjadi ancaman (memungkinkan bereaksi kasar secara fisik). Lalu, ambil sikap segera.
  • Bila dikeluarga kita ada orang yang memiliki kesamaan dengan kisah saya di atas, please... jangan biarkan saudara Anda tersebut pergi tanpa pendampingan. Apalagi dengan membawa anak.
  • Husnuzhon saya, Ibu itu sedang dalam masa pengobatan. Dan semoga saja, anaknya juga dalam upaya "diselamatkan" dari efek perilaku ibunya, karena saya tidak tahu apa saja yang sudah dialami oleh si anak. Apakah selama ini dia memang menjadi "pendengar setia" ocehan ibunya yang tidak jelas itu. Jika belum, please... tak hanya ibunya, anaknya juga butuh.




4 komentar:

  1. Menyedihkannya beliau ini seorang ibu bertugas membina anak ya mbak. Saya juga turut mendoakan ibu ini, saya juga pernah menemukan orang seperti ini. Semoga keluarganya juga lebih peduli, atau ada yang mau membawanya terapi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, sedih banget. Mungkin sedang dalam masa pengobatan. Semoga Allah mudahkan :)

      Hapus
  2. Ya Allah... semoga ibu dan anaknya baik2 saja. Saya khawatir sama anaknya. Kalau memang ibunya itu mengalami gangguan kejiwaan, kenpa dibiarkan saja oleh keluarganya keluar membawa anaknya yang masih batita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia yang saya heran Mbak. Saya duluan pulang, nggak lihat Ibu itu pulang dengan siapa. Ho oh... kasihan anaknya

      Hapus