10 Januari 2014



Hai... cantik... tunggulah sebentar, aku Rico De Coro*, aku hanya ingin tahu siapa namamu...
Ah! sombong sekali dirimu, mentang-mentang warna kulit kita berbeda, lantas kau bisa mengabaikan aku begitu saja. Please... berpalinglah padaku walau hanya sedetik, sungguh, tidak ada yang pernah dan bisa mengabaikanku, seperti yang telah kau lakukan saat ini.

Aku, Rico De Coro, kecoa paling tampan, si petualang yang punya banyak kisah untuk ku bagi. Seluruh tempat di penjuru rumah ini telah aku singgahi. Aku selalu selamat dari setiap mara bahaya yang mengancam makhluk seperti kita. Maka, aku bisa melindungimu, aku bersedia menjadi pelindungmu disepanjang hidupku...

*Rico De Coro : Salah satu tokoh kecoa di salah satu kisah dalam buku Filosofi Kopi karya Dee




Tak sengaja saya melihat 2 kecoa ini di salah satu sudut rumah. Alih-alih mengusir atau memusnahkan mereka, saya malah lari mengambil kamera dan mengabadikannya, karena sebenarnya saya takut eh jijik sama Coro hehehe... :)

9 Januari 2014

Lantai 3 Mall ... Pekanbaru (Toko Buku)

Mbak-mbak: Kok bukunya difoto-foto Mbak?

Saya: (Lagi asyik jeprat-jepret buku-buku temen-temen yang gi nangkring di rak tobuk). Iya Mbak, buku-buku temen saya

Mbak-mbak: Wah, temen-temen Mbak penulis yah?

Saya: Iya Mbak

Mbak-mbak: Berarti Mbak penulis juga dong?

Saya: Hmmm... penulis pemula Mbak (masih sering nggak PD dibilang penulis :D)

Mbak-mbak: Wah hebaaaat... saya baru tahu lho Mbak kalau di Pekanbaru ada penulis juga. Buku Mbak apa? ada di sini juga kan? (antusias)

Saya: (masih malu-malu tapi otak promo jalan, kali aja dia mau beli, lumayaaaaan :D), buku-buku saya ........... mungkin Mbak berniat buat beli yang ini ...... cocok untuk perempuan.

Mbak-mbak: (Tersenyum) Mbak cantik deh 

Saya: (kok buku-buku yang saya sebutin tadi nggak ditanggapi, tadi antusias banget buat nanya, mulai ilfiill. Saya ngeluarin HP mau call si Abi yang gi asyik di tempat bermain anak dengan Nai.) Maaf yah Mbak, saya mau call suami saya dulu.

Mbak-mbak: Mbak udah nikah yah? udah punya anak?

Saya: Sudah Mbak

Mbak-mbak: Ya ampuuuuun, nggak kelihatan lho mbak kalau udah jadi ibu-ibu, saya pikir Mbak masih jadi mahasiswa.

Saya: (tersenyum, GR juga dipuji begitu, rencana memang mau jadi mahasiswa lagi, kalau dikasih rezeki buat ngambil S3 :D)

Mbak-mbak: Anak mbak udah punya asuransi belom Mbak? bla.... bla.... bla....

Saya: (Gubraaaaaaaak... udah melambung, langsung terjun bebas) Oh, mbak dari asuransi .... yah.

Mbak-mbak: Iya Mbak, kalau mbak gabung dengan kami, mbak bakal dapet manfaat bla... bla... bla...

Saya: (Mulai gerah, masih pegang HP, belom jadi call suami, berharap suami yang call biar Mbak ini bisa berhenti sejenak ngomongnya) Maaf mbak, kalau urusan asuransi saya harus komunikasikan sama suami dulu (tetep pasang senyum manis)

Mbak-mbak: Suaminya dimana Mbak? kalau bisa ketemu, biar langsung saya jelaskan juga (belum nyerah)

Saya: (waduh, makin bingung) Maaf, mungkin lain kali aja yah Mbak

Mbak-mbak: Oh... (pasang muka kecewa) Ini kartu nama saya Mbak, minta no HP mbak yah

Saya: (masih senyum, mikir, tapi terpaksa ngasih no HP juga) nomor saya ............


