24 Januari 2015


Reward board bisa menjadi bala bantuan saat kita ingin ada keteraturan atau perbaikan tingkah laku si kecil. Kita bisa berkreasi dalam membuatnya, serta meletakkan poin-poin apa saja yang kita inginkan. Dengan penampilan yang menarik, serta reward yang menggiurkan, maka reward board bisa menjadi sangat efektif untuk digunakan. Namun, ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh orang tua, yaitu:
  • Suami dan istri harus memiliki komitmen yang sama. Jika suami dan istri sudah sepakat untuk menggunakan reward board, serta menetapkan reward apa yang akan didapatkan oleh si kecil, maka harus komit dan konsisten. Jangan memberikan reward tersebut apabila si kecil tidak dapat memenuhi kriteria.
  • Ajarkan anak tentang tauhid. Reward yang kita berikan tentu saja menggiurkan dan bisa memotivasi si kecil. Namun, perlahan ajari si kecil tentang tauhid, tentang Allah. Agar si kecil mengerti bahwa ada perintah dan ada larangan yang diberikan oleh Allah. Ada ganjaran berupa pahala dan dosa. Jadi, orientasi anak tak melulu kepada dunia. Perkenalkan bagaimana sayangnya Allah, agar anak mulai belajar mencintai Allah, dan perlahan melakukan sesuatu karena Allah.
  • Mengenalkan anak tentang malaikat Raqib dan Atid. Masih berkaitan dengan poin sebelumnya. Perkenalkan anak dengan malaikat Allah, yang ditugaskan untuk mencatat amal baik dan perbuatan buruk yang dilakukan. Sehingga anak mengerti bahwa ia diawasi dan anak juga belajar untuk jujur.
Mengenai reward, itu tergantung dari orang tua, ingin memberikan reward apa. Namun, bila ingin sesuatu yang berbeda, berilah reward yang bisa membuat anak belajar, misalnya reward berupa kue kesukaannya bikinan kita, yang bisa dibagi-bagikan kepada teman-temannya. Dengan demikian ia juga belajar tentang berbagi atau sedekah. Berminat untuk mencoba? ^_^

21 Januari 2015

Tengkiyuuuu banget buat Mbak Viana Wahyu yang udah kasih saya foto cakep inih. Tapi saya sampai sekarang belum bikin akun IG juga nih. FB, twitter, dan blog aja udah lumayan bikin saya gagal fokus buat nulis buku, apalagi kalau ada IG yak hihihi... makluuuum... masih lemah iman :D


Duluuuuu... sewaktu kecil, saya amat sangat mengagumi buah delima. Buah cantik berwarna merah yang ada di dalam sebuah pot keramik yang besar, di salah satu rumah mewah di daerah tempat tinggal saya. Saking cantiknya, buah itu seperti buah plastik aja. Rasa buahnya? jangan tanya, saya sama sekali belum pernah mencobanya, sampai akhirnya saya dewasa. Ternyataaaaa... buah ini tuh enaaaak banget.

Nah, kalau di pasar buah sini, harga per kg bisa menyentuh 156ribu rupiah, itu delima merah impor asli mesir. Kalau yang lokal, alias yang ditanam oleh orang Pekanbaru, aseeeeeem... dari jenis delima putih. Naaaaah... mari kita budayakan tanaman cantik yang kaya manfaat bagi kesehatan ini. Jangan sampe keburu punah. Penasaran apa manfaat dan cara pembudidayaannya, sila beli bukunya yak :) *modus promosi

15 Januari 2015

Waaaaah... nggak terasa Kumpulan Emak2 Blogger (KEB) udah 3 tahun aja. Komunitas ini keren banget deh. Nggak akan ada habisnya untuk ngebahas betapa keren dan bermanfaatnya menjadi bagian dari keluarga KEB (postingan Ultah KEB yang pertama) :)

Komunitas ini menjadi sarana saling bersilaturahmi antara blogger perempuan Indonesia di seluruh dunia. Iyah, member KEB banyak juga yang di luar negeri!. Kalau ditanya dapet apa aja setelah gabung dengan KEB, waduuuuh... buanyak banget! nggak percaya? gabung deh di KEB. Paling simplenya nih yah, kita jadi makin semangat ngeblog, berbagi lewat tulisan. Belum lagi kalau kita butuh ilmu seputar parenting, menulis, resep masakan, make up, buku, tempat untuk liburan, dll tinggal blogwalking ajah, semua kompliiiiit... plit... dibagi tanpa pelit semua ilmu-ilmunya.




