27 Februari 2013

Khansa Nailah. Putri kecil kami yang berusia 3 tahun ini, memiliki rambut keriting yang indah. Wajah manis, copas banget dengan wajah abinya. Matanya, hidungnya, bibirnya, caranya memandang, dan saat ia tersenyum. meski sangat jarang mereka berdua tertangkap kamera (yang benar-benar hanya berdua saja), namun saya berhasil mengabadikan beberapa momen yang menurut saya berkesan banget. Foto-foto tersebut saya ambil tanpa sepengetahuan mereka, natural, soalnya kalau mereka tahu bakal jadi objek foto, ekspresinya malah cendrung aneh hihihi...

Dari beberapa foto, akhirnya foto-foto inilah yang diijinkan si Abi untuk diikutsertakan di GA "Potret Laki-laki dan Dunia Anak".

Foto-foto ini diambil dengan menggunakan kamera saku Casio Exilim 12,1 MP.



 
Nai dan Abi saat main rumah-rumahan (di dalam tenda)


Foto di atas menurut saya maniiiiiiiiiiiiiiiiiis banget, saya aja sampai cemburu hihihi... Padahal, biasanya nggak ada yang boleh ikutan masuk ke tendanya selain boneka-boneka Nai. Tapi, hari itu mereka kompak banget, bahkan Nai mempersilahkan Abinya untuk ikut tidur di dalam tenda bersamanya ^_^

Sedangkan foto-foto di bawah ini, diambil saat sore hari. Tepatnya saat kami JJS di pinggir sungai siak (sungai terdalam di Indonesia), untuk menikmati pemandangan sungai, juga pisang bakar dan jagung bakar. Menurut saya, foto-foto ini cool banget hihihi... ekspresinya sama-sama serius.


 





My first, my last, my everything,

And the answer to all my dreams.
You’re my sun, my moon, my guiding star.
My kind of wonderful, that’s what you are.
U'r My Everything Nailah Keriting ^_^


Foto-foto ini dipersembahkan untuk Ibu Fauzan, Mama Olive, dan Papanya Cyntia-Agas