Temans... pernah ngalamin ini juga nggak? bertemu dengan agen asuransi atau sales dari sebuah produk tertentu. Mungkin ada yang fine-fine aja untuk meluangkan waktunya mendengarkan penawaran dari mereka, karena mungkin juga memang sedang membutuhkan informasi dan berminat untuk tahu lebih banyak dengan produk yang mereka tawarkan.

Tapi, banyak juga yang merasa terganggu saat ada penawaran dari agen asuransi atau sales seperti mereka. Bisa berbagai macam alasannya, entah waktunya yang tidak tepat atau cara mereka menawarkan yang tidak sesuai dengan hati. Bahkan, banyak juga yang berkilah, kalau butuh informasi mereka tinggal mendatangi kantor resmi, nggak usah diuber-uber di luar.

Saya pribadi, waktu itu sebenarnya agak terganggu, karena saya juga sedang terburu-buru, ada buku yang hendak saya cari. Suami juga berpesan jangan lama-lama, karena dia hafal betul bagaimana istrinya kalau udah berada di tobuk, bisa berjam-jam. Tapi, bukan berarti juga kita harus bersikap buruk, ketus, atau menunjukkan reaksi negatif lainnya. Namanya juga orang lagi usaha, peluangkan bisa dimana saja.

Jadi, kita hargai mereka, kalau tidak berminat, sampaikan dengan baik-baik. kalau mereka masih ngeyel? semoga kita bisa bersabar. Dalam dunia kerja, kita, suami, adik, saudara, dll bisa saja berada di posisi mereka, walaupun dalam bentuk penawaran yang berbeda. Dulu saya masih suka mangkel juga, sebel banget, tapi suami selalu mengingatkan. Alhamdulillah...

Temans punya pengalaman yang sama? :)



8 Januari 2014


Cuaca mendung, di siang hari daerah tempat tinggal saya sepi. Pas melihat ke jendela, di luar saya melihat bapak-bapak memakai sepeda motor dengan keranjang besar di belakangnya. Sepertinya bapak ini adalah pengumpul barang bekas, mungkin berhenti karena melihat kardus saya yang teronggok di halaman. Kardus besar itu memang sudah tidak saya gunakan lagi, sengaja saya letakkan di luar untuk diangkut oleh petugas yang rutin mengambil sampah setiap hari di area tempat tinggal kami.

Saat melihat bapak tersebut, ada yang menarik, yaitu helm yang digunakannya. Sungguh kreatif!, helm tersebut terbuat dari bekas galon yang dimodif sedemikian rupa. Ada penutup kacanya dan tali pengamannya juga, persis seperti helm yang biasa digunakan pengguna kendaraan bermotor roda dua lainnya. Nah, saya agak bingung juga, rute bapak ini kemana aja yah, apakah helm tersebut sudah sesuai dengan SNI (Standar nasional Indonesia) sehingga aman dari razia polisi hehehe...

Langsung saya ambil kamera dan memotret si bapak, takutnya keburu pergi. Temans ada yang berminat menggunakan helm seperti ini? :)



Oleh-oleh si Abi ^_^

Tahun 2013 lalu, Abi pergi ke Thailand dalam rangka pratikum dari kampusnya, yah walaupun menurut saya nih lebih tepatnya darmawisata alias jalan-jalan atau liburan, biasaaaalah :D

Tempat yang rombongan Abi kunjungi adalah Hat Yai, kota terbesar ketiga di negara Gajah putih tersebut. Letaknya di Thailand selatan, diperbatasan Malaysia. Saya bukannya mau ngomongin kisah perjalanan si abi, tempat apa saja yang dikunjunginya. Tapi bahas tentang oleh-olehnya hehehe...

