19 Desember 2011





Aku mencintaimu dengan sederhana
Memberimu yang aku mampu,
Dan terbaik dari yang ku miliki..


          Lelaki tua itu duduk di atas kursi roda, di sampingnya berdiri seorang perempuan tua yang bermata teduh dan memiliki senyuman yang menawan. Perempuan itu mengupas buah jeruk dan memberikannya kepada lelaki tua itu, yang tak lain adalah suaminya. Suami yang sudah menikahinya selama hampir 40 tahun. Pernikahan yang berlangsung karena perjodohan orang tua. Dari pernikahan itu telah hadir 5 orang anak yang sukses, dan 8 orang cucu yang luar biasa. Lelaki itu lumpuh saat masih berada diusia produktif dan harus menafkahi istri dan anak-anaknya. Kecelakaan yang menimpanya membuat sang istri harus megambil sebahagian perannya sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus suami dan anak-anaknya.

          Di lokasi yang berbeda, seorang suami yang berangkat ke kantor tanpa mengecup kening istrinya atau sapaan sayang setelah sang istri menyalaminya Seorang suami yang terkesan kaku dan tidak ekspresif. Namun, sepulang dari kantor, sang suami tersebut langsung sibuk memandikan anak mereka, lalu menyapu halaman dan menyirami tanaman..

          Kedua kisah tadi memberikan makna yang dalam. Bahwa mencintai tidak harus selalu dengan mengobral kata-kata romantis, meski itu diperlukan. Bukankah cinta itu lebih aplikatif, ada dalam kerja-kerja nyata dan realistis. Bukan hanya terbatas dalam tata bahasa yang mempesona diantara sepasang manusia yaitu suami istri. Bekerja mencari nafkah untuk keluarga adalah cinta, tetap setia dan merawat suami yang sakit merupakan wujud cinta, membantu meringankan pekerjaan istri juga berarti cinta. Dan segala pekerjaan yang melahirkan rasa senang orang lain kepada kita itu merupakan benih-benih cinta. Dakwah para Nabi kepada umat manusia merupakan aplikasi dari cinta. Terciptanya alam ini, kata Ibnu Qayyim, karena kehendak dan cinta.

          Cinta itu indah. Mencintai tanba terbatas oleh ruang dan waktu. Manifestasi dari cinta yang menjelma dalam kondisi dan situasi apapun. Tidak juga berbentuk benda, tetapi sebuah rasa. Karena itulah walau pun kepayahan, seorang ibu tetap melahirkan, menyusui, dan membesarkan bayinya. Seorang ayah rela membanting tulang dan memeras keringat saat mencari nafkah. Dua orang yang berteman mau berkorban apa saja untuk sahabatnya. Tetapi Islam buru-buru memberi peringatan, bahwa saling menyintai ada aturannya, “teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa.” (Q.S. 43: 67) Ya, apa dan siapa pun yang kita cintai harus berada dalam koridor takwa.

v     Hakekat Mencintai
Manusia ditakdirkan oleh Allah Swt untuk memiliki kekuatan cinta. Mencintai apa saja yang memang bisa membahagiakan dirinya, menyegarkan pikirannya, menentramkan hatinya, dan menggerakkan semangatnya. Terlebih lagi cinta antara sepasang suami istri yang mengikat perjanjian setara dengan perjanjian para nabi yang mampu menggoncangkan arsy.

v     Cinta Karena Allah dan Rasul-Nya
Berapa kali telinga kita mendengar konsep mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya?. Konsep ini terpetakan sebagai mencintai apa-apa yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya dan membenci apa-apa yang dibenci Allah dan rasul-Nya. Hebatnya lagi konsep ini, apa-apa yg dicintai dan dibenci oleh Allah dan rasul-Nya telah tertuang  baik tersirat maupun tersurat dalam al Qur’an maupun hadits-hadist rasul. Dan inilah konsep mencintai yang sangat gamblang. Salah satunya yang dijelaskan di dalam surah Al-Baqarah (2) : 165 :
Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah ; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah”.

