30 April 2013

Semakin mendekat, bukan menjauh, dan selalu datang tepat waktu. Apakah itu? jawabannya jelas sekali bahwa itu adalah maut, kematian. Sebuah tapal batas kehidupan, karena setiap yang bernyawa pasti akan mati. Nah, duhai diri, apakah sudah mempersiapkan segala bekal yang akan kita bawa kelak saat maut datang menghampiri?, sungguh maut tak memandang tua muda, kaya miskin, atau sakit dan sehat.

Kematian adalah sebaik-baiknya nasehat. Mengingatkan kita bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Semua datang dan pergi dari awal hingga akhir terus berganti sampai kiamat datang. Duhai diri, apa yang dirasa saat mendengar sebuah kabar kematian?. Bisa jadi hati ini bergetar, rasa takut datang menyelinap, memporak-porandakan hati yang selalu merasa belum siap. Lantas, apa yang kita perbuat?. Kebanyakan kita, hanya hanyut sesaat, lalu kembali tenggelam dalam sebuah rutinitas tanpa ruh. Ruh kita kembali lupa bahwa kita juga akan menyusul mereka yang telah tiada. Bahwa kita akan didatangi oleh sesuatu yang tak pernah ingkar janji, yaitu MAUT.

Saya ingat, dulu saat mendengar sebuah kabar kematian, maka saya akan merasa sangat ketakutan. Bukan takut karena kematian itu kelak pasti akan datang kepada saya, tapi takut untuk melihat jenazahnya. Seandainya saya mengenalnya, maka akan terbawa-bawa hingga ke alam mimpi. Lama kelamaan, tepatnya saat saya masih kuliah strata 1, terjadi perubahan besar pada diri saya. Saat itu, saya mendapatkan kabar bahwa tante saya (adik ayah), meninggal setelah melahirkan anak keduanya. Saya terkejut, tak percaya, dan merasakan amat sangat sedih. Bisa dibilang, saya dekat dengannya, semenjak saya kecil.

Tante saya tinggal di daerah yang bernama Bangkinang, tapi masih jauh ke dalam (desa). Saat melahirkan, ia dibantu oleh mertuanya. Persalinan berjalan lancar, namun beberapa saat kemudian terjadi kejang (eklamsia). Ia dilarikan ke rumah sakit, tapi sebelum sampai di rumah sakit, ia telah di panggil Allah. Saat itu, 4 orang keponakannya, memangku jenazahnya saat ia dimandikan. Hey, keponakannya itu termasuk saya. Luar biasa bukan, saya yang sebelumnya amat sangat takut dengan jenazah tapi mendadak memiliki keberanian yang begitu besar.

Dan, salah satu sepupu saya yang ikut memandikan jenazah, kini juga telah tiada. Sepupu saya tersebut meninggal saat melahirkan anak ketiganya, ia juga eklamsia. Bahkan, Allah mengambilnya beserta anak yang dilahirkannya. Lagi-lagi saya turut serta dalam memandikan jenazahnya. Demikian juga saat satu persatu orang terdekat saya meninggal dunia, katakutan terhadap jenazah itu tidak lagi ada, yang ada hanyalah takut saat menyadari bahwa bekal yang kelak akan saya bawa tak seberapa.

Duhai diri, masih saja sering terlena oleh dunia. Lagi-lagi lupa dan merasa bahwa kematian itu masih lama. Padahal, saya pernah merasa begitu amat sangat dekat dengan kematian, saat saya melahirkan Nai, saya kejang (eklamsia) dan yang saya rasakan adalah bagaimana sulitnya saat saya mencoba untuk bernafas, bagaimana rasanya saat oksigen begitu sulit memenuhi rongga paru-paru saya. Saat saya merasakan sakit yang teramat sangat. Saat saya merasa tengah berputar dilorong yang begitu dalam. Tapi Allah masih memberikan saya kesempatan hidup sampai saat ini.

Astaghfirullah... semoga diri ini senantiasa selalu mengingat mati, karena ingat mati akan melembutkan hati. Salah satu cara yang bisa dilakukan saat kita mulai lalai adalah dengan mengingat bahwa saudara-saudara kita yang telah mendahului kita, berharap untuk diberikan waktu di dunia lagi walau hanya sebentar, agar bisa  memaksimalkan ibadahnya kepada Allah. Bagaimana dengan kita yang masih memiliki waktu di dunia, apakah kita akan menyia-nyiakan waktu kita begitu saja?.