Bukan kali ini saja si Abi pergi ke luar kota atau Luar negeri tanpa anak dan istri, baik dalam rangka pekerjaan atau urusan kampus seperti ini, jadi nggak heran juga kalau oleh-oleh yang dibawanya pasti makanan. Ndilalah, ekspektasi saya meleset, makanan yang Abi bawa ada di sini, bukan sesuatu yang istimewa, seperti kripik labu bertabur wijen, dodol durian, manisan asam. Emang nggak ada sesuatu yang beda yah.

Si abi juga membelikan saya bros berbentuk gajah, juga sebuah dompet yang ngakunya asli dari kulit gajah :D *futunya nggak usah yak hihihi... siapa tahu imitasi aka KW 10

Si Abi juga beli beberapa baju kaos ukuran dewasa bergambar gajah, juga sepasang pakaian (masih) berornamen gajah untuk anaknya, Nai. Yang bikin saya rada sebel, si Abi cerita kalau di rombongannya, yang perempuan pada shopping ke mall dan borong tas-tas bagus berharga miring *ahhhhhh... kenapa nggak nitip buat saya sekalian :'(  Alasannya, takut warna dan modelnya nggak sesuai dengan keinginan saya, trus nggak kepake.

Yah, begitulah yah temans kalau laki-laki beli oleh-oleh, udah syukur aja deh dia inget buat bawa oleh-oleh, apalagi si Abi bukan tipe yang doyan belanja kecuali belanja makanan hihihi... O yah, saya lupa buat futu logo halal yang ada si kemasan makanan di Thailand, soalnya sebagai muslim kita kudu hati-hati juga buat belanja. Akhirnya saya googling deh, seingat saya seperti ini deh logonya :))
 

Buat temans yang udah pernah stay or jalan-jalan ke Thailand, oleh-oleh makanan khas di sana apa sih? :))



7 Januari 2014

Ini masih seputar cerita tentang saat saya menjadi pembicara di seminar di UIR (Universitas Islam Riau) pada hari ibu lalu. Acara usai tepat sebelum waktu shalat zuhur masuk. Setelah itu, saya dan Bunda Mutia langsung menuju masjid kampus untuk melaksanakan shalat zuhur. Ada yang menarik perhatian saya di sana, seusai shalat, saya lama sekali berdiri di hadapan sebuah papan besar yang tergantung di dinding, yang dikenal dengan mading, majalah dinding.

Saya merasa kembali bernostalgia pada masa-masa sekolah dan kuliah dulu. Saya aktif sebagai anggota mading, bahkan saat saya masih mengajar dulu, saya adalah pembina mading. Senang sekali rasanya masih ada yang aktif untuk mengurus mading. Bisa dikatakan lewat madinglah saya mulai berani mengekpos tulisan-tulisan saya. Jadi, setidaknya ada beberapa manfaat bagi kita yang aktif mengisi mading, seperti:
  • Mading biasanya setiap waktu penayangannya memiliki tema tertentu. Jadi, selain terbiasa menulis, kita juga menjadi terbiasa untuk mencari dan mengolah informasi yang berkaitan dengan tema, menjadi sesuatu yang tidak hanya menambah pengetahuan pembaca tetapi juga asyik dibaca, mudah dimengerti. Bagaimanapun, artikel yang kita tulis dibatasi oleh jumlah halaman.
  • Mading melatih kreativitas kita. Kita harus bisa membuat mading semenarik mungkin, terutama bagi penglihatan. Setelah terlihat menarik, orang-orang akan tertarik untuk membacanya.
  • Mading melatih kita untuk patuh deadline. Nah, karena mading biasanya tayang ada tema dan waktunya, maka setiap anggota yang ditugaskan harus bisa menyelesaikan bahan-bahan untuk mading sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Nah, kalau dilihat dari mading yang ada di Masjid kampus UIR tersebut, madingnya sudah memenuhi syarat sebagai mading yang baik. Madingnya tak hanya informatif tapi juga menarik ^_^