14 Februari 2013



Mataku mulai lelah, sudah seharian aku duduk manis di depan komputer dan berselancar mencari informasi melalui Om Google. Bahkan saking semangatnya, aku lupa bahwa belum ada sebutir nasi pun yang masuk ke dalam perutku, selain biskuit kentang yang tadinya setoples, sekarang tidak sampai setengahnya lagi yang tersisa. Sepertinya tidak ada toleransi lagi, perutku mulai unjuk rasa, berkolaborasi dengan cacing yang meminta jatahnya. Baiklah, aku akhirnya men-Turn off komputerku dan bergegas ke meja makan.
            Aku makan dengan ekspresi yang berbeda dari biasanya, padahal dalam kondisi kelaparan kelas berat, semua itu karena pikiranku melayang ke artikel-artikel yang telah aku kumpulkan tadi. Kenapa baru sekarang aku mengetahui semuanya, padahal ritual itu sudah aku lakukan semenjak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ah, ternyata aku begitu naïf, aku merasa bodoh dan tertipu mentah-mentah oleh tradisi tersebut. Walaupun aku merayakannya bukan dengan seorang kaum adam pun tapi tetap saja semua itu konyol, makan-makan dan bertukar kado yang semuanya serba pink.
Beberapa hari sebelum tanggal tersebut, aku sudah sibuk berkeliling untuk mencari sesuatu yang pas sebagai sebuah kado cantik. Aku menikmati setiap suasana pertokoan yang mendekor toko mereka menjadi serba pink dan memampang berbagai macam atribut berbentuk hati. I love pink.. pinkcholic, itulah aku, jadi tentu saja mataku serasa dimanjakan dengan pemandangan serba pink ini. Belum lagi pemandangan berbagai benda favorit bagi para pecinta valentine seperi boneka romantis teddy bear yang memegang hati, bantalan bertuliskan kata romantis yang lagi-lagi berwarna pink, kotak musik, bunga, coklat, bahkan kaset yang berisikan lagu-lagu valentine made in luar negeri seperti yang dinyanyikan oleh Martina Mcbride. Wah bagi pasangan muda-mudi yang lagi mabuk kepayang oleh cinta, maka lagu itu menjadi lagu paling romantis di dunia, lagu yang berjudul “My Valentine”.
            “Yaya, gimana kalau perayaan valentine kita tahun ini sedikit berbeda”. Tiba-tiba sahabatku Rika sudah muncul di bangku sebelahku.
            “Maksudmu berbeda bagaimana?”. Aku tak mengerti.
            “Biasanya kita selalu merayakannya berempat, aku, kamu, Maura, dan Selly. Gimana kalau valentine tahun ini kita rayakan berdelapan”. Mata rika berbinar-binar.
            “Lho kenapa?, bukannya kita berempat saja sudah menyenangkan. Lagipula kamu mau ngajak siapa?”. Jawabku bingung. Padahal kami berempat sudah bersahabat lebih dari empat tahun.
            “Yah.. Yaya, kamu kok nggak ngedit sih. Maksudku kita menanggalkan status kita yang selama ini bertitel high quality jomblo, gitu lho”. Rika makin semangat menjelaskan.
            “Please deh Ka, aku makin nggak ngerti nih sama maksud kamu”. Aku benar-benar semakin bingung.
            “ Hmm.. oke, terus terang Maura dan Selly sudah setuju dengan ideku, bahwa kita manfaatin waktu yang masih sebulan lagi menjelang valentine ini untuk cari cowok, jadinya 30 hari mencari cintalah”. Rika terlihat harap-harap cemas menanti responku.
            Untuk beberapa saat aku terdiam, aku semakin bingung. Bukankah semenjak awal kami duduk di bangku sekolah menengah kejuruan ini, kami sudah berikrar untuk tetap jomblo dan berkonsentrasi penuh terhadap pelajaran agar bisa menembus perguruan tinggi ngetop di kota pelajar nanti. Tapi baru menginjak di tahun kedua, mereka sudah mulai berubah arah. Hanya karena valentine?.
            “Ya, gimana?”. Rika membuyarkan lamunanku.
            “Aku terserah kalian aja deh”. Jawabku sekenanya.
            Semenjak perbincangan itu, aku mulai berfikir ekstra keras bagaimana cara mendapatkan cowok hanya dalam waktu satu bulan. Sementara tidak ada satu orangpun cowok yang aku taksir. Belum lagi aku adalah tipe orang yang pemalu, bahkan untuk berkomunikasi saja aku hanya sekedarnya. Aku lebih senang membaca dan menulis, oleh karena itu aku tergabung dalam anggota tim mading sekolah. Di sanalah aku, Rika, Maura, dan Selly menjadi sahabat baik yang selalu mendukung satu sama lainnya, terutama dalam hal pelajaran di sekolah.
            Atas nama kesetiakawanan aku mulai membuat daftar nama cowok yang mungkin bisa menjadi penampingku dalam perayaan valentine nanti. Mulai memikirkan strategi dan menyiapkan mental. Kalau perlu aku akan mencari tahu apakah kira-kira ada cowok di sekolah ini yang sedang menaruh hati padaku. Seandainya ada, ini akan mempermudahku. Aku tak peduli siapa dan seperti apa rupanya, karena sejak awal ide Rika ini sudah seperti lelucon bagiku. Jadi aku hanya menganggapnya sekedar pembeda suasana saja dari valentine kami tahun-tahun sebelumnya.
            “Assalamu’alaikum Yaya”. Suara lembut Bu Fira menyapa saat aku sedang menunggu angkutan umum di pagar depan sekolah.
            “Waalaikumsalam.. Bu”. Bu Fira tatap kelihatan segar, padahal matahari siang ini sedang panas-panasnya. Apakah kerudung lebarnya itu tidak membuatnya gerah.
            Bu Fira menawarkanku untuk ikut di mobilnya dan akan mengantarkanku pulang, kebetulan rumah kami searah. Wah, dengan senang hati aku menerima ajakannya. Sepanjang perjalanan kami asyik bercerita, terutama tentang buku-buku. Bu fira menawarkanku untuk main ke rumahnya dan melihat perpustakaan pribadi dengan berbagai macam koleksi bukunya. Bahkan ia berjanji untuk megijinkanku meminjam beberapa buku.
            Semenjak hari itu, aku menjadi akrab dengan Bu Fira, guru yang baru tiga bulan mengajar akuntansi di sekolah kami ini. Bu Fira begitu cantik, dengan kerudung lebarnya membuat ia semakin tampak bersahaja. Apalagi tutur katanya juga cara mengajarnya yang membuat semua siswa betah, ia terlihat sangat cerdas.
            “Udah dua minggu nih Ya, gimana perkambanganmu?”. Siang itu Rika mengagetkanku saat aku sedang menyantap bakso di kantin.
            “Hmm.. masih usaha nih, Ka. Ternyata nggak gampang. Lebih gampang belajar matematika”.
            “Oke deh, met berjuang. Jangan sampai kalah yah dengan kami bertiga”. Rika tersenyum menggoda.
                Ya ampun, asli aku sudah lupa dengan ide Rika waktu itu. Ada yang lebih menarik dari itu, tantangan dari Bu Fira. Bu Fira saat ini adalah Pembina mading, menggantikan pembina  yang lama. Bu Fira memintaku membuat artikel untuk mading dengan tema valentine, tapi berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bu Fira ingin aku menulis tentang sejarah valentine dan berbagai macam fakta juga fenomena tentang valentine yang selama ini tidak pernah dipublikasikan di mading sekolah.
***
            Lagu “Sempurna” milik Andra and the backbone yang merupakan ringtone handphoneku membuyarkan lamunanku. Telepon dari Bu Fira, ia mengingatkanku tentang deadline besok. Aku langsung melahap dengan cepat makanan di piring agar bisa segera kembali ke depan komputer dan meneruskan menyusun artikel yang telah aku kumpulkan tadi.
            Besok pagi artikel ini harus sudah termampang manis di mading sekolah. Seantero sekolah harus tahu, masa sekolah berbasis islam begini siswanya ikutan latah merayakan valentine. Sebuah kejutan untuk Rika, Maura, dan Selly. Aku juga sudah menemukan tema madingku ini yaitu Generasi muda (Muslim) say NO to valentine!.