Lewat KEB juga saya bisa ketemu blogger-blogger perempuan yang kereeen, yang berasal dari kota saya, Pekanbaru (cerita kopdar). Jadi makin banyak temen yang punya passion sama. Eh, nggak cuma yang ada di Pekanbaru, tapi sudah mencakup Riau. Seneng ada banyak blogger yang nulis tentang Riau, terutama nih yah yang berkaitan dengan tragedi asap 2 tahun yang lalu, yang udah parah banget. Nggak dipungkiri, para blogger juga punya andil yang besar dalam memberikan informasi ke dunia luar tentang kondisi Riau saat itu. Soalnya, pemberitaan di media mainstream ehmmm... rada telat -_-

Doa saya, semoga Makpon Mira Sahid, dan Makpuh serta jajaran Makmin KEB dan yang berkontribusi secara langsung baik dari segi pemikiran, tenaga, dll demi terlaksananya berbagai macam event baik online maupun offline selama ini, diberikan pahala yang berlimpah dari Allah Swt, aamiin...
KEB tetap bisa jadi rumah yang nyaman dan selalu memancarkan aura positif yang penuh kehangatan bagi para blogger perempuan ^__^

#K3BSauyunan2015
Setidaknya, saya telah berbuat. Memungut serpihan jejak kebaikan yang ada pada masa remaja, meraciknya kembali untuk dihidangkan kepada pembaca, generasi muda bangsa.

Jangan gampang menyerah dan berputus asa dari rahmat Sang pencipta. Dunia terus berputar. Kegagalan hari ini jangan sampai menjadi penghalang permanen buat melangkah dari keterpurukan menuju kesuksesan


14 Januari 2015




Suatu hari, Si Abi bertanya, apakah saya tak ingin menulis tentang isu-isu seputar dunia pendidikan saat ini. Itu dia tanyakan saat dulu heboh tentang kurikulum. Apakah saya tidak ingin menulis buku yang sesuai dengan latar belakang pendidikan saya. Hmmmm... sama sekali tak terpikirkan oleh saya menulis tentang itu, sekalipun hanya di blog saja, tidak mengirimnya ke koran lokal agar masuk kolom opini, apalagi menjadi sebuah naskah buku yang utuh. Untuk buku tentang manajemen pun hanya ada 1 buah buku yang sudah terbit dan 1 buah buku lagi yang masih sedang dalam proses di penerbit.

Saya terlalu sibuk, terlalu asyik menyelami ilmu-ilmu yang tak pernah saya dapati di bangku sekolah maupun perkuliahan. Saya berkutat dengan resep masakan dan kue, saya tenggelam dalam bacaan-bacaan yang berhubungan dengan dunia anak, panci, deterjen, tanaman, dll. Yup... yang identik dengan urusan domestik. Sesuatu yang dulu saya anggap tidak penting, hal biasa dan naluriah saja.

Kondisi saya saat ini bukanlah kondisi yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Semuanya bermula saat saya memutuskan untuk resign mengajar di sebuah Sekolah Menengah Kejuruan begitu putri pertama saya lahir. Keputusan itu murni pilihan saya, suami mengijinkan, tidak keberatan, sebagaimana dulu sebelum menikah dia tidak keberatan seandainya saya bekerja, hanya saja dia meminta jam kerja saya tidak melibihi jam kerjanya.

Jangan tanya bagaimana kondisi awal saya saat itu, mati gaya. Saya sudah biasa sibuk, tiap hari mengajar sebanyak 29 jam dalam seminggu, 3 mata pelajaran. Pada saat weekend saya sibuk kuliah S2. Lalu, saya berubah hanya di rumah saja mengurus putri tercinta. Alhamdulillah akhirnya saya mengenal sosmed. Hal pertama yang saya lakukan adalah mencari penulis-penulis favorite saya. Saya menyerap banyak ilmu dari mereka. Lalu saya bergabung diberbagai grup yang berhubungan dengan menulis, parenting, makanan sehat, ASI, dll.

Tapi, jenuh itu tetap ada. Akhirnya saya sempat menjadi seorang dosen terbang. Tidak terlalu banyak jam mengajar, tapi lagi-lagi saya resign, memilih untuk beraktivitas di rumah, bercengkrama bebas dengan buah hati tercinta, dan menyalurkan hobi menulis.

Saat ini, putri saya sudah 2. Menurut suami saya, begitu besar progress saya selama ini. Tidak hanya yang berhubungan dengan pekerjaan domestik saja, tapi juga kesabaran, pola pikir, dan cara saya menghadapi orang-orang yang sering nyinyir atas pilihan hidup saya.