Sepertinya saya terkena sydrom ibu hamil yang bernama lupa hehehe... (alesaaaaan). Saya lupa untuk share di blog ini mengenai kegiatan saya di hari ibu tanggal 22 Desember 2013 lalu. Saat itu, saya diundang oleh organisasi kemahasiswaan UKMI Al-KAHFI UIR (Universitas Islam Riau) untuk menjadi pembicara dalam rangka hari ibu, dengan tema The Amazing Mom. Saya tidak sendirian, pembicara kedua adalah Bunda Jul Prima Mutia, pendiri Sekolah Ibu Keliling yang ada di Pekanbaru. Sebagai pembicara pertama, saya mengangkat judul tentang bersiap menjadi Ibu, sedangkan Bunda Mutia mengangkat judul tentang Ibu adalah Madrasah Pertama.

Saya naik ke atas panggung sekitar jam 10, setelah kegiatan-kegiatan lain dilaksanakan, seperti perlombaan membaca puisi untuk ibu, dll. Pesertanya, seluruhnya mahasiswi, dari berbagai tingkat dan Fakultas. Mereka mengikuti acara seminar ini dengan sangat antusias. Banyak yang berpartisipasi untuk urun pendapat ataupun memberikan pertanyaan-pertanyaan.

Baiklah temans, saya akan share secara garis besar tentang apa saja sih yang saya omongin ke mereka tentang bersiap menjadi ibu.

Saya memulainya dengan membahas tentang kodrat seorang perempuan untuk menjadi seorang ibu. Ya, bukankah Allah menciptakan perempuan dengan fisik dan seperangkat "onderdil" di dalam tubuh yang berbeda dengan laki-laki. Perempuan memiliki rahim untuk mengandung, kelenjer susu untuk memproduksi ASI, dll. Dari segi psikis, umumnya perempuan juga dikaruniai perasaan yang lebih perasa, lemah-lembut, dan penyayang.

Saya juga menjelaskan tentang masa depan yang pasti bagi seorang perempuan adalah menjadi seorang Ibu. Baik ibu secara biologis maupun ibu secara ideologis, karena kita tahu bahwa tidak semua perempuan juga mendapatkan karunia berupa kesempatan untuk melahirkan seorang anak. Tapi, bagaimanapun secara tidak langsung, kita juga adalah ibu bagi anak-anak saudara kita, tetangga kita, anak didik yang kita ajar di sekolah, anak-anak yang kita bina di pengajian, dll.

Jika untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1 (S1) saja kita harus menempuh pendidikan setidaknya TK 1 tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, Kuliah 4 tahun, yang jika ditotal kurleb 17 tahun, maka untuk menjadi seorang ibu, berapa lama waktu yang harus kita persiapkan?. "Baanaatul yaum ummahatul ghaad", anak perempuan hari ini adalah calon ibu di masa yang akan datang. Bahkan juga dikatakan bahwa maju mundurnya suatu negara tergantung bagaimana perempuannya.

Saya mengangkat judul bersiap menjadi ibu karena saya ingin berbagi bahwa untuk menjadi seorang ibu itu perlu ilmu. Sekalipun banyak orang yang beranggapan bahwa menikah, punya anak, ya sudah jalani aja secara naluriah, alami, proses hidup yang memang harus dilewati. Padahal, menjalankan peran sebagai seorang ibu yang baik tentu bukanlah semudah apa yang dibayangkan. Seorang ibu bukan hanya melahirkan, menyusui, membesarkan anak dalam artian mampu menambah berat dan tinggi anak. Kalau cuma itu mah gampang, asal anak cukup diberi makan dan minum saja beres. Tapi, ada hal lain yang lebih penting, yaitu mendidik. Bagaimana kita membentuk generasi yang beriman dan bertakwa, cerdas, sehat, dll.

