30 September 2012


Tadinya pengen nulis banyak hal, eh pas laptop udah hidup, blog udah kebuka, yang mau ditulis malah nguap entah kemana. Sering banget ngerasa seperti itu, giliran gi berjibaku sama pekerjaan rumah, ngajak main Nai, jalan-jalan, atau bahkan gi di kamar mandi, ide buat nulis datang dan berseliweran seakan mau meledak jika tidak dituliskan.

Nah, parahnya kalau itu berkaitan dengan naskah untuk buku yang kita tulis. Salah seorang teman mengatakan, laptop atau komputernya selalu ready, jadi nggak ada matinye, pas ada yang mo ditulis langsung deh ketak-ketik, bis itu balik lagi ke apa yang dikerjakan sebelumnya. Whuaaaaa… kasian juga yah tu laptop atau komputer.

Kalau saya pribadi sih, tinggal sediakan kertas dan pensil ajah. Tapi berhubung sering direcoki Nai (dipakai buat gambar atau bikin kapal), akhirnya saya tulis aja di note HP jadul saya. Lumayaaaaan… setidaknya ide tersebut nggak terbang dan nanti bisa ditulis kembali, kalau masalah feel yang berkaitan dengan moodnya bisa diakali dengan lihat tanggal deadline yang udah dilingker gede-gede hihihi…

Memang the power of kepepet itu lumayan ampuh untuk diterapkan diberbagai bidang, termasuk menulis. Eits… tapi nggak sembarangan juga, minimal seluruh referensi udah di tangan, jadi bukan berarti mulai dari 0 besar, karena hasilnya nggak akan maksimal atau bahkan berasa nggak “bernyawa”. Sedari awal, kumpulkan referensi, baca-baca buku sejenis atau BW, sehingga kita punya gambaran seperti apa kita akan menuliskannya kelak dan apa yang berbeda dari yang kita tuliskan.

Wah, ternyata cuap-cuap saya panjang juga yah, padahal awalnya sedang diliputi rasa bingung untuk menuliskan apa hihihi… ^_^

29 September 2012



Di rumah gi banyak banget kentang, tapi belum juga dieksekusi di dapur. Beberapa kentang malah udah tumbuh akarnya hehehe… *kalau ditanam tumbuh nggak yah

Biasanya, Oma Nai bakal bikin pergedel. Tapi, berhubung Ummi gi kumat rajinnya hihihi… akhirnya dibikin bola-bola kentang ala Ummi.

Bahan-bahannya (masih nggak pakai takaran hehehe…)
Kentang, ayam, wortel, tepung terigu (dikiiit), keju, tepung roti, telur, bawang putih, bawang Bombay, daun sup, merica, garam, dan sedikit gula.

Cara buatnya gampang banget, kentang direbus, ayamnya juga. Setelah itu kentang dihaluskan, kalau ayamnya saya siwir-siwir kasar ajah.

Untuk bumbunya, bawang putih digiling halus dengan diberi garam secukupnya, tambah merica (saya pakai merica bubuk), sedangkan bawang bombay dan daun sup diiris-iris. Untuk wortel dan keju, saya parut halus.

Campur deh semuanya ke dalam satu wadah, diaduk sampai tercampur rata, beri sedikiiiit gula (saya nggak pakai penyedap), tambahkan sedikit tepung terigu. Setelah itu sediakan telur yang dikocok lepas, juga tepung roti. Bentuk adonan bulat-bulat, celupkan ke dalam telur, lalu tepung roti. Nah, terakhir tinggal goreng dengan api kecil, jadi deh ^_^
Nai dan abinya suka banget. Alhamdulillah...



26 September 2012


Hari ini, untuk kedua kalinya saya “tersentil”. Mungkin semua sudah sangat familiar dengan istilah jam karet. Istilah negatif tersebut, sayangnya identik dengan kebanyakan manusia di Indonesia. Kalau ada janji, ngaret. Datang buat rapat di kantor, ngaret. Memulai suatu acara, ngaret. Hmmmm… dan untuk alasan yang dikemukakan juga bermacam-macam, tapi sepertinya alasan yang berada diurutan teratas adalah MACET.

Ya sudahlah, saya bukan ingin membahas masalah macet atau mendata alasan apa saja yang biasa diungkapkan seseorang ketika ia ngaret. Saya hanya ingin bercerita tentang diri saya sendiri yang ngaret hanya 1 menit, ya 1 menit yang harus saya bayar dengan 1 jam.

Ceritanya gini, hari ini saya ada janji dengan dosen pembimbing tesis saya untuk bertemu di kampus, untuk melakukan bimbingan. Waktu yang disepakati adalah pukul 12 siang. Saya berangkat dari rumah memang sedikit agak terlambat, terlebih sempat mampir dulu untuk menyelesaikan urusan  kerjaan suami. Sementara, untuk sampai di kampus butuh waktu kurleb 1 jam (kalau macet), ngebut bisa ½ jam hehehe... so normalnya kira-kira sendiri aja yah ^_^

Dengan memakai sepeda motor, menerobos ramainya lalu lintas di tengah matahari yang bersinar garang *lebay
Kami (saya, suami, dan Nai) berhasil sampai di kampus jam 12 kurang 3 menit. Sesampainya di parkiran kampus, saya langsung ambil jurus langkah kaki seribu menuju ruang dosen yang berada di lantai 2 *busyeeeeet... aseli ngos-ngosan
Sesampainya di ruangan, celingak-celinguk eh ternyata no body’s perfect eh salah, yang benar tidak ada orang sama sekali.