Gambar pinjem di sini

9 Februari 2013


Gambar pinjem di sini

Kita semua diberi waktu yang sama, sehari 24 jam. Tapi, kita semua tidak akan menghabiskan waktu tersebut dengan rutinitas yang sama. Bisa dibilang kecuali makan, tidur, serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan kamar mandi, dan kegiatan lainnya yang memang pokok. Selebihnya, ada yang jumpalitan di rumah ngurusin seabrek pekerjaan rumah tangga, ada yang di kantor dengan segunung tumpukan kertas, ada yang di jalan lagi berperang dengan macet, dan sebaliknya malah ada yang sedang leyeh-leyeh saja di rumah untuk menghabiskan hari.

Tidak sedikit orang-orang yang mengeluh bahkan berteriak "Please... deh, waktu berjalan cepet banget sih!." Tapi ada juga orang-orang yang malah mengeluhkan "Ya ampun, gue mesti ngapain lagi yah biar waktu berasa cepet berlalu!."
Yah begitulah hidup, ibaratnya di belahan dunia sini yang satu merasa kekurangan waktu, eh di belahan dunia lain, malah merasa kelebihan waktu, padahal belahan dunia tersebut bisa jadi hanya dipisahkan oleh dinding bata bahkan bisa jadi juga tidak ada sekat sekalipun. Jadi, bisa kita lihat aja deh dalam 1 rumah. Pasti ada perbedaan-perbedaan alokasi waktunya.