Nah, nggak cukupkan kalau cuma mengandalkan naluri saja, tapi kudu ada ilmunya. Jangan sampai juga deh kita menerapkan cara turun-temurun, yaitu mendidik anak seperti orang tua kita mendidik kita dulu. Mungkin untuk hal-hal baik patut kita contoh, namun ada banyak hal yang mungkin udah nggak relevan lagi untuk kita terapkan kepada anak-anak kita. Ingat, kita harus mendidik mereka sesuai zamannya.

Menjadi ibu zaman sekarang banyak banget tantangannya, kita harus bisa menjadi ibu yang berkualitas, tangguh, tidak hanya mampu melahirkan keturunan semata bagi keluarga tapi juga melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Jadi, kita kudu tahu apa saja sih peran seorang ibu. Pertama, ibu itu memiliki tugas sebagai ummu wa robatul bait. Ibu adalah pengatur urusan rumah tangga, berkaitan dengan tugas-tugas domestik. Kedua, ibu adalah pendidik anak-anaknya. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, jadi kudu "pinter" dong. Ketiga, ibu sebagai bagian dari masyarakat. Ini mengenai bagaimana ibu juga bisa turut berperan aktif di sektor publik, seperti menuntut ilmu atau membagi ilmunya kepada masyarakat.

Terakhir, saya membahas tentang apa saja sih persiapan untuk menjadi seorang ibu, karena kita tidak tahu kapan jodoh akan datang, kapan kita menikah, dan kapan kita dikaruniai rezeki seorang anak. Jadi, harus mempersiapkannya semenjak dini, yah bisa dibilang semenjak kita remaja. Ketika kita sudah mengetahui ilmunya, maka ntar nggak perlu syok atau terkaget-kaget dengan seabrek tugas seorang ibu yang penuh dengan kebahagiaan sekaligus tantangan hehehe...

Pertama, perbanyak ilmu. Mumpung masih single, rajin-rajin deh ikut pengajian untuk menambah ilmu tentang agama, ini pentiiiiiiing banget, apa yang mau kita ajarkan ke anak kalau ilmu kita sendiri nggak ada. Selain itu bisa juga dengan membaca buku-buku pengetahuan lain tentang cara mendidik anak, psikologi anak, sampai resep-resep masakan yang sehat dan bergizi untuk anak. Pokoke semua yang berkaitan dengan rutinitas kita sebagai istri dan ibu. Kita harus memperluas wawasan terkait dengan teknik-teknik ngurus rumah tangga dan segala tetek bengeknya. Teknik bagaimana mengatur keuangan rumah tangga, teknik memasak, teknik bagaimana berkomunikasi dengan suami, anak, keluarga, tetangga, dll. Selain baca buku, bisa juga googling atau share sama orang-orang yang udah berpengalaman.

Kedua, siapkan fisik. Kasarnya nih, ibu itu nggak boleh sakit (ngeri amat), kalau ibu sakit semua terbengkalai. Ada lagi nih yang bilang, menjadi ibu itu kudu punya tangan gurita dan tenaga kuda. Waduh, berat amat yak tugas seorang ibu. Soalnya, tugas pengasuhan dan mendidik anak nggak bisa kita jalankan secara optimal saat kondisi kesehatan kita terganggu. Jadi, sejak dini harus menjaga kesehatan tubuh, organ reproduksi, misalnya dengan berolahraga, membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang sehat, hidup bersih, dll.

Ketiga, belajar manajemen waktu. Ini nggak kalah penting, karena dengan terbiasa memenej waktu dengan baik, akan semakin memudahkan kita dalam melakukan tugas-tugas domestik kelak. Waktu bisa kita manfaatkan secara efektif dan efisien.

Oke deh temans, itulah garis besar yang saya bahas di acara seminar tersebut (kepanjangan yak ^_^). Walaupun saya pribadi bisa dibilang secara biologis baru 4 tahun 5 bulan merasakan menjadi seorang ibu, tapi semoga saja ilmu dan pengalaman yang saya share bisa bermanfaat.


Berpose bersama dengan Bunda Mutia dan panitia
(tebak saya yang mana ^_^)