Saya duduk dan melihat jam tangan, ternyata waktu menunjukkan pukul 12 lewat 1 menit. Setelah mengatur nafas, saya lalu menghubungi dosen saya tersebut, tapi di reject. Oke lah, akhirnya saya sms, tapi nggak dibalas. Tiba-tiba, ada seorang dosen (dosen saya waktu S1 dulu) menghampiri. ”Ci, ngapain di sini?.” Sapa Pak dosen.
”Mo bimbingan tesis dengan Pak Gus.” Jawab saya.
”Pak Gus barusan aja turun, dia bilang mau ke lemlit.” Ujar dosen saya santai sambil tersenyum.
Yah, apa mau dikata. Semua orang tahu kalau Pak dosen saya itu adalah seseorang yang on time. Jadi, seandainya kami lewat jalan yang sama, mungkin kami akan berpas-pasan. Sayangnya, saya lewat belakang dan Pak dosen lewat depan.
Akhirnya, saya coba untuk menelepon lagi, kali ini diangkat dan saya diminta untuk menunggu di ruangannya.

Membayar keterlambatan saya yang 1 menit tadi, saya harus menunggu Pak dosen kurleb 1 jam. Untung saja saya ditemani dengan 2 orang dosen semasa saya kuliah S1 dulu. Ngobrol macem-macem, sehingga waktu berjalan tidak berasa menyiput. Cuma, Nai yang heboh, si Abi harus ngajak jalan-jalan dulu dan jajan.

Pak dosen yang ditunggu akhirnya datang. Beliau mengambil tesis saya dan bilang akan membacanya dulu, 2 hari lagi silahkan jemput di rumahnya. Untuk diketahui, rumah Pak dosen tidak terlalu jauh dari rumah saya hehehe... Cuma itu, lalu saya pamit. Pertemuan yang sangat singkat bukan, dibandingkan waktu untuk menunggu.

Hebat, saya salut akan konsistensi dosen saya yang satu ini untuk on time. Saya pribadi masih sering ngaret, terlebih saat masih mengajar dulu. Kali ini, saya kembali diingatkan tentang betapa berharganya waktu, karena time not is money, tapi waktu adalah pedang. Waktu siap untuk menebas siapa saja yang tidak menggunakannya untuk kebaikan dan kemuliaan. Oke deh, karena waktu sudah menunjukkan pukul 23.25 wib, maka sudah saatnya saya menuju peraduan, untuk beristirahat dan bangun disepertiga malam nanti untuk bermesraan dengan-Nya   ^_^



Untuk mengetahui arti SATU TAHUN, tanyakan pada siswa yang tidak naik kelas.

Untuk mengetahui arti SATU BULAN, tanya pada ibu yang melahirkan bayi prematur.

Untuk mengetahui arti SATU MINGGU, tanya pada editor majalah mingguan.

Untuk mengetahui arti SATU HARI, tanya pada buruh harian yang punya enam anak untuk diberi makan.

Untuk mengetahui arti SATU JAM, tanya pada orang yang sedang mengerjakan ujian.

Untuk mengetahui arti SATU MENIT, tanya pada orang yang ketinggalan kereta.

Untuk mengetahui arti SATU DETIK, tanya pada seseorang yang selamat dari kecelakaan.

Untuk mengetahui arti SATU MILIDETIK, tanya pada seseorang yang memenangkan medali perak di Olimpiade.
Ini adalah beberapa bekal kesukaan Nai, bekal yang simple dan enaaaaak. Made in Dhewe 

^_^



Nasi, tumis worbun (wortel dan buncis), dan cumi keriting (cumi tepung)


 Roti manis isi keju dan coklat


 Dadar gulung ceria


 Roti bakar isi keju dan meises

Spaghetty saos egg


Besok-besok, pengen coba bikin bento ah, doain ummi sukses yah ngebento ^_^

23 September 2012


Cerita Kita

Malam ini mangkuk kita tertukar

Kau dengan semangkuk mie baksomu dan aku dengan semangkuk mie ayamku
Kita tidak duduk di pojokan atau di bawah cahaya lampu remang-remang
Tapi di depan
Saat mata kita dengan leluasanya memandangi jalan
Menikmati percik air hujan yang sempat mampir di tangan kita

Malam ini mangkuk kita tertukar
Kau dengan semangkuk mie baksomu dan aku dengan semangkuk mie ayamku
Hanya kursi dan meja papan tanpa cahaya lilin dan bunga setaman
Tak ada musik klasik hanya deru rinai hujan


"Masihkah kau ingat malam terakhir perjumpaan kita?"