Kalau bisa berandai-andai, seandainya waktu itu ibarat sebuah pulsa, bisa dibeli atau ditransfer saja, wah mungkin bisa jadi semua persoalan di dunia ini yang selalu mengkambing hitamkan waktu bisa menjadi teratasi. Tapi sayangnya tidak, bukankah waktu menjadi tolak ukur yang menentukan akan posisi kita kelak, apakah surga atau neraka. Ada yang bilang, bukankah hidup adalah bagaimana menghabiskan waktu yang kita punya. Padahal, kita tidak akan pernah tahu berapa lama lagi jatah waktu kita yang masih tersisa.Sekali lagi, kita diberikan waktu yang sama, sehari 24 jam. Bagaimana caramu menghabiskannya?

Diriwayatkan dari Ibn Abbas ra. : Rasulullah Saw pernah bersabda, "ada dua anugerah yang disia-siakan manusia: kesehatan dan waktu luang". (Sahih Bukhari)

7 Februari 2013

Selalu ada hal pertama kali dalam  hidup. Saat terlahir, bukankah itu pertama kali kita menghirup udara di dunia ini. Apapun itu, baik dalam proses tumbuh kembang fisik kita sebagai seorang manusia, maupun tumbuh kembang psikis yang ditempa oleh berbagai hal di dalam hidup, langkah pertama itu selalu ada. Nah, apakah ada kata terlambat untuk merasakan "hal pertama" dalam hidup? tentu saja tidak. Bukankah setiap kita berproses. Setiap proses yang kita jalani tentunya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Jadi, tidak ada batasan untuk mengatakan bahwa kita sudah terlambat atau terlalu tua untuk memulai sesuatu. Keterlambatan bahkan lebih baik dari tidak sama sekali, karena hal itu juga bisa menjadi indikasi bahwa kita berproses untuk berubah ke arah yang lebih baik lagi.

Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kita menyikapi "hal pertama" tersebut? Tentu saja ada berbagai macam reaksi, ada yang menganggapnya sebagai tantangan, ada yang berkata itu beban, ada yang tak hentinya menggerutu atau mengeluh, namun tidak sedikit juga yang bersemangat dan menjalaninya dengan riang gembira, seolah hal tersebut adalah sebuah game yang di akhir bagiannya telah disediakan sebuah door prize bagi sang pemenang.

Well... "hal pertama" itu menyenangkan atau tidak menyenangkan bukankah sebenarnya tergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Selalu ada dua sisi mata uang dalam hidup. So, bayangkan saja bahwa "hal pertama" itu adalah hal pertama yang memang pertama kalinya, tidak ada kedua, ketiga, dan seterusnya.


Alhamdulillah... awal tahun 2013 ini, tepatnya bulan Januari kemarin, terbit lagi satu buah buku solo saya yang bertema herbal. Kali ini mengenai herbal yang sehat dan aman dikonsumsi oleh ibu hamil, setelah sebelumnya buku herbal saya tentang diabetes terbit. Harapan saya, semoga buku ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Bagaimanapun, saat kita berada dalam masa kehamilan dan menyusui, asupan ataupun obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh kita harus kita jaga, karena tidak hanya berpengaruh bagi diri kita melainkan juga bayi yang kita kandung.

Herbal telah sangat akrab digunakan oleh keluarga saya dalam keseharian, tidak hanya untuk mengobati gangguan kesehatan, melainkan juga sebagai upaya untuk bisa menjaga agar tubuh tetap sehat. Sebagai keturunan berdarah jawa, herbal yang biasa diracik sendiri sudah saya konsumsi semenjak saya masih kecil, salah satunya yang paling saya sukai adalah beras kencur.

Kini, selain masih mengkonsumsi herbal yang diolah sendiri, saya juga menntukgkonsumsi bahkan memasarkan produk-produk herbal Thibbun Nabawi. Besar harapan saya, sebagai generasi muda, semoga kita bisa kembali merasa akrab dengan berbagai ramuan herbal, karena biasanya herbal identik dengan konsumsi "golongan tua". Padahal, Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang memiliki banyak sekali khasiat bagi tubuh kita. Oh iya, untuk menemani saat menulis saya di malam hari, atau saat berada di cuaca yang dingin, minuman coklat hangat rempah ini selalu setia menemani saya, silahkan dicoba! ^_^