Lantas, apa saya langsung menjadi besar kepala? nggak juga. Pencapaian yang saya anggap luar biasa itu mungkin di mata orang lain adalah hal yang biasa. Bisa saja, pencapaian dari segi akademis saya lah yang menurut orang lain luar biasa, sedangkan menurut saya tak seberapa dibandingkan apa yang sedang saya lakukan saat ini.

Saat saya gagal dalam mengerjakan tugas, ruwet sama urusan tesis, saya masih bisa mengulang, mengerjakannya kembali, merevisi. Tapi, saat saya gagal berusaha secara optimal untuk menjalankan peran saya sebagai seorang istri dan ibu, maka saya meninggalkan luka yang tak bisa saya revisi, tetap berbekas. Tapi akhirnya saya sadar, bahwa sebagai seorang manusia, tugas kita hanyalah berdoa dan berusaha. Hasil akhir adalah mutlak ketentuan dari Allah. Akhirnya, saya tak lagi sering merasa menjadi ibu atau istri yang gagal, tak berguna, tak baik, dan seabrek label negatif lainnya.

Seperti hari itu, anak saya Nai tak sependapat dengan apa yang saya katakan. Dia juga salah dalam membaca sebuah doa. Tapi Nai ngotot kalau dia benar, yang dia lakukan itu seperti yang diajarkan oleh gurunya. Dalam hati, saya paham, bisa saja anak saya yang salah mendengar saat gurunya berkata. Lalu, Nai bilang bahwa bundanya (panggilan gurunya di sekolah) lebih pintar daripada Umminya ini.

Andai saja saya adalah saya yang beberapa tahun yang lalu, saya pasti sudah mengamuk, tak terima, atau dengan semangat 45 dan berbusa-busa menjelaskan kepada Nai bahwa saya selalu jadi yang utama. Selalu juara saat SD hingga SMA, lulus S1 paling cepat dan menyandang gelar cumlaude, langsung melanjutkan S2 dan kembali menyandang cumlaude. Tapi apa gunanya? mengertikah dia dengan semua itu? dia hanya gadis kecil berusia 5 tahun.

Saya hanya tersenyum, teringat cerita-cerita saudara-saudara saya yang dulu anaknya juga seperti itu, sangat mempercayai gurunya, menganggap gurunya paling pintar dan tak pernah salah. Ternyata, hal yang dulu menurut saya sangat aneh itu juga terjadi kepada saya. Bagaimana bisa, seorang anak menganggap gurunya lebih pintar daripada orang tuanya sendiri?. Karena, dulu saya tak pernah seperti itu, apakah karena Ibu saya berprofesi sebagai seorang guru, sehingga saya tak pernah menganggapnya tidak pintar :D

Jadi, yang saya lakukan adalah berbicara baik-baik dengannya, meminta untuk dia menanyakan kembali dengan gurunya di sekolah. Selain itu, membangun komunikasi dengan baik terhadap gurunya di sekolah. Tak masalah untuk meminta guru tersebut menyampaikan apa yang saya ingin Nai lakukan. Bukan tentang siapa yang lebih pintar, tapi siapa yang bisa menyampaikan kebaikan dan bisa diterima oleh Nai. Bukan begitu?



Sore itu, untuk camilan saat hujan turun rintik-rintik, saya membuat kolak pisang ubi rambat. Dapet pisang 1 sisir dari Mbah saya. Jangan tanya jenisnya, saya nggak paham jenis-jenis pisang :D
Bahannya gampang banget, cuma pisang, ubi rambat, santan segar, gula pasir, gula merah, sedikit garam, dan daun pandan.

Nah, besoknya ternyata setelah dimakan 2 mangkok buat sarapan, kuah kolaknya masih bersisa lumayan banyak. Sayang kalau dibuang. Masih ada sih pisang or ubi rambatnya, tapi mau dimasukkin lagi, udah kadung bosen, masa kolak lagi. Akhirnya saya bikin agar-agar ajah. Jadi, saya beli agar-agar yang bungkus kuning. Kuah kolaknya udah manis, ngak perlu ditambah gula lagi. Trus, ada biskuit gabin 4 keping, saya patah-patahkan, masukkan ke dalam loyang. Setelah agar-agar matang, tuang deh ke dalam loyang. Biarkan hingga beku, lalu masukkan ke dalam kulkas. Sajikan dingin-dingin, uenaaaaak! :)



12 Januari 2015

Menulis buku ini... seperti tengah "menampar" diri berkali-kali.