Lirih suaraku menghembuskan kabut. Kabut yang sama kutemui di hitam pekat matamu. Kau tak memandangku, hanya memainkan garpu bengkok yang tergenggam oleh tangan kirimu. Sementara rinai hujan diluar sana mulai berganti deras. Deras yang menempiaskan sejuk dan hunjam tetesannya mengenai tubuh kita.

Tapi engkau masih enggan beranjak. Meski disekeliling kita orang-orang telah riuh bergerak. Ingin kutarik tanganmu untuk segera menjauh. Menjauhkan tubuh dan mangkuk-mangkuk kita dari terpaan hujan yang kian deras. Namun bekumu menulariku. Aku bergeming.


Lalu, tiba-tiba dentingan garpu bengkok yang beradu dengan mangkuk itu berhenti. bukan karena telingaku yang tidak lagi mampu menangkap iramanya, yang tak mungkin menyaingi dentingan suara air mengguyur deras atap seng berkarat di atas kita.


"Tentu saja. Aku masih ingat saat itu kau memakai baju hitam, bahkan aroma nafasmu yang bau bawang". kau menatapku kelam.

"Saat itu kau juga datang bersama rinai hujan". sesaat matamu menerawang.

"Lalu kau bilang, aku suka baju hitam, menyamarkan badanku yang mulai terlihat seperti bola bakso". mendadak ada segaris senyum tipis menghias bibir tebalmu.

Aku terdiam. bekumu yang perlahan mencair membuat ku kelu.


Aku hanya bisa tertawa. Namun tawaku terdengar sumbang. Begitupun tarikan senyummu, dimataku tampak lebih mirip seringai vampire.


Apa sesungguhnya tengah terjadi? Antara kau dan aku?
Mengapa detik perjumpaan ini tak seperti yang kita bayangkan dan harapkan? Kenapa kau menjelma sosok asing dimataku?

Klentinggg! bunyi denting garpu yang menghentak nyaring pinggiran mangkukmu mengagetkanku, membuat dadaku terangkat dan nafasku tercegat.

"Kita putus!" Lirihmu menggelegar. Seperti sebuah ultimatum tanpa sanggahan.

Aku mencoba untuk tetap tenang, meski perasaanku tidak jauh berbeda dengan langit yang bergemuruh di tengah hujan ini.


"Untuk dua kata itukah kita bertemu?. untuk kata yang seharusnya kau ucapkan disaat terakhir perjumpaan kita tiga tahun yang lalu".

Aku sadar, suara yang keluar dari mulutku mulai bergetar. Mataku terasa panas, ada sungai yang mendesak untuk mengalir deras, namun aku bendung dan tak tahu sampai kapan bendungan itu akan bertahan.


"Ini mungkin akan terasa berat, tapi percayalah, ini akan jadi keputusan yang terbaik bagi kita." Kau masih bergeming dengan ultimatummu. Sementara sepasang sendok dan garpu di mangkukmu telah berada dalam posisi bersilangan dan tertutup. Pertanda bahwa kehadiran mangkuk itu diantara kita saat ini pun tak lebih dari sekadar basa-basi, seremoni yang gagal menghangatkan situasi yang terlanjur beku.


"Baiklah, jika tak ada lagi yang bisa dipertahankan, dan tak ada lagi yang bisa merubah keputusanmu." Aku bangkit dari kursi. Meninggalkan mangkukku yang juga masih utuh, dengan sepasang sendok dan garpu tertutup bersilangan diatas kuah yang telah berhenti mengepulkan asap.


Ah, aku selalu menyukai hujan, saat hujan mengguyur tubuhku, lagi-lagi aku terselamatkan karena air mataku takkan pernah kau tangkap, tersamarkan oleh tangis langit.


Malam ini mangkuk kita tertukar
Kau dengan semangkuk mie baksomu dan aku dengan semangkuk mie ayamku
mangkuk terakhir kita, selamanya..


Gambar Pinjem di Sini

Cerita di atas adalah cerita iseng via inbox antara saya dengan Mbak Riawani Elyta yang seorang novelis keren. Nggak nyangka Mbak Lyta mau meladeni saya yang gi pengen banget bisa nulis fiksi. Ayooo coba ditebak yang mana bagian saya dan yang mana bagian Mbak Lyta ^_^

Sedikit dokumentasi saya pada even PON 2012 di Riau. Kalau cerita tentang PON yang kontroversial, saya nggak ikutan nulis, cuma nyimak ajah hehehe... ^_^



 Nonton Bareng, Pembukaan PON di Riau Expo Lapangan MTQ Pekanbaru


 Stadion Utama


 Area Stadion Utama


Area Stadion Utama


Pertandingan Baseball Antara Riau dengan Bali

21 September 2012


Meski ku rapuh dalam langkah
Kadang tak setia kepadaMu
Namun cinta dalam jiwa
Hanyalah padaMu


Maafkanlah bila hati
Tak sempurna mencintaiMu
Dalam dadaku harap hanya
DiriMu yang bertahta

Detik waktu terus berlalu
Semua berakhir padaMu

(Rapuh by Opick)



Pagiii... dunia.