*Al-Fatiha buat Ustadz Jefri  Al-Buchori, Al Habib Abu Bakar Bin Thoha Assegaf, Al Habib Agil Al-Athos, Al Habib Hamzah Bin Syech Abu Bakar Bin Salim, Abuya Hamzah, dan KH.Dalili Abd Mu'thy.


gambar pinjem dari sini

29 April 2013


Minggu, tanggal 28 April 2013 kemarin, saya mengahadiri seminar parenting nasional Rahasia Mewujudkan Anak Shaleh-Shalihah dan Berprestasi oleh Yani Hamdani, S.SI, Lc, SLC yang ditaja oleh Sumayyah Privat Pekanbaru. Info seminar ini saya dapatkan saat menghadiri SALIMAH FAIR lalu. Bapak Yani Hamdani adalah salah satu narasumber talkshow parenting yang diadakan di acara salimah. Dan, ternyata suami saya sudah lebih dulu mengenal beliau. Akhirnya saya dikenalkan oleh suami. Singkat kata, beliau sharing mengenai kegiatannya dan bengkel belajar yang dikelolanya. WOW... trainer yang memegang lisensi dari buzan supermapp Asia dan beberapa lisensi lainnya ini memang luar biasa. Program-program mereka baik untuk jasa konsultasi manajemen sekolah atau program-program untuk siswa dan masyarakat (parenting), merupakan program yang apik. Salah satu program pelatihan mereka adalah Buzan Supermapp, dan saya juga menggunakan teori ini saat menulis buku duet yang baru saja kelar beberapa waktu yang lalu.

Tak cukup sampai di situ, ada kekaguman lagi yang saya rasakan saat mengetahui bahwa pimpinan dari Sumayyah Privat Pekanbaru (yang mengadakan acara ini) adalah seorang mahasiswi akhir di Universitas Islam Negeri Riau. Sumayyah Privat sama halnya dengan bimbel privat untuk siswa-siswi yang  menginginkan bimbingan/tambahan belajar (les) secara personal dengan didatangi langsung ke rumah. Hanya saja, yang membedakan Sumayyah Privat dari bimbel privat lainnya adalah kegiatan yang dilakukan. Tidak sekedar mengajar pelajaran tertentu, Sumayyah juga melakukan kegiatan berupa belajar mengaji, kultum, dan diskusi masalah. Sumayyah memadukan IQ, EQ, dan SQ dalam program-programnya dengan tujuan untuk menumbuhkan muslimah hebat.


Pengajar-pengajar di Sumayyah yang berjumlah 25 orang adalah mahasiswi-mahasiswi UIN yang juga tergabung di YPPI (Yayasan Pembinaan Pelajar Islam), yang membina rohis-rohis di sekolah-sekolah di Pekanbaru. Berangkat dari fenomena-fenomena yang terjadi pada remaja, khususnya remaja perempuan, yang sering dilanda galau, dan membutuhkan tempat untuk sharing, Syarifah Wulandari (pimpinan Sumayyah Privat) mengambil peluang ini. Ini adalah salah satu kesempatan bagaimana bisa membina anak-anak dan remaja putri, agar cerdas IQ, EQ, dan SQ nya secara intens, nyaman, dan menyenangkan.

Nah, luar biasa bukan. Saya tertegun, latar belakang pendidikan saya  adalah S.Pd, tapi saya belum bisa dan tak pernah terpikir untuk berbuat seperti Wulan dkk di Sumayyah Privat. Latar belakang pendidikan saya MM, tapi saya belum bisa untuk sampai ke program-program manajemen seperti yang dilakukan oleh Bapak Yani Hamdani. Ah... Alhamdulillah saya menulis, setidaknya ada sedikit jejak yang bisa saya tinggalkan. Dan, besar sekali harapan saya agar kelak bisa juga berkontribusi seperti mereka.