Menikah bukan sekadar memiliki seseorang yang akan menjadi sisian keseharian, menikah berarti juga berjalan bersisian dan bergandengan tangan bersama menggapai SAMARA... (Oci YM)


8 Januari 2015



Sekarangkan lagi musim hujan nih. Di Pekanbaru, siang lumayan panas, ntar sore pas mau maghrib gitu, udah hujan aja. Waaaaaah... enak juga kalau makan yang anget-anget yah. Rencananya mau bikin soto, tapi boseeeen soto mulu. Mendadak, kebayang tahu bakso, yummmmmmy!!! Bisa sih beli, tapiiii pengen porsi yang banyak. Lagipula, kalau beli itu pasti pake MSG, sementara di rumah, masakan saya bebas MSG.


Akhirnya, bikin sendiri!. Puaaaaaas deh, bisa makan berporsi-porsi hihihi... walaupun baru pertama kali bikin, rasanya nggak kalah deh sama buatan abang tukang bakso :D
Buat teman yang pengen nyobain bikin sendiri, boleh sontek resep saya yang super duper gampang dan praktis gitu. Cocok buat mak-mak rempong kaya' kita.

Bahan dan cara membuatnya

Bahan:

Baksonya:
  • Tahu 15 buah (potong 2 miring, jadi berbentuk segitiga, goreng)
  • Ayam 1/4 (bagian dada, haluskan)
  • Bawang putih 5 siung (haluskan)
  • 1 sdt merica
  • garam secukupnya
  • 100gr tepung kanji
Kuah:
  • Tulang ayam (dagingnya sudah diambil untuk bakso)
  • 1 sdm merica
  • 6 siung bawang putih (goreng utuh, memarkan)
  • 1 ikat daun sup
  • 1 ikat daun bawang
  • Air (takarannya nggak tahu, setengah dandang ukuran sedang sih)
  • Garam dan gula secukupnya
Pelengkap:
  • Mie bihun jagung
  • Mie telor
  • Bawang goreng
  • Sawi hijau (kukus)
  • Daun sup (dipotong-potong halus)
  • Sambal
  • Saos
  • Kecap
Cara membuatnya:
  • Untuk membuat tahu baksonya, pertama kali bikin adonan baksonya. Daging ayam yang sudah dihaluskan (saya pake blender) dicampur dengan bawang putih dan garam, dan merica, lalu beri tepung kanji, uleni.
  • Tahu goreng dipotong satu sisinya, masukkan adonan bakso, lalu kukus. Nah, punya saya sisa adonan baksonya, tahunya habis. Jadi, adonan sisa saya bentuk bulat-bulat, rebus di kuah bakso.
  • Untuk kuahnya, rebus tulang ayam, sampai menjadi kaldu. Tambahkan daun sop dan daun bawang, merica, gula dan garam.
  • Siapkan mie bihun jagung, mie telor dan sawi hijau.
Jadiiiii deh, tata di dalam mangkok, sajikan dengan sambel, saos, dan kecap, juga taburan bawang goreng, nikmaaaaaaaat!!!




 
 inih porsi Si Abi, ada tulang dan
pake mangkok yang ada gambar ayamnya
 

7 Januari 2015


Yeaaaaaay! Nai udah tumbuh gigiiiii... Tapiii... gigi susunya belum goyang sama sekali. Jadi, gigi barunya tumbuh di belakang gigi susunya. Tumbuhnya juga agak miring. Haduuuuh... saya sempet khawatir giginya bakal berantakan ntar. Pertama kali ngalami hal ini, saya sempet bingung juga harus gimana. Si Abi bilang, tenang aja, ke dokter gigi, cabut deh gigi susunya. Ya ampuuuun... emang yah si Ummi, gituan aja dibikin ribet :D

Nah, akhirnya kami pergi deh ke Rumah Sakit. Ampuuuuun... antriannya puanjaaang. Kasihan adek Khai, baby kan nggak baik lama-lama di RS. Mau nggak ikutan, saya ngerasa sayang juga kalau nggak mendampingi Nai pertama kali dia cabut gigi. Laluuuu... nyerah deh. Akhirnya kami ke klinik kecantikan gigi, Perfect Smile. Haduuuuuh... segitunya banget yak, buat nyabut gigi susu aja. Bukan apa-apa sih, saya udah 3 kali ke klinik ini, waktu saya bermasalah dengan gigi dan gusi. Saya ngerasa nyaman aja di sini.