Kalau Tere Liye bilang, pagi itu adalah waktu yang paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang dipersawahan, hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampaui lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi. (Sunset Bersama Rosie)

Sedangkan sahabat maya saya Mbak Shabrina WS bilang, pagi adalah harapan senja kemarin.

Bagi saya, pagi adalah suatu kesempatan untuk memperbaiki diri. Bersyukur bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk hidup. Pagi, bisa jadi start untuk menebar kebaikan, menjadikan diri sebagai manusia yang bermanfaat bagi sekitarnya.


Pagi, berarti berakhirnya seperempat malam saat bermesraan dengan-Nya. Pagi, awal sedekah tubuh pada-Nya lewat dhuha. Pagi, bertebaran di muka bumi untuk menjemput rezeki dari-Nya. Pagi, penentu apakah hari akan ditutup dengan menjadi lebih baik dari hari sebelumnya.

Pagi, memang selalu indah. Tarikan nafas serasa nikmat yang tiada tara. Alhamdulillah... masih diberi nikmat islam, masih diberi nikmat makan, masih diberi nikmat tidur, aib masih disembunyikan oleh-Nya, masih diberi nikmat berkumpul dengan orang-orang yang dicinta, masih diberi begitu banyak nikmat yang tidak akan mampu untuk dihitung banyaknya.

 “Fabiayyi alai rabbikuma tukadziban”
(Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?)

Temans... semoga kita selalu bersyukur akan datangnya pagi, bagaimanapun ketetapan-Nya akan hari ini yang kita jalani ^_^




18 September 2012


Waktu BW di blognya Mbak Octaviani Nur Hasanah, ada resep roti yang komplit banget dengan cara pembuatannya. Berhubung di rumah gi banyak banget tepung terigu, nggak ada salahnya Ummi coba buat. Apalagi semua bahan udah tersedia, maklum aja karena ummi sekarang gi rajin bereksperimen di dapur untuk bikin camilan buat Nai.

Untuk resep lengkapnya bisa dilihat di sini ya ^_^

Bikinnya ternyata memang gampang banget. Sebagai orang yang baru pertama kali bikin, hasil roti saya lumayanlah hehehe...


Adonannya saya uleni sendiri pakai tangan, trus saya bentuk jadi mungil-mungil (pengen kaya’ roti unyil). Untuk isiannya pakai keju dan meises.


Setelah terbentuk, saya diamkan dulu sebentar. Setelah itu baru saya panggang. Tapi, saya manggangnya nggak pakai oven lho, oven yang ada di rumah sama dengan oven Mbak Octa, oven hock gede yang jadul banget. Karena males buat turunin tu oven dari atas lemari, akhirnya saya panggang pakai multi pan ajah. Alhamdulillah tetap jadi, Cuma warnanya aja yang agak pucat, nggak secoklat kalau pakai oven.



17 September 2012


Pernah nggak sih merasa benci banget sama seseorang?. Kalau melihat dia, bawaannya pengen maraaaah ajah, trus bikin hari yang tadinya indah seindah pelangi, mendadak jadi abu-abu. Mungkin rata-rata pernah yah, demikan juga dengan saya. penyebabnya bisa macam-macam, dari yang realistis sampai yang nggak realistis hihihi... maksudnya, dari penyebab yang dibenarkan *eh, emang ada benci yang dibenarkan? Hihihi... sampai dengan penyebab yang nggak dibenarkan.

Kalau ngomongin kategori penyebab yang nggak dibenarkan, saya punya sebuah cerita. Ini terjadi sewaktu saya masih duduk dibangku SMP. Waktu itu, saya benci banget dengan temen saya si Badu (bukan nama sebenarnya, yang namanya Badu maap yeee...). Pokoke benciiiii... dah, Cuma karena saya tu nggak suka dengar suara dia kalau lagi ketawa. Ditelinga saya, suara tawanya itu terdengar seperti suara kuda hehehe... *Padahal ketawa itu HAM yah

Gambar dari sini

Dulu, bawaannya sebel banget. Terlebih dia orangnya seneng banget ketawa, yang nggak lucu juga sering diketawainnya *aneh yak, atau selera humor saya yang rendah
Jadi, saya pasti menghindar jauh-jauh. Berusaha untuk tidak terlibat apapun dengannya, baik belajar kelompok, atau ekstrakurikuler, alergiiii...

Kebayang deh gimana saya waktu itu *nggak layak banget ditiru
Sampai suatu hari, untuk pertama kalinya saya pulang sekolah pakai angkot, karena mendadak tidak ada yang bisa menjemput, sementara saya ogah buat nunggu. Habisnya, di rumah majalah remaja saya sudah menanti untuk dibaca. Nah, saat itu terjadilah sebuah peristiwa yang mengharukan *lebaaay

Di saat perasaan saya sedang campur aduk, antara takut, gerah, agak semaput dengan bau aneka bebauan termasuk asap rokok *maklum karena baru pertama kali
ada sesuatu yang menjadi pelengkap penderitaan saya waktu itu, uang saya hilang!. Gaswaaaat! Saya panik dong, mau bayar angkot pakai apa coba. Seandainya naik taxi, mungkin saya nggak akan sepanik ini, tinggal bayar di rumah, beres. Tapi ini angkot, angkot ini juga berhentinya nggak pas di depan pagar rumah saya, saya harus jalan dulu sekitar kurleb 10 menit *kalau nggak naik ojek

Saya yang memang sedari awal udah keringetan, makin keringetan seperti orang yang baru habis lomba lari 1 km hehehe... Tapi tiba-tiba, terdengar sebuah suara yang bilang ”Pinggir bang!” Saya merasa sangat mengenali suara itu. Yup... itu adalah suara si Badu, saya nggak nyangka kalau saya ternyata satu angkot dengannya.