Kembali ke seminar nasionalnya. Kalu dilihat dari temanya, Rahasia Mewujudkan Anak Shaleh-Shalihah dan berprestasi tentu setiap orang tua ingin mengetahui bagaimana rahasianya. Orang tua mana sih yang nggak mau punya anak shaleh dan shalihah. Anak yang tidak hanya membanggakan namun juga bisa mendoakan kelak saat orang tuanya tiada. Anak yang bermanfaat bagi agama dan orang-orang di sekitarnya. Dan, rahasianya adalah rahasia umum. Duh, kenapa saya bilang bahwa itu rahasia umum, karena bagi kita orang tua yang sering menghadiri seminar atau talkshow parenting, membaca buku-buku parenting, mungkin sudah mengetahui dengan baik apa rahasia tersebut. Nggak percaya? baiklah, saya akan membahasnya secara singkat ke dalam beberapa poin:
  • Anak yang shaleh dan shalihah itu tidak dilahirkan, melainkan diciptakan. Nah, kalau pengen punya anak shaleh dan shalihah, sebagai orang tua kita juga kudu shaleh dan shalihah juga. Bagaimana pun, orang tua adalah model/contoh bagi anak-anaknya. Benar, memang tidak ada orang tua yang sempurna, yang ada hanyalah orang tua yang berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Dan, semua itu adalah proses, proses belajar yang kita jalani seumur hidup.
  • Sebagai orang tua, jangan sampai kita menjudge negatif anak-anak kita, jangankan mengatakannya (hal-hal negatif), terlintas dalam pikiran saja jangan. Kita harus ingat bahwa Allah itu sesuai sangkaan hambanya, maka berusahalah untuk selalu berprasangka baik. Kekurangan/masalah yang terjadi pada anak, harus kjita telusuri sebabnya, jangan hanya menyalahkannya saja.
  • Perbaikilah pola komunikasi kita terhadap anak. Nah, inilah yang paling sering menjadi masalah bagi kita, saat anak enggan untuk melakukan apa yang seharusnya mereka laukukan, mis shalat, belajar atau dimintai tolong sesuatu. Sebagai orang tua, kita kudu kreatif dalam mengemas kalimat perintah itu. contoh, "Abang mau shalat berjamaah di rumah atau shalat di masjid?." Nah, kalimat perintah tersebut memiliki maksud yang sama dengan kalimat perintah yang biasa kita berikan kepada anak, "Abang, ayo shalat sana!." Namun, memiliki rasa yang berbeda bukan?, jadi sampaikanlah perintah tersebut dengan menggunakan 2 alternatif yang sesungguhnya memiliki konsekuensi yang sama.
  • Biasakan untuk memotivasi anak dengan mengatakan bahwa "Kita menginginkan ia melakukan yang terbaik", bukan "Kita menginginkan ia mendapatkan hasil yang terbaik." Jadi, jangan berorientasi terhadap hasil, karena bisa jadi untuk mendapatkan hasil yang terbaik, ia malah menggunakan cara yang curang (menghalalkan berbagai cara). Bagaimana pun, yang terpenting itu adalah prosesnya.
  • Jangan menjadi orang tua yang traumatis (istilah ini saya pinjem dari Mbak Vida Rabia'ah Al Adawiyah). Orang tua yang traumatis adalah orang tua yang berusaha untuk memenuhi seluruh kebutuhan anak-anaknya secara berlebihan (memanjakan berlebihan), dengan dalih bahwa dia tidak ingin anaknya tidak mendapatkan sesuatu seperti saat dia kecil dulu alias yang tidak diberikan oleh orang tuanya dulu. Tidak hanya itu, oarang tua yang traumatis juga akan mendidik anaknya sebagaimana dia dididik oleh orang tuanya dulu. Padahal, didikan tersebut belum tentu sesuai karena didiklah anakmu sesuai dengan zamannya. Gampangnya gini deh, kalau dulu kita sebel saat ortu nyuruh kita shalat, belajar, atau ngerjain sesuatu, kita jangan pakai cara menyuruh yang sama ke anak-anak kita. Wong kita dulu aja nggak suka, apalagi anak kita sekarang.
  • Buatlah target-target atau pencapaian yang kita inginkan dari anak, dengan cara membuat tabel, menuliskan target-target tersebut, cara mewujudkannya, jangka waktu, dan evaluasinya. Tujuannya, agar kita bisa memaksimalkan kegiatan dan potensi yang dimiliki oleh anak.
Yah, itulah poin-poin yang bisa saya sharing, gimana, manggut-manggut dan merasa familiar terhadap seluruh atau beberapa poin tersebut nggak?. kalau iya, berarti benar apa yang sudah saya sampaikan sebelumnya, kebanyakan dari kita mungkin memang sudah mengetahui rahasia-rahasia tersebut. Hanya saja, nggak sedikit juga dari kita yang masih terbata-bata dalam melakukannya. Nggak papa, karena sekali lagi itu adalah sebuah proses, yang penting kita sudah berusaha untuk melakukannya. Semangaaaaaaat Ummi, Abi ^_^


