28 April 2016

Preeklampsia dan eklampsia saat ini bisa dikatakan berada di posisi kedua setelah pendarahan, yang menjadi penyebab kematian Ibu (maternal death). Menurut WHO, defenisi maternal death adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan. Penyebabnya adalah yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau cedera.

Sebagai orang yang pernah mengalami preeklampsia dan berlanjut menjadi eklampsia, saya ingin berbagi kepada temans semua. Supaya kita semakin mengenal salah satu risiko yang bisa terjadi pada ibu hamil. Sekalipun sudah banyak juga yang membahas tentang ini, tapi nggak ada salahnya juga untuk saya berbagi gambar-gambar berikut yang bersumber dari Dr. Ari Waluyo, SpOG.










































Saat hamil dulu, saya pernah membaca tentang preeklampsia dan eklampsia. Sayangnya hanya sepintas saja. Maklum, bumil sering parno kan yah kalau baca tentang risiko kehamilan gitu. Pelajaran yang dapat diambil, nggak ada salahnya juga kalau kita memperbanyak informasi tentang kehamilan termasuk risikonya, baik belum menikah, akan menikah, atau baru menikah.

Saya mengalami preeklampsia dan berlanjut menjadi eklampsia itu ketika mengandung Mbak Nai (saat ini usianya 6,9 tahun). Ceritanya bisa dibaca di sini.

Trus bikin trauma buat hamil lagi nggak sih?. Jujur aja iya. Tapi alhamdulillah 5 tahun setelah Mbak Nai lahir, saya melahirkan anak kedua, adek Khai (saat ini usianya setahun 11 bulan). Secara medis, risiko terjadinya eklampsia pada kehamilan berikutnya besar, tapi Alhamdulillah itu nggak terjadi sama saya.

Jadi, tulisan tentang preeklampsia dan eklampsia akan saya bagi menjadi beberapa postingan, ikuti yaaaaa ^_^





27 April 2016

Cari saya yang mana?
Credit: Athrie


Hari minggu lalu, tanggal 24 April 2016 saya menghadiri launching buku dari komunitas kongkow nulis. Bukunya berjudul Pekanbaru Boring? Siapa Bilang. Buku ini ditulis oleh 15 orang anak muda yang tergabung di komunitas kongkow nulis. Dari judulnya, tentu udah tergambar dong apa yang dibahas buku ini. Yup, tentunya all about Pekanbaru yang dilihat dari kacamata 15 orang penulisnya. Nunjukin kalau Pekanbaru itu nggak boring alias ngebosenin, banyak hal yang bisa dieksplore di Pekanbaru.



Credit: BPA Pekanbaru


Buku yang launchingnya diadakan di Balai Perpustakaan dan Arsip ini didesain dengan cover unik dan filosofis. Di covernya tergambar 3 icon Pekanbaru, yaitu Gedung Perpustakaan Wilayah Soeman HS, Gedung Bank Riau, dan Anjungan Seni Idrus Tin Tin. Sedangkan warna biru yang dominan di cover, merupakan pengharapan agar langit Pekanbaru selalu biru, bebas dari bencana Asap.



Credit: BPA Pekanbaru


Bagi yang berminat untuk memiliki buku ini, bisa dipesan melalui sosmed kongkow nulis, dibandrol dengan harga 50rb saja. Selama buat komunitas kongkow nulis atas buku barunya, ditunggu karya-karya selanjutnya :)


23 April 2016

Selamat Hari Buku Sedunia 2016

Mari lengkapi koleksi buku bacaanmu dengan buku I Will Survive. Buku yang mengupas tuntas tentang masalah dan tips untuk menyelesaikan masalah. Nah, buat temans yang di Pekanbaru, sila hunting buku I Wil Survive di Gramedia yah, baik yang pusat mupun yang di Mall Pekanbaru. Grab it fast yaaaa 

Gramedia Pusat





Gramedia Mall Pekanbaru




3 April 2016



Hari minggu itu sehabis olahraga di Car Free Day (CFD), asyiknya hunting sarapan. Bosen juga sarapan di tempat yang itu-itu aja, si Abi ngajakin kami sarapan di warung pecel Mbah Rodo. Seingat saya, dulu sekali kami sudah pernah sarapan di warung ini. Ternyata sekarang, warungnya yang dulu terbuat dari papan dan jadul banget suasananya, telah berubah menjadi tempat yang lebih modern tapi tetap ada nuansa etniknya.


Ketika kita mulai duduk, sepiring gorengan berupa bakwan dan tempe, sepiring lepat yang dalamnya seperti kue talam, dihidangkan di meja kita. Menjelang soto daging dan pecel pesanan kami datang, si Abi langsung mencomot tempe yang telah diguyurnya dengan kuah kecap pedas. Sedangkan saya, mulai melahap lepatnya. Rasanya, ENAK!.







Sesuai dengan namanya, warung pecel Mbah Rodo ini menu spesialnya adalah pecel, yang konon rasanya pas banget seperti pecel yang biasa si Abi santap sewaktu kuliah di Yogya dulu. Untuk soto daging yang saya pesen, enak juga, dan uniknya sotonya diberi wortel. Jadi kaya' sop gitu yak :D



Yang unik juga, air putih yang tersedia di atas meja itu rasanya beda. Mbak Nai bilang, aneh. Tentu saja, airnya dimasak dengan menggunakan tungku dan kayu bakar, jadi ada rasa-rasa khasnya. Hari gini, di Pekanbaru pula, jarang banget nemu air putih rasa ini. Ah... jadi ingat air yang dulu saya minum saat nenek saya masih hidup.


Untuk harga, pecel cukup 11.000, soto daging 17.000, gorengan @1000, dan kue lepat 4.000. Masih terjangkau lah yah. Silahkan mampir ke jalan Kembang Sari/Letkol Hasan Basri no. 54 Pekanbaru.