Rumah saya dan Badu ternyata searah, tanpa sengaja kami menaiki angkot yang sama. Saat turun dari angkot, Badu langsung ngomong ke sopir ”Pak, 2 yah sama temen saya yang itu” sambil menunjuk ke arah saya. Huwaaaaaa... saya berasa diguyur es!, ini untuk pertama kalinya saya merasa begitu beruntung bertemu dengan si Badu. Saya menjadi terharu, sambl di dalam hati teriak Tengkiyu my hero!.

Semenjak kejadian itu, saya akhirnya bisa berubah. Berubah menjadi baik? Hmmmm.... nggak juga, setidaknya nggak jadi benci-benci amat atau alergi dengan keberadaannya hihihi.... Sayangnya, sekarang saya baru ingat bahwa saya belum mengucapkan terima kasih padanya.

Saya sadar, perasaan saya dulu itu sangat keterlaluan. Tapi, Alhamdulillah Allah menegur saya dengan cara yang indah. Menyadarkan saya bahwa sebagai sesama manusia, tidak selayaknya saya membenci. Perasaan benci yang akhirnya membuat saya sering mengolok-olok dia, memberikan julukan atau panggilan yang bisa jadi sangat tidak disukainya *ya iyalah, moso' disamain dengan kuda

Saya berharap, suatu hari semoga saya bisa bertemu dengannya kembali, untuk minta maaf dan juga mengucapkan terima kasih.



Pekanbaru, di pinggiran sungai Siak..

Mak duduk termenung di halaman belakang rumah ditemani dengan lima ekor ayamnya, yang kesemuanya berwarna hitam. Dengan wajah kusut dan mata yang menerawang jauh entah kemana. Padahal, di ruang tamu sedang ramai orang yang bolak-balik berdatangan sejak semalam. Aku urung untuk mendekati Mak, lalu melangkahkan kakiku ke tempat dimana suara nyaring Kak Ita berasal.

“Kak Ita, cobalah kau tengok emak, ada apa gerangan yang membebani pikirannya?”. Ujarku kepada kakakku Ita yang sedari tadi sibuk ketawa-ketiwi di ruang tamu bersama Cik Midah dan tetangga lainnya.

“Manalah aku tahu, sudah hampir seminggu dia begitu, makanpun hilang selera”. Kak Ita menjawab, jawaban yang cukup mengagetkanku.

Memang, sudah hampir seminggu ini aku berangkat kerja sehabis subuh dan baru pulang lewat tengah malam. Aku mendapatkan tawaran kerja tambahan, lumayan untuk membantu emak agar asap dapur kami tetap mengepul. Menjalankan tugasku sebagai tulang punggung keluarga ini sejak abah tiada. Sedangkan kakakku Ita, perawan tua yang sukanya membual ke rumah-rumah tetangga. Emak juga sudah bosan menasehati, apalagi menjodohkannya. Selera kak Ita terlalu tinggi, nak hidup senang, makan enak, dan belanja ke mall saja pikirannya. Inginnya mendapatkan suami yang pengusaha berdasi atau PNS yang duduk di kursi empuk dan basah. Aku pusing, habis banyak dah uangku untuk beli bedaknya tapi tak juga dia dapat jodoh orang kaya.

Seperti sekarang, dengan santainya dia membual bersama cik Midah dan para tetangga tanpa memperdulikan emak. Padahal, sebelumnya Cik Midahlah orang yang paling enggan ia temui. Selalu saja ia kucing-kucingan. Sekarang, sudah seperti anak kembar saja dia dengan cik Midah.

 “Jangan sampai lupa kau Ita, aku mau semua tanda tangan para juri tu”. Ujar cik Midah berapi-api.

  “Ah, tak payahlah tu cik, asal hutangku kau lunaskan. Nanti aku kasih bonus foto aku bersama artis-artis tu, pajanglah di kamar”. Alamak, ternyata kak Ita ada maunya juga.

 “Memanglah kau Ita, sudah aku kasih toleransi sama emak kau untuk bayar sewa rumah ni, sekarang kau minta pula hutang lunas”. Cik Midah geleng-geleng kepala.

“Aduh cik, itu belum seberapa, nanti kalau El menang, kami beli sekalian rumah jelek ini, kami bangun jadi rumah mewah, El itu bakal sukses seperti Lyla dan Geisha, tau tak!”. Kak Ita tak mau kalah.

“Ah!, jangan banyak cakap kau Ita. Berkat sms aku tu, mana ada kau uang tuk beli pulsa”. Cik Midah tetap merasa paling berjasa.