Bersama Bapak Yani Hamdani dan Panitia (Sumayyah Privat Pekanbaru)

28 April 2013



Alhamdulillah... acara launching buku Dosa-Dosa Istri Kepada Suami Yang Diremehkan Wanita berjalan dengan lancar. Terima kasih kepada SALIMAH Riau dan Nurma Nazar, juga para undangan yang hadir dan mengikuti acara ini hingga selesai.

Ini adalah pertama kalinya saya melakukan launching buku. Buku ini saya tulis secara duet dengan Mbak Naqiyyah syam, seorang penulis dan juga mantan ketua humas SALIMAH Lampung. Buku yang kami tulis di bulan Juni 2012 lalu dan terbit di pertengahan maret ini merupakan buku panduan istri shalihah.


Di toko buku, kita bisa menemukan beberapa buku dengan judul yang hampir sama. Namun, buku ini memberikan hal yang sedikit berbeda. Pembahasannya dimulai pada saat awal sepasang manusia membina sebuah rumah tangga, kemudian bagaimana pernikahan itu tidak melulu berisi canda tawa, dan apa saja dosa-dosa yang dilakukan oleh istri namun sering dianggap remeh, padahal berpotensi untuk menganggu keharmonisan pasutri dalam menciptakan rumah tangga yang SAMARA. Tidak hanya itu, di buku tersebut juga ada contoh-contoh istri teladan dan juga doa untuk perekat cinta kasih suami istri.

Sebagai penulisnya, kami juga belajar. Bagaimanapun hidup berumah tangga adalah sebuah proses, proses bagaimana kita berusaha untuk menjadi istri yang Shalihah dan ibu yang mampu membimbing anak-anak kita untuk menjadi anak-anak yang shaleh/shalihah. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, maka sudah seharusnya untuk kita selalu berusaha memperbaiki diri sehingga bisa menjadi model/contoh yang baik bagi anak-anak.



Bersama Nurma Nazar

Acara ini dimulai sekitar pukul 10 pagi pada Jum'at, 19 April 2013. Tepat setelah acara pembukaan SALIMAH FAIR 2013 oleh Bapak Wakil Walikota Ayat Cahyadi, S.Si. Di launching buku ini, saya tidak hanya berbagi tentang bagaimana proses menulis buku ini dan juga apa saja yang dibahas di dalam buku ini. Saya juga berbagi tentang bagaimana proses saya bisa menulis beberapa buku, sekaligus memotivasi agar yang punya hobi nulis dan berkeinginan menjadi seorang penulis semakin bersemangat untuk menulis.


Bersama Ibu-ibu yang menjawab pertanyaan dan memperoleh buku dari saya

Nah, launching buku ini juga diadakan di Lampung oleh Mbak Naqiyyah Syam pada 25 April 2013. Alhamdulillah juga berjalan lancar. Semoga kelak kami bisa bertemu secara langsung.


Launching buku oleh 2 penulis di 2 tempat yang berbeda

14 April 2013


Sekarang ini, memang jamannya digital. Komunikasi yang dilakukan banyak menggunakan penghantar teknologi. Tak terkecuali komunikasi yang terjadi di antara saya dan para tetangga yang rata-rata terdiri dari para ibu muda, seperti saya. Hampir semua menggunakan BB (Blackberry) sebagai media komunikasi. Jadi, saat akan janjian pergi, ada info arisan, berita terbaru di komplek, sampai tanya resep masakan atau anak-anak lagi main apa, BB lah yang mengabarkan semuanya.