Sesampainya di klinik, nggak pake nunggu lama, kami bisa langsung masuk ke ruang dokter. Jadi, kata dokter, gigi susunya emang harus dicabut. Trus, biar giginya yang tumbuh miring itu ntar bisa rapi, Nai kudu sering-sering dorong giginya pake lidah. Moga aja yah ntar giginya beneran bisa rapi, anak wedok gitu lho :D

Nyabut giginya nggak lama, bentar doang. Yang cabut gigi Nai, yang deg... degan Umminya. Nai sama sekali nggak takut. Malah dia yang heboh banget pengen cabut gigi. Daaaaan... Nai bilang emang nggak sakit. Waaaah keren drg. Amiatun, SPOst, Nai diajak ngobrol, trus gusi di sekitar giginya diolesin apaaaa gitu, trus di suntik bius (suntiknya nggak kaya' suntik biasanya), trus dicabut deh.

Bayarnyaaaaaa? sebanding deh dengan kenyamanan dan pelayanan. 5 kali lipat dari harga RS :D

 Awalnya, wajah Nai tegaaaang :D

5 Januari 2015


Beneraaaaan, ini tuh godok pisang hihihi... ada yang protes, kok godok pisang bisa rapih gini yak, beda dari kebanyakan. Maklum, yang inih udah dimodifikasi. Biasanyakan godok pisang itu bahannya tepung terigu, pisang, sedikit gula, dan garam. Bentuknya juga nggak beraturan. Nah, kalau yang ini agak beda resepnya. Nggak cuma lebih "cantik", rasanya juga lebih enak. Langsung aja yak ^_^

Bahan:

  • Pisang 6 buah
  • Tepung 200gr
  • Susu UHT 100ml
  • Ragi 1 sdt
  • Garam seujung sdt
  • Gula 1 sdt
  • Telur 1 butir
Cara membuatnya:
  • Kocok telur, gula, dan masukkan susu UHT
  • Tambahkan pisang yang telah dilumatkan
  • Masukkan ragi lalu tepung, dan terakhir garam
  • Kacau sampai rata, lalu diamkan 30 menit
  • Bentuk adonan bulat-bulat dengan menggunakan 2 buah sendok, lalu goreng 

4 Januari 2015

Assalamamu'alaikum... hai... hai... temans, pembaca setia serba-serbi hari Ummi :)

Udah 2015 yak. Postingan pertama nih. Banyak blog yang saya baca, postingan awalnya heboh ngomongin resolusi. Ada juga yang nggak pake resolusi-resolusian, tahun baru islam udah lewat. Yah, terserah sih, buat yang buat resolusi juga nggak masalah, karena kalender yang dipakai kalender masehi. Ada spirit yang berbeda aja pas udah ganti kalender baru. Moga aja, semangat untuk mencapai resolusinya melebihi semangat pas nulisnya yak *nunjuk idung sendiri :D

Saya sendiri, ada rasa untuk memperbaiki diri dalam interaksi saya di sosmed. Saya pengen lebih cerewet hihihi... Keseringan jadi silent reader sih ya. Padahal, sampai saat saya nulis postingan ini, saya punya 1.818 teman FB,  393 followers Twitter, dan 88 oarang followers web ini. Lumayan banyakkan yah. Walaupun hanya 20% orang yang saya kenal dengan baik di dunia nyata, sisanya 80% adalah teman penulis, blogger, pembaca buku saya, or orang-orang yang pernah datang saat saya menjadi pembicara di sebuah acara. Pengen deh silaturahmi lebih intens, nggak cuma setor jempol, ngeretweet, or cuma baca doang. Trus, pengen juga nulis status, ngetweet, or posting lebih sering.

Aslinya, saya bukanlah orang yang termasuk ke dalam kategori pendiam. Kalau yang udah kenal saya, bakal bilang saya itu orangnya rame hehehe...  bahkan buat yang udah lamaaaaa banget kenal saya, bakal bilang kalau saya itu ngomongnya sering nggak pake titik koma :D
Tapiiiii... kalau di sosmed kok beda yak, kaleeem. Bukan karena pencitraan temans, sama sekali bukan.

Hmmmm... makasih banget buat orang-orang yang tulisannya sangat inspiratif, berisi, tak emosi, dan tak menggurui. Bukan berarti kita tak bisa seperti mereka, bukan?. Tak perlu sehebat tulisan para motivator terkenal, karena setiap orang bisa memotivasi orang lain.

Tetaplah menulis tentang kebaikan, karena tak ada orang yang bisa menyenangkan semua orang...

Tetaplah aktifkan alaram empati, agar bisa meminimalisir yang akan merasa tersakiti...

Daaaaan... yang terpenting, jaga niat. Saat merasa niat mulai melenceng, tekan tombol delete. Sungguh, semua yang kita tuliskan memiliki pertanggungjawaban yang sama dengan yang dilisankan.