Semakin ribut saja mereka berdua. Untung acara yang menampilkan El di televisi segera dimulai. Kalau tidak, semakin panjang saja perdebatan mereka.

“Mak, apa gerangan yang risaukan hati mak?, rindu El?, tak lama lagi mak nak jumpa dengan dia, tapi mengapa terlihat sedih”. Akhirnya aku menghampiri mak dan bertanya.

“Mak pusing karena tak ada baju bagus, malu nanti si El”. Mak berkata lirih.

***

Jakarta, di ruang tunggu salah satu TV swasta nasional..

“El, lusa mak kau jadi ke Jakarta?”. Pria gembul itu bertanya.

“Tentu saja jadi, harus karena di undang sponsor”.

 “Pasti mak kau bangga, anak bungsunya yang pengamen ini bisa jadi artis”.

“Tapi malu aku bang, kalau mak datang, diwawancarai, dan masuk TV dengan dandanan kampungannya”.

“Ah bodoh kau!, itu malah bagus, akan semakin mengundang simpati banyak orang dan kau akan menang dengan polling sms terbanyak”.

“Betul juga bang!”. El tersenyum lega mendengar pernyataan calon menejernya itu.



Hidup itu seperti roda yang berputar. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah tersebut, yang berarti bahwa suatu saat kehidupan kita bisa berada dibawah dan bisa berada di atas. Lalu manakah yang lebih sulit, saat berada diposisi dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah? Mungkin kebanyakan akan menjawab dari atas ke bawah. Ibarat jatuh dari ketinggian, rasanya pasti sangat sakit.

Tidak heran, banyak orang yang merasa sangat sulit bertahan bila berada di posisi ini, bahkan bisa memilih untuk mengakhiri hidupnya. Sebaliknya, orang yang berada diposisi dari bawah ke atas, ibarat sedang menikmati hidup. Dalam artian positif, ia tengah menikmati hasil jerih payahnya selama ini. Tapi, tidak bisa juga dikatakan mudah saat menjalani posisi ini. Penyesuaian, ya penyesuaianlah yang harus dilakukan diposisi manapun kita berada.

Kembali pada posisi dari atas ke bawah, setidaknya itulah yang pernah saya rasakan dulu sekali. Saat sudah terbiasa dengan hidup yang serba berkecukupan, mendapatkan apa pun yang diinginkan, namun mendadak semuanya berubah. Buruk? Ya kondisi yang sangat buruk bagi saya dan keluarga, karena untuk tempat bernaung saja masih berbentuk ketidakpastian. Ah... padahal tidak ada kepemilikan manusia yang pasti di dunia ini, bukan?.

Tapi bersyukur, saat berada dikondisi tersebut, banyak hal yang akhirnya saya peroleh, melebihi kehilangan akan harta atau beralihnya status sosial. Salah satunya, saya menjadi sadar tentang betapa besarnya arti memberi (sedekah). Keluarga saya tidak mengajarkan hal itu, seandainya harus bersedakah pun, cukup memberikan uang dengan nominal yang sangat kecil. Yang saya pelajari dari mereka, kekurangan atau kemiskinan itu adalah salah si peminta tersebut.

Hmmm... saya sekarang sadar bahwa itu hanyalah alasan yang dibuat-buat, bagaimana dengan bersedekah terhadap anak-anak yang berada di panti asuhan?, salah merekakah bila mereka akhirnya harus menjadi penghuni panti asuhan tersebut, menyandang status sebagai yatim piatu. Jika salah mereka, itu berarti menyalahkan Allah atas segala ketetapan-Nya. Jangan-jangan, itu cuma pemikiran  bahwa sedekah itu hanya akan mengurangi hartanya, padahal dengan bersedekah harta tidak akan berkurang, melainkan akan bertambah... akan bertambah. Ada yang tidak percaya?. Simak ayat dan hadist berikut:
Allah Ta’ala berfirman,
{وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ}
“Dan apa saja yang kamu nafkahkan (sedekahkan), maka Allah akan menggantinya, dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya” (QS Sabaa’:39).

Dan dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ»
“Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan, serta tidaklah seseorang merendahkan diri di (hadapan) Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya”.

Masih tidak percaya? Hey... Allah tidak akan berhutang, apalagi berbohong. Allah itu Maha kaya, pemilik segala apapun yang ada di langit dan di bumi. Jadi lucu juga yah kalau kita umatnya malah sangat pelit untuk bersedekah atas rezeki yang telah Allah berikan. Bahkan, Allah Maha baik, sedekah yang kita lakukan akan berpulang manfaatnya untuk diri kita sendiri. Harta tidak hanya menjadi berkah, tapi juga terjaga. Tidak hanya harta, demikian dengan diri kita sendiri (terhindar dari celaka), bahkan sedekah juga dapat memperpanjang usia. Setelah bersedekah, kita bisa berdoa kepada Allah untuk memudahkan urusan /hajat kita. Luar biasa bukan?.

Alhamdulillah... sekali lagi saya bersyukur karena pernah mengalami masa-masa itu. Kalau nggak, saya mungkin tetap akan menjadi orang yang sombong, orang yang selalu bergantung kepada orang lain. Padahal hanya Allah yang berhak untuk sombong, dan hanya Allah tempat yang layak untuk kita bergantung.

