26 Mei 2013

Sadar nggak sih, kalau kita ini lebih sering mengeluh saat merasa kehilangan. Padahal apa yang hilang? Bukankah sejatinya kita memang tidak memiliki apapun selain hanya sebagai sebuah titipan. Dan kita sayangnya sering tidak yakin bahwa apapun yang terjadi, Allah telah menyediakan ganti yang lebih baik lagi.

Nggak tanggung-tanggung, kita mengeluh seolah nggak ada hal baik yang terjadi pada diri kita. Kita merasa bahwa apa yang kita miliki diambil secara paksa. Nah, kembali lagi, itu berarti kita mencintai sesuatu secara berlebihan bukan?, padahal kita pasti diuji dengan apa-apa yang kita cintai. So, seharusnya kita bisa mencintai secara wajar. Meyakini bahwa tidak ada yang abadi. Segalanya berubah, maka berdamailah dengan yang namanya perubahan.

Bagaimanapun, inilah hidup berisi pergiliran tempat berpijak. Kadang kita berada di atas dan kadang kita berada di bawah. Kita tetap harus berbaik sangka kepada Allah, bukankah Ia yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi kita?.




Fajar di Akhir Mei 2013

23 Mei 2013

Dalam perspektif seorang muslim, cinta pada Allah dan RasulNya di atas segalanya. Para sahabat adalah contoh sosok pecinta terbaik. Mereka mencinta bukan hanya dalam seujar kalimat, tapi mengalir dalam kepatuhan dan ketakwaan. Nah, bagaimana dengan kita? Sungguh amat sangat maluuu rasanya saat mendapati diri ini masih lebih mencintai apa-apa dibandingkan cinta pada Allah dan Rasulullah.

Buktinya, kita lebih cinta kepada manusia, materi, dan segala macam hal yang berkaitan dengan duniawi, tanpa berlandaskan cinta kepadaNya. Padahal, cinta Allah adalah tiket untuk menuju surgaNya, yang tak mungkin teraih tanpa adanya upaya dan pengorbanan. Ya, bukankah saat kita mencintai, kita pasti akan berusaha dan rela untuk mengorbankan apa saja demi yang kita cinta. Lalu, mengapa kita lebih giat berusaha dan lebih rela berkorban untuk manusia, menggapai materi, atau memuaskan ambisi-ambisi dibandingkan berusaha dan berkorban untuk meraih cinta Sang pemilik segala yang ada di dunia, yaitu Allah SWT.

Tiada yang cintanya bisa melebihi cinta Allah kepada hambaNya. Siapa yang akan tetap memaafkan saat kita berulangkali melakukan kesalahan?, siapa yang tetap memberikan kesempatan saat kita maksiat, lalai shalat, dan enggan menutup aurat?, siapa yang bisa bersabar saat segala hutang belum terbayar?. Ah, tak ada yang sanggup untuk menghitung banyaknya kebaikan, nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita.

Astaghfirullah... ampuni kami Ya Rabb...

4 Mei 2013


Sudah lama saya ingin menulis tentang sukses, sesuatu yang ingin diraih oleh setiap orang. Jadi, untuk mengikuti GA ibu Evi Indrawanto, saya memilih untuk membahas tentang Aturan Sukses Berbeda Pada Setiap Orang.

***


Dalam hidup, siapa yang tidak ingin menyandang gelar sebagai orang yang sukses. Sukses itu sendiri mempunyai dimensi yang beragam atau multidimensional, sehingga setiap orang akan menilai dari satu atau beberapa sisi yang berlainan. Kenyataannya memang setiap orang memiliki ukuran yang berbeda dalam menilai sebuah kesuksesan. Ada yang mengatakan bahwa sukses apabila kita memiliki karier yang cemerlang, harta yang berlimpah, keluarga yang sempurna, dan indikator lainnya yang berkaitan dengan  materi duniawi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa materi memang sangat melengkapi kesuksesan seseorang. Akan tetapi, sejatinya materi hanyalah bagian kecil dari kesuksesan atau pelengkap kesuksesan, bukan satu-satunya kesuksesan, itupun jika materi dikelola dengan petunjuk agama. Bagaimanapun, sebagai umat islam, tak hanya mengenai materi yang berlimpah, tapi lebih mengutamakan materi yang barokah.

Islam juga memandang perkara tersebut dengan indah. Tidak ada dikotomi antara materi dengan non materi, tidak ada pula pemisahan antara urusan dunia dengan urusan akhirat. Kedua urusan tersebut diutamakan tanpa mengesampingkan salah satunya. Dalam islam, diterapkannya prinsip balance antara sukses materi dan sukses non materi, antara sukses dunia dan sukses akhirat. Seperti yang tercermin dari ayat Al-Qur'an yang artinya:

"Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Al Baqarah [2]: 201).
Nah, indah bukan? karena, untuk sukses di akhirat kita kudu sukses di dunia, dalam arti mengerjakan perbuatan-perbuatan yang bernilai kebaikan (pahala). Lalu bagaimana dengan sukses di dunia?. Baiklah, sukses di dunia ini yang seharusnya kita pahami esensinya. Banyak orang yang merasa sukses secara materi namun memiliki lubang-lubang di dalam jiwa, seperti yang dikatakan oleh ibu Evi Indrawanto.

