21 Desember 2012

Senyum Semanis Madu

Saat ini, banyak orang yang merasa bahwa waktu 24 jam sehari itu sangat kurang. Padatnya rutinitas, kejaran deadline, macet, dan seabrek kondisi lainnya yang membuat waktu seolah berlari. Bahkan, menyisihkan waktu untuk sekedar me time saja sulitnya minta ampun *lebay ^_^
Sepertinya, banyak orang yang hidup di bawah tekanan.

Nggak heran, saat ini banyak banget orang-orang yang pasang muka serius, dibandingkan dengan muka yang "enak" buat dilihat lalu disapa. Nggak terkecuali dengan saya, tanpa saya sadari ternyata muka saya lebih banyak terlihat "angker". Ternyata oh ternyata, saya juga berada di bawah tekanan rutinitas sehari-hari. Otak saya seolah dimasuki oleh sebuah chip yang membuat saya berpikir dan melakukan hal yang sama ibarat sebuah robot yang sudah terprogram dengan jelas. Oh, sungguh sangat melelahkan. Rasa lelah tersebut bukan semata karena pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikan seabrek dan tanpa bantuan asisten rumah tangga, kejaran deadline naskah, atau saat harus menemani Nai bermain, tapi lebih kepada waktu.

Ya, waktu. Jam sekian saya harus sudah bangun, jam sekian saya harus sudah belanja, masak, lalu selesai mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, jam sekian saya harus sudah selesai mengurus Nai, jam sekian saya harus sudah duduk di depan laptop untuk ngetik, jam sekian... jam sekian... jam sekian. Padahal, nggak semuanya bisa dilakukan tepat waktu, misalnya saat saya kelelahan dan bangun dengan sedikit terlambat, atau saat saya ingin belanja tapi barang yang ingin saya beli tidak ada dan terpaksa mencari warung yang lebih jauh lagi, belum lagi saat Nai mogok makan atau mandi, eh pas mau ngetik malah mati lampu sedangkan laptop dalam kondisi lowbat. Dengan kondisi seperti itu, me time menjadi hal yang sangat langka.

Olala... ternyata ada yang salah dengan saya. Padahal seharusnya saya bisa menikmati rutinitas tersebut, tapi saya malah berpikir ribet. Sekali-kali nggak masak ternyata nggak masalah, bisa makan di luar. Rumah juga nggak harus selalu dalam kondisi rapi, nggak bakal ada razia satpol PP. Sesekali, nggak papa kalau Nai mandinya agak siangan dan biarkan dia puas bermain dulu, dll. Bukankah saya bisa membuat semuanya lebih fleksibel. Bagaimanapun, yang namanya pekerjaan rumah tangga itu nggak akan ada habisnya, dari buka mata, sampai tutup mata lagi (tidur).

Baiklah sodara-sodara, kondisi tersebut terjadi sebelum suami tercinta saya berkata "Ummi, senyumnya mana? senyum yang semanis madu". Wow... perasaan jadi gimanaaaaaa gitu. Jadi ingat kenangan manis dulu, saat awal menikah, saya selalu penuh dengan senyuman. Suami bilang, senyuman saya semanis madu (hehehe...). Akhirnya saya tersadar, apalagi pas ngaca, muka saya memang jadi seriusan, terlebih saat itu saya juga masih dalam kondisi studi S2.

Hmmmm... padahal, di luar sana banyak perempuan-perempuan yang ingin merasakan dan melakukan rutinitas yang biasa saya lakukan. Padahal, Nai juga akan semakin besar dan mulai bisa mandiri, bahkan hanya sedikit membutuhkan bantuan saya. Padahal, belum tentu juga saya akan mendapatkan job menulis setiap saat. So, nikmati saja semuanya, yang terpenting hidup kita diisi dengan hal-hal yang bermanfaat. Bahkan, dengan tetap tersenyum semanis madu, kita juga bisa mempermanis orang-orang yang ada di sekitar kita.

Oke deh, rutinitas-rutinitas tersebut bukanlah sebuah kenangan manis, karena hal tersebut masih berjalan sampai saat ini, kenangan manisnya adalah saat suami tercinta mengingatkan saya pada saat-saat saya bisa tersenyum manis kapan saja, dan ingin melihat saya kembali pada kondisi tersebut, bagaimanapun kondisi saya saat ini. ^_^

Gambar pinjem dari sini


Tulisan ini diikut sertakan dalam “Kenangan Manis untuk Giveaway Manis-Manis”.


2 komentar:

  1. Terkadang, sesuatu yang berat saat sedang dijalankan, baru terasa manis manakala sudah dilewati. Itulah kenangan manis...
    Dan terkadang, kenangan manis itu bisa pada hal sederhana.
    =======================
    Terima Kasih sudah ikut GA Manis-Manis.
    Salam untuk suami tercinta.

    BalasHapus
  2. Yup, benar banget Pak Marsudiyanto ^_^


    Kata suami, salim kembali..

    BalasHapus