Terbantu? tentu saja iya. Bukankah teknologi dibuat bertujuan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya?. Yah, walaupun tak dipungkiri bahwa teknologi juga ibarat pisau bermata 2. Apabila digunakan untuk hal yang positif, maka positiflah dia, sebaliknya apabila digunakan untuk hal yang negatif, maka negatiflah dia. Semuanya tergantung kepada user (pengguna).

Nah, ini dia masalahnya. Saat user memahami dengan baik bagaimana peran positif teknologi, tentu penggunaanya positif. BB dapat memudahkan komunikasi, dibandingkan dengan SMS (dikenakan pulsa). Terlebih fitur BB yang lengkap, bisa dikatakan satu untuk semua. BB mampu memenuhi kebutuhan kita akan media komunikasi, arus informasi, dan eksistensi diri.

BTW, eksistensi diri ini lah yang sering menjadi biang kerok dari melencengnya manfaat positif dari teknologi, termasuk BB. Nggak sedikit para user yang amat sangat rajin untuk meng-update status. Bisa berupa kegiatan yang sedang dilakukan, kata-kata motivasi, sampai kepada curcol masalah pribadi alias menggalau.

Nggak hanya di status BB, tapi juga di sosmed lainnya seperti FB dan Twitter. Ampun dah, saya bisa istighfar sambil geleng-geleng kepala saat menemukan status-status yang berisi kalimat-kalimat galau, kata-kata cacian yang menggambarkan amarah, atau status-status yang berisi hal-hal pribadi yang nggak seharusnya diekspos.

Balik lagi ke penggunaan BB di lingkungan saya, khususnya para ibu-ibu muda. Ada banyak ststus di BB yang berseliweran dan nggak sedikit yang rajin untuk menggambarkan situasi dirinya, rumahnya, atau apapun yang terjadi di hari-harinya. BB membuat kita menjadi tak perlu melongok atau bertandang ke rumah tetangga, untuk mengetahui kondisi tetangga kita, lengkap dengan foto-fotonya. BB mampu menembus dinding-dinding bata bahkan sampai ke dasar hati manusia. Mengaburkan batas mana yang sebaiknya diekspos dan mana yang tidak. Menciptakan perselisihan karena status-status tersebut bersifat multitafsir. Bahkan adanya gap antara yang punya BB dan yang tidak. Bagi yang tidak mempunyai BB maka ia akan ketinggalan informasi, karena semakin minimnya komunikasi yang bisa dilakukan secara face to face.

Wow... dahsyat yah. Dan, saya sendiri merasakan bagaimana rasanya berada di dalam lingkaran tersebut. Nah, bagaimana dengan Anda?.


Gambar pinjem dari sini

4 April 2013

Pernah nggak sih, berada pada kondisi saat ingin menuliskan semua hal yang berseliweran di pikiran mu, mendadak tak satu kata pun dapat kau tuliskan. Saya rasa, banyak yang pernah mengalaminya. Bahkan, saat telah menuliskannya, entah mengapa tanganmu mendadak selalu menekan tombol delete atau cut dan paste. 


Pernah nggak sih, merasa krisis kepercayaan diri tingkat tinggi?. Saat merasa begitu khawatir akan setiap kata yang kau ketik. Mendadak merasa bahwa dirimu bukan apa-apa. Merasa bahwa apa yang kau tulis jelek, kacau balau dan sebagainya. Ah... itu saya banget. Tapi Alhamdulillah saya udah nemu tips keren dari penulis idola saya yang beliau share di grup BAW, yaitu Mbak Afifah Afra. Ada beberapa peran yang bisa kita mainkan, biar nulis jadi makin asyik:



Pertama, peran sebagai penulis: saat kita tengah menjadi penulis, cueklah dengan siapapun, dengan kelebat pikiran seperti apapun. Pokoknya, apa yang sedang berkecamuk di otak, tuangkan! Jika perlu, pilih font berwarna putih, sehingga kita tak perlu tahu, tulisan apa yang sedang terpampang di monitor depan kita.