Maka sudah sangat jelas, bahwa cinta yang paling utama adalah cinta yang kita persembahkan kepada Allah. Dr.’Aid bin Abdullah al-Qarni mengutip pendapatnya Imam Ahmad dalam kitab Al-Zhud yang menyebutkan riwayat bahwa Allah Swt berfirman : ”Kamu sangat mengherankan, wahai anak Adam. Akulah yang menciptakan kamu, namun kamu mengabdi kepada selainKu. Akulah yang memberi rezeki kepadamu, namun kamu bersyukur kepada selainKu. Aku memcintaimu dengan berbagai kenikmatan dan Aku tidak membutuhkanmu, namun kamu memperbuat KebencianKu dengan berbagai kemaksiatan, sedang kamu membutuhkanKu. Dan, kebaikanku turun kepadamu sedangkan keburukanmu naik kepadaKu”.

Jadi intinya, agar efek dari kekuatan cinta kita terhadap suami/istri mencapai ridhaNya, maka lapisi dengan keimanan dan ketakwaan kepadaNya, jangan menjadi posesif tapi proposionallah dalam mencintai. Dengan mencintai pasangan kita karena Allah, maka kita akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga cinta kita dan mengaplikasikannya di dalam kehidupan berumah tangga.

v     Mencintai dengan Sederhana
·        Tidak berlebihan dalam mencintai
Seperti yang telah dibahas sebelumnya. Mencintai secara proposional dan tidak berlebihan. Karena bisa saja sikap posesif itu hadir sehingga terjadi ketidaknyamanan dalam mengekspresikan cinta kepada pasangan, baik berupa cemburu yang berlebihan maupun sikap overprotektif.

·        Mencintai dengan ikhlas dari lubuk hati yang terdalam
Cinta yang diberikan kepada pasangan memang lahir dari dalam hati dan diliputi rasa ikhlas. Maka dapat diaplikasikan dengan segala perbuatan yang lemah lembut, saling pengertian, saling perhatian, walaupun dalam hal-hal kecil.

·        Mencintai apa adanya
Bukankah dengan menikah berarti kita telah berkomitmen terhadap pasangan. Dan artinya juga bahwa kita harus siap untuk menerima segala kelebihan dan kekurangannya. Nah, kekurangan mungkin merupakan suatu upaya kita untuk mampu berlapang dada, bukankah pasangan kita adalah manusia biasa yang mempunyai potensi hina dan mulia. Maka bersabar dan berusaha untuk selalu mengingatkan, saling bahu membahu dalam kebaikan demi terwujudnya keluarga yang SAMARA.

     Dengan demikian. Bingkailah cinta yang sederhana menjadi luar biasa dalam koridorNya. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar berkata : Rasulullah saw bersabda,”Sebaik-baik amal adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah”.



Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu bintang sebagai pendar harapan mu. Kau tau.. terkadang ia bisa terang menderang mengalahkan pendar lainnya, tapi ia bisa begitu redup bahkan menghilang ditelan pekat malam dan tangis langit jingga. Cobalah mengerti, kau hanya perlu sabar menanti tiap detik menjadi menit dan tiap menit menjadi jam bahkan bulan ataupun menahun. Tak apa, kau butuh ikhlas yang akan membuat mu merasa diguyur es sewaktu di padang pasir. Menagislah karena itu refleksi jiwa yang membuat mu masih merasa manusia, cukup, karena banjir bandang sekalipun tak akan membalikkan waktu barang sedetik, kau cukup melongok sejenak dan mengemas semuanya ke dalam kopor berjudul masa lalu dan bergegas melangkah ke masa depan.

          Suatu hari nanti, jangan tunjuk bintang lainnya untuk menggantikan bintang mu, ia akan bernasib sama. Kau cukup pandangi saja atau menyapanya lewat angin malam yang sama. Lalu tanyakan kepada bunda rembulan mengapa sabit atau purnama. Kau merasa terjebak dalam pusaran waktu, mengapa memilih gemintang bukan rembulan, seperti kau bandingkan antara siang dan malam. Tak perlu sungkan, itu suatu kewajaran mengingat kembali bahwa kau adalah manusia. Bosan dan amarah bisa saja meraja, mengalahkan segalanya, tapi tanyakan hati mu dimanakah akan berlabuh.

          Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu bintang sebagai pendar harapan mu. Kau takkan mampu menghindar, karena cahayanya menikam sanubari mu, menjadi desahan nafasmu dan mengaliri darah mu, membuat mu megenal hidup dan mati. Kau mampu menjawab segalanya, karena malam menguntai berjuta makna, dalam nyata ataupun lelap mu.

          Suatu hari nanti, coba kau tunjuk satu bintang sebagai pendar harapan mu. Pastikan yang terbaik dari yang kau mampu. Maka, aku langit malam mu.


Ekspresi Diri. 


Setiap orang perlu mengekspresikan diri sendiri. Ekspresi diri merupakan kebutuhan psikologis yang normal dan wajar. Yang terbaik tentu saja dalam porsi yang wajar dan cara yang berterima. Mengeksprsikan diri juga merupakan panggilan bagi manusia yang biasanya terdorong untuk selalu berbuat lebih.
Termasuk juga bagi ibu rumah tangga. Sebenarnya menjadi ibu rumah tangga adalah salah satu pilihan untuk mengekspresikan diri. Tapi lalu dalam kehidupan sebagai ibu rumah tangga, kita juga tetap perlu sarana untuk mengekspresikan diri lebih lanjut lagi.

Menulis
Menulis merupakan salah satu sarana untuk mengekspresikan diri yang cocok bagi ibu rumah tangga. Pikiran, ide, pendapat, ilmu para ibu rumah tangga yang selama ini tersimpan hanya untuk diri sendiri atau keluarga sendiri sekarang bisa dibagikan kepada keluarga lain melalui tulisan.
Ekspresi diri semacam ini tidak hanya positif tetapi pada saatnya bisa menjadi salah satu sumber pemasukan. Positif, karena para ibu bisa menyalurkan pikiran, ide, pendapat, atau ilmu dengan cara yang elegan dan bermartabat. Bandingkan bila para ibu hanya duduk dan menggosipkan tentang orang lain. Kegiatan “mengutarakan pikiran dan pendapat” yang seperti ini sangat destruktif bagi diri sendiri maupun orang lain.
Menulis juga sarana yang positif karena para ibu diajak untuk memiliki suatu karya yang dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi banyak orang. Positif juga, karena kegiatan menulis ini merupakan kegiatan yang fleksibel yang bisa dilakukan tanpa mengganggu tugas utama ibu.
Selain itu, dengan menulis para ibu sebenarnya meninggalkan jejak, suatu legacy yang bisa dikenang selama-lamanya oleh anak cucu nantinya. Jangan dilupakan juga, bahwa dengan mengekspresikan diri sendiri melalui tulisan, para ibu sebenarnya melakukan proses “pendinginan” terhadap diri sendiri dari rutinitas domestik, ini karena menulis juga bersifat therapeutic, menyehatkan jiwa.
Tidak dibutuhkan biaya yang banyak untuk menulis. Para ibu juga tidak perlu keluar rumah. Sambil mendampingi anak belajar, misalnya, para ibu bisa membuat konsep tulisan. Atau saat menunggui anak di sekolah, dan waktu-waktu lainnya. Jadi, para ibu bisa tetap dekat dengan anak dan sambil itu bisa mengekspresikan diri sendiri.
Tulisan yang dibuat juga bisa apa saja. mulai dari tulisan ringan tentang aktifitas yang dilakukan sehari-hari, resep masakan, atau bahkan ilmu yang pernah dipelajari sewaktu kuliah dulu. jadi sekalipun tetap di rumah tapi ibu tetap bisa mentransfer ilmu yang dimilikinya kepada orang lain lewat tulisan. Ayooo bu, mulailah menulis dari sekarang, jangan berpikir tapi tulis lah perasaan, ide, ataupun gagasan dan berbagilah dengan orang banyak lewat media social network yang begitu banyak saat ini. Kalau belum punya, ayo buatlah akun FB, Twitter, Blog, dll. ^_^