Maka, sebagai umat muslim, sudah seharusnya kita meninjau ulang apa definisi sukses yang sesungguhnya. Dalam Al-Qur'an ada ayat yang menjelaskan hal tersebut, yang artinya:

“… Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga maka sungguh ia telah benar-benar sukses. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (QS. Ali Imran [3]: 185 - 186)

Sukses adalah apabila kita dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, dengan cara menjadi orang yang sukses taat kepada Allah Swt di dunia, dengan mengerjakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Tak masalah apabila kita ingin memiliki materi yang berlimpah, karena islam juga menganjurkan kepada umatnya untuk kaya.

Nah, sejatinya kekayaan tersebut diraih dengan cara-cara yang halal dan sesuai dengan aturanNya. Demikian juga dengan alokasi kekayaan tersebut, hendaknya digunakan untuk kebaikan umat. Tidak hanya berpikir untuk diri sendiri atau keluarga terdekat, tapi juga orang-orang sekitar. Bahkan islam memiliki konsep SEDEKAH yang membuat kita tidak hanya kaya tapi juga berkah.


So, menjawab pertanyaan dari ibu Evi Indrawanto di atas, saya bisa katakan bahwa aturan sukses bagi saya adalah saat kita mampu menjalani rutinitas apapun yang bermuara pada ketaatan kita kepada Allah Swt, dengan mengharapkan keberkahan, keridhoan, dan kasih sayang Allah. Menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung, tempat meminta pertolongan, tempat berharap segala kebaikan. Selalu bersyukur, bersabar, dan ikhlas atas setiap ketentuanNya, baik dalam keadaan berlimpah materi atau dalam keadaan keterbatasan materi. Sehingga dengan kasih sayangNya, kelak kita dapat dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surgaNya, Aamiin...


 BANNER EVIINDRAWANTO1 First Give Away Jurnal Evi Indrawanto






”Sahabat mampu membuat kita asing dan terasing”

Lho, kok gitu? Aneh yah. Mungkin itu beberapa komentar yang akan terlintas dipikiran seseorang ketika membaca quote saya tersebut. Tapi sebaiknya Anda jangan berpikir negatif dulu. Asing adalah suatu perasaan saat saya merasa bahwa ternyata ada begitu banyak perbedaan diantara kami. Bukankah persahabatan hadir bukan melulu karena adanya kesamaan makanan kesukaan, jenis musik, warna, atau tempat nongkrong. Sahabat sejatinya adalah seseorang yang bisa memposisikan dirinya dengan tepat. Ia tidak selalu berada dipihakmu, ia bisa saja berada di posisi yang bersebrangan. Ia tetap menjadi dirinya sendiri, namun tetap bisa saling menghargai. Ia tidak selalu membenarkan, tapi juga bisa menyalahkan.

Asing bukan?, begitulah. Bukankah sejatinya seorang sahabat itu adalah seseorang yang mampu mengingatkan kita dalam kebaikan. Bersama-sama untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Selalu ada dalam kondisi apapun, bukan hanya saat hingar-bingar tawa tapi juga saat kita membutuhkan bahu untuk tempat menangis. Sahabat bukanlah seseorang yang ada di masa lalu kita, melainkan seseorang yang selalu ada dan tidak pernah meninggalkan kita.

Bagaimana dengan terasing?, saya pribadi membuat sebuah perbedaan antara seorang sahabat dengan seorang teman. Sahabat lebih memiliki arti khusus, sedangkan teman lebih luas. Ibarat kata, kita bisa berteman dengan siapapun tapi hanya memiliki beberapa atau satu orang sahabat saja. Bersama sahabat, ada begitu banyak waktu yang terlewati, ada begitu banyak cerita yang terangkai, bahkan begitu banyak tangis yang mengalir. Kita menjadi sering terasing dari dunia sekitar.

***
Namanya Tiffani Fitria, kulitnya putih bahkan cendrung pucat. Saat pertama kali berkenalan dengannya, saya kira dia keturunan bule alias orang barat, eh ternyata dia keturunan Sumatra Barat hehehe…

Waktu itu, dia berstatus anak baru, tepat saat diawal kelas 2 SMP. Saya menawarkan tempat duduk di sebelah saya yang kosong, sehingga kami akhirnya duduk sebangku. Entahlah, pertemanan itu mengalir begitu saja, rasanya kami begitu cocok, walaupun kami punya perbedaan yang begitu banyak. Mungkin, karena kami sama-sama satu-satunya anak perempuan dikeluarga.