Kedua, peran sebagai editor. Ini terjadi saat semua isi kepala telah tertransfer di tulisan kita. Inilah saat kita berpikir, tulisan kita logis enggak, rancu enggak, bagus enggak dll. Inilah saat kita harus kejam, bengis, buas dan berani membuang hal-hal yang nggak penting.



Ketiga, peran sebagai pembaca. Jika tulisan sudah selesai, sudah kita edit. Coba nikmati, apakah tulisan kita sudah nyaman kita baca? Apakah sebagai pembaca, kita bisa memahami tulisan yang kita buat?.


Kalau ketiga peran itu sudah kita jalankan, if Allah wish... kita akan bisa ngejalanin profesi kepenulisan kita secara nyaman. ^^

Afifah Afra


Nah, kerenkan. Selamat mencoba  *terutama buat saya :D




2 April 2013

Membaca itu bahan bakar buat menulis. Hanya saja, terkadang begitu sulit untuk menemukan waktu yang pas buat baca sampai puas. Saat membaca, Nai sering mengambil buku yang saya baca. Nai lalu celoteh sendiri seolah-olah ia tengah membaca buku itu, tak lama, buku tersebut sudah disembunyikannya.

Ada sih waktu yang asyik buat membaca, yaitu malam hari saat Nai udah tidur. Tapi lagi-lagi ada kendala. Tubuh yang sudah capek dan mata yang nggak bisa diajak kompromi, membaca malah membuat rasa kantuk saya semakin kuat, akhirnya saya lebih sering tertidur. Apalagi saat DL nulis sedang padat-padatnya. Saya harus bagi waktu antara membaca dan menulis.

Yang bikin nelangsa adalah saat saya ke toko buku, saya harus bisa menahan diri untuk nggak beli buku baru lagi. Gimana nggak, begitu banyak buku yang ada di rak buku saya yang belum disentuh sama sekali. Baik itu buku-buku yang sudah saya beli sebelumnya, hadiah dari lomba blog, atau dari teman-teman penulis yang lain.

Tapi Alhamdulillah... belum lama ini, toko buku Gramedia Pekanbaru menyediakan tempat bermain untuk anak. Wah, bukan main senangnya saya. Akhirnya saya bisa nemu tempat yang asyik buat baca, sekaligus tempat yang asyik buat Nai bermain. Jadinya jam 10 kami udah di sana, suasananya nggak begitu rame.




Sebelum menuju arena bermain, saya ambil beberapa buku dulu buat di baca. Setelah itu, dengan santainya saya membaca. Nai juga asyik bermain, nggak rewel. Nggak kerasa, 4 jam juga kami di sana, untung nggak diusir hihihi... Dari rumah, saya udah bawa minum buat Nai. Kalau lagi asyik main gitu, Nai nggak berasa laper. Makan siang jadi rada telat, tapi kalau pengen ngemil tinggal bawa makanan dari rumah aja dan makan di luar. Bisa juga beli makanan di area basemen, ada donat kentang dan resoles.

Setelah saya puas membaca dan Nai puas bermain, kami lalu menuju kantor Abi yang kebetulan nggak jauh dari sana, lalu baru deh makan siang. Selama ini, masih asyik-asyik aja, tapi saya dateng ke Gramedianya nggak setiap hari. Seandainya di sana juga disediakan aliran listrik gratis (duh maunya :D), makin betah deh, dan mungkin orang-orang seperti saya bakal rame berdatangan.

Ada sih tempat yang asyik juga buat baca dan menulis, disediakan aliran listrik, wifi, dan juga ada cafenya. Tempat itu adalah pustaka wilayah Soeman HS Pekanbaru. Tempatnya asyik dan keren banget, ada area anak juga dan komputer dengan program edukatif buat anak. Sayangnya, Nai nggak begitu betah. Saya juga nggak leluasa buat baca atau nulis, karena Nai pasti minta bacain buku juga. Mungkin, anak seusianya memang masih senang bermain permainan seperti ayunan, plosotan, mandi bola, lego, dan sejenisnya dah. Selain itu, di sana nggak ada buku-buku keren keluaran terbaru seperti yang ada di Gramedia hihihi...

Oke deh, kapan-kapan saya review juga perpustakan wilayah Soeman HS yang keren itu ^_^