Ini yang harus kita pahami bahwa sebagai manusia, kita semua pasti diuji. Tapi kita haruuuuus selalu ingat bahwa Allah tidak akan menguji manusia diluar batas kesanggupannya. Kerennya lagi, dibalik kesulitan itu ada kemudahan, dibalik kesulitan itu ada kemudahan. Tinggal bagaimana kita bisa mengumpulkan semua hikmah yang terserak dari berbagai kejadian di dalam hidup ini.




Gambar dari sini

So, if you give more, you will get even more!.
Don’t forget, believe it.

Bersedekah jangan nunggu kaya
Tapi, bersedekahlah biar kaya
Alangkah indah
orang bersedekah
dekat dengan Allah
dekat dengan surga

Takkan berkurang
harta yang bersedekah
akan bertambah
aka
n bertambah

Allah Maha Kaya
yang Maha Pemurah
yang akan mengganti
dan membalasnya
Allah Maha Kuasa
yang Maha Perkasa
semoga kan membalas surga

Oh indahnya
saling berbagi
saling memberi
karna Allah

Oh indahnya
saling menjaga
saling mengasihi
karna Allah
Allah.. Allah.. Allah.. Allah.. Allahu ya Rahman

(Sedekah, by Opick)

16 September 2012


Gambar dari sini

Lewat ROHIS, Allah memberikan hidayah sehingga akhirnya saya menutup aurat
Lewat ROHIS, saya menjadi kaya akan ilmu dunia akhirat
Lewat ROHIS, tali persaudaraan sesama muslim terasa begitu erat


Sedih sekaliiii... rasanya, saat salah satu media TV nasional menyampaikan kampanye provokatif terhadap ROHIS. Pada tanggal 5 September lalu, tayanglah sebuah program dialog dengan narasumber guru besar Universitas Islam Negeri Jakarta, mantan kepala Badan Intelijen Negara, dan seorang pengamat terorisme.

Dalam dialog tersebut, ditayangkan 5 pola rekrutmen teroris muda, salah satunya adalah melalui ekstrakurikuler di masjid-masjid sekolah.

Gambar dari sini

Nah, pertanyaannya adalah apakah ada ekstrakurikuler di sekolah yang dilakukan di masjid-masjid selain ROHIS?

Memang dalam dialog tersebut tidak disebutkan secara langsung, melainkan secara implisit jelas menjurus kepada ROHIS. Alangkah lucunya negeri ini. Jika tawuran antarpelajar menjadi sesuatu yang wajar saat ini, mengapa pelajar yang duduk melingkar di masjid sekolah untuk mengasah akhlak malah dibesar-besarkan, sebagai generasi muda teroris yang harus dibubarkan.

Sekalipun pihak TV swasta nasional tersebut sudah meminta maaf dan mengatakan hanya kesalahpahaman, tapi sungguh hal ini sangat disayangkan. Entahlah, entah apa lagi pemberitaan yang akan datang setelah sebelumnya ada pemberitaan mengenai wacana sertifikasi ulama.





13 September 2012

Manusia dikaruniai berbagai macam perasaan. Ia bisa merasa sedih, kecewa, terluka, atau bahagia. Seandainya bisa memilih, mungkin kita lebih memilih untuk menjalani hidup yang penuh dengan kebahagiaan saja, tanpa duka dan air mata. Tetapi, semua itu tidak mungkin. Sudah menjadi sebuah ketetapan bahwa dunia ini penuh dengan suka dan duka. Setiap perasaan yang dirasa adalah sebuah manisfestasi dari hidup yang tidak stagnant.

Seandainya dunia ini hanya ada kebahagiaan, dan seluruh manusia diliputi dengan tawa ceria, maka keseimbangan akan terganggu. Emosi menjadi tidak akan pernah stabil. Emosi dikatakan stabil apabila ada dua keadaan yang berbeda yang terwujud dalam diri yang satu.

Ada saat-saat tertentu kita bisa tertawa riang, namun kemudian kita juga bisa menangis bersedih. Sama halnya dengan perputaran hidup, terkadang kita berada di atas dan terkadang kita berada di bawah. Bayangkan bila hidup ini berjalan seperti itu-itu saja, tanpa ada emosi jiwa yang bisa membuat kita menangis. Kita tidak akan pernah mengenal arti dari bersabar dan ikhlas. Kita tidak akan pernah mengenal arti bahagia, karena bahagia ada jika kita telah merasakan pahitnya kesedihan.

Bukankah, kita tidak melulu menangis karena kesedihan? merasakan sebuah kebahagiaan yang membuncah juga mampu membuat kita mengeluarkan air mata.





Penasaran!, saya sungguh penasaran dengan isi novel hasil kolaborasi Mbak Riawani Elyta dan Mbak Shabrina WS ini, yang berhasil mengantongi juara pertama di lomba novel yang diadakan oleh Bentang Belia awal tahun 2012 lalu.

Sedari awal saya sudah mengetahui bahwa Mbak Riawani Elyta akan berduet dengan Mbak Shabrina WS dalam event ini. Mereka berdua adalah penulis favorit saya. Tentu saja novel Ping! ini menjadi salah satu novel yang harus saya miliki. Bahkan saya langsung memesannya ke penulisnya.

Saya yang sangat jatuh cinta dengan tulisan dan novel-novel Mbak Riawani Elyta yang cerdas, begitu juga dengan tulisan dan novel Mbak Shabrina WS yang bisa dikatakan berciri khas atau tidak jauh-jauh dari seputar dunia binatang (fabel), semakin terpesona dengan kepiawaian mereka meramu novel ini.

Saat membacanya, saya serasa ikut berpetualang. Petualangan yang manis sekaligus mengharukan. Bahkan, saya juga sempat menitikkan air mata untuk Ping!. Membaca kisah Ping si orang utan, pikiran saya langsung melayang ke sebuah Taman Nasional Tesso Nilo yang ada di Riau. Mungkin apa yang dirasakan Ping tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Gajah Sumatra ( Elephas maximus sumatranus ) salah satu spesies langka yang ada di sini.

Konflik antara gajah dan manusia yang berujung pada kematian beberapa gajah dan perambahanlah (untuk dijadikan pemukiman atau perkebunan sawit) yang menjadi salah satu penyebab semakin meningkatnya konflik tersebut. Selain itu, kemungkinan adanya pihak-pihak yang memanfaatkan konflik untuk mendapatkan gading gajah. Sepanjang Maret-Juni 2012 tercatat 7 kematian gajah di kawasan blok hutan Tesso Nilo. Kasus kematian yang terakhir ditemukan di konsesi perusahaan kayu akasia pada 7 Juni 2012, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan. Seekor gajah jantan muda ditemukan mati dengan kondisi gading hilang. (1)

Foto: (dok okezone)
Gambar dari sini

Miris, sediiiiih... sekali rasanya saat menyaksikan berita mengenai gajah-gajah ini, baik di media cetak maupun elektronik. Gajah "mengamuk", mereka kerap sekali dipersalahkan dan menjadi bulan-bulanan saat masuk ke pemukiman warga. Padahal, dari kawasan TN Tesso Nilo seluas 83 ribu hektare, sekitar 35 ribu hektare di antaranya sudah dicaplok warga dan pengembang perusahaan yang kemudian dialihfungsikan untuk perkebunan kelapa sawit dan permukiman penduduk. (2). Jadi, salahkah gajah-gajah tersebut?. 

Luka... ya, jejak-jejak itu bernama luka. Luka yang dirasakan oleh Ping si orang utan, gajah Sumatra atau hewan-hewan lainnya yang menjadi sasaran "nafsu" dan "kepentingan" manusia. Bukankah seharusnya kita bisa hidup berdampingan dengan damai? sehingga ekosistem menjadi tetap balance. Saya ingin kita, dan anak-anak kita kelak tetap bisa menyaksikan "penampakkan" hewan-hewan tersebut secara langsung. Bukan hanya di buku-buku atau ensiklopedi, dan jangan sampai mereka juga berlabel sebagai "hewan punah", berdampingan dengan Dinasaurus dan sebangsanya.

Gambar dari sini

Ping! A Message From Borneo. Novel remaja yang bergizi, yang tidak hanya menyajikan sebuah cerita, tapi juga kaya akan ilmu pengetahuan seputar orang utan. Mbak Shabrina WS memang tidak main-main, saya mengacungi 10 jempol untuk totalitas beliau dalam "melakoni" Ping. Terlebih, ketika saya membaca behind the scene nya. Sungguh, sebuah kolaborasi novel yang ciamik dari dua penulis keren yang belum bernah bertatapan muka secara langsung ini. Semoga banyak pembaca (khususnya remaja) yang menjadi lebih peduli terhadap satwa, seperti Molly dan teman-temannya.

Jadi, tunggu apalagi. Novel ini sangat layak bahkan harus Anda miliki ^_^

13 September 2012
Pekanbaru-Riau




Sinopsis:
Molly, gadis penyayang binatang tingkat akut. Ia nekat mengiyakan ajakan Nick, teman bule-nya, untuk ikut meneliti orang utan di hutan Kalimantan. Tanpa pikir panjang, Molly terbang menyusul Nick demi menemui langsung binatang yang hampir punah itu. Hitung-hitung sekalian liburan.

Di sela petualangannya, Molly bertemu dengan Archi, sahabatnya waktu SMA. Archi kini berbeda. Selain makin ganteng, ia juga menentang keras kegemaran Molly pada keselamatan satwa. Putra tunggal pengusaha sawit terkenal itu juga bersikap enggak ramah pada Nick. Liburan yang seharusnya asyik pun dirusak oleh pertengkaran.


Mungkinkah sikap Archi ini karena cemburu pada Nick? Atau ada hubungannya dengan bisnis sawit ayahnya?

Sementara bagian fabel bercerita tentang Ping, seekor anak orang utan, yang menyimpan luka di sepanjang hidupnya akibat ulah manusia dan bertekad menghapus segala hal  tentang manusia dari ruang hatinya.