Kalau soal kekompakan, wah jangan ditanya. Kompak belajarnya, Kompak jalan-jalannya, kompak usilnya, dan lain-lain. Salah satu kenangan kami sewaktu SMP dulu yang begitu berkesan, bahkan saya bisa ketawa sendiri kalau ingat keusilan kami adalah sewaktu pelajaran matematika, dua orang teman yang duduk tepat dibelakang kami, tengah asyik ngoceh tentang guru matematika kami yang tengah menjelaskan materi pelajaran. Sebut saja namanya Pak Jack. Pak Jack memakai kacamata yang bertengger di ujung hidungnya, kepalanya hanya ditumbuhi sedikit rambut-rambut halus yang berada di sekeliling kepala dan minyisakan lahan kosong di atasnya. Suara Pak Jack juga sangat kecil, kebetulan waktu itu kami duduk di bangku no 2 dari belakang.

Saking serunya menyimak ocehan teman kami tersebut, tanpa sadar saya dan Fani ikut tertawa dan tawa itu ternyata begitu keras, hingga terdengar ke depan. Selanjutnya bisa ditebak, kami terkena teguran dari Pak guru. Lalu, sialnya malah saya yang dipanggil ke depan. Saya diminta untuk menyelesaikan soal yang ada di papan tulis. Terang aja saya nggak bisa, wong saya nggak nyimak (nyimak yang lain hihihi). Apalagi, otak saya benar-benar berasa buntu kalau udah berurusan dengan matematika, biasanya selalu dapet nilai yang pas-pasan banget. Tapi, untungnya waktu itu saya diselamatkan oleh bunyi bel tanda istirahat, yeeeeey... :D

Persahabatan nggak melulu juga tentang sesuatu yang indah-indah. Ada kalannya kami bisa bertengkar hebat, ngambek, dan akhirnya nggak saling tegur. Bahkan terkadang untuk masalah yang sepele *ya iyalah namanya juga anak SMP

Tapi, nggak pernah berlangsung lama. Setelahnya kami kembali berbaikan, siapapun itu yang memulainya. Yang jelas, kami semakin bermetamarphosis ke arah yang lebih baik.

Sayangnya, saat kami lulus dari SMP, kami terpisah. Saya melanjutkan SMA yang nggak jauh dari rumah saya, dan Fani juga demikian. Rumah kami sangat berjauhan, bisa dibilang dari ujung ke ujung. Tapi, bagaimanapun komunikasi tetap terjalin. Termasuk saat Fani melanjutkan ke perguruan tinggi di Yogyakarta, sedangkan saya melanjutkan perguruan tinggi tetap di Pekanbaru (mak gue nggak mau pisaaaah).

Seiring berjalannya waktu, kami menjadi semakin dewasa, tak hanya fisik tapi juga pola pikir. Alhamdulillah juga Allah memberikan hidayah kepada kami dan kami saling mengingatkan untuk tetap istiqomah. Ya, sekali lagi saya katakan bahwa sejatinya seorang sahabat itu adalah seseorang yang mampu mengingatkan kita dalam kebaikan. Bersama-sama untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Bener apa betul? ^_^

Sekarang kami berada di kota yang sama, Pekanbaru. Sampai sekarang juga, persahabatan kami masih baik. Kami masih sering saling mengunjungi,  pengajian bareng, telponan ngalor ngidul, sms-an, atau saling komen di FB. Saya selalu nyaman saat bersamanya, selalu bisa jadi diri sendiri. Saya selalu mendoakan yang terbaik baginya, karena walaupun sahabat, kami tetap memiliki takdir masing-masing. Semoga Fani lekas menemukan sisian kesehariannya, Aamiin daaaaah..

Tiffani dan saya

“Tulisan ini diikut sertakan dalam GA “Siapa Sahabatmu?” pada blog senyumsyukurbahagia.blogspot.com, hidup bahagia dengan Senyum dan Syukur”.


Mendadak pengen banget makan kue-kue jajanan pasar. Biasanya, saya hunting resep dan coba buat sendiri, tapi ada beberapa yang saya belum bisa buat. Akhirnya, nyari di salah satu pasar tradisional yang nggak begitu jauh dari rumah. 




Si abi bingung, tumben nyari kue yang manis-manis, biasanya saya lebih suka kue-kue yang gurih atau pedes. Tapi kali ini, nggak ada satu gorengan pun, semuanya yang manis-manis. Cumaaaaaa... rasanya bedaaaa, nggak sama dengan kue-kue yang dulu biasa saya bawa ke sekolah (TK). Emang inget gitu gimana rasanya? hihihi... inget nggak yah... mungkin maksud saya begini, dulu untuk kue talam, kebanyakan dibuat dari ubi dengan menggunakan gula aren, trus santen bagian atasnya rasanya enak. Sekarang, rasanya beda, gitu juga dengan beberapa kue lainnya. Rada sulit buat nemu yang rasanya pas, mungkin emang kudu bikin sendiri kali yah.




Eh, tapi ada juga kue jajanan pasar yang enak. Penjualnya udah berumur, biasa dipanggil makdang, kue-kuenya memang enak-enak, mungkin beliau masih mempertahankan resep, bahan, dan takaran yang sama dari dulu sampai sekarang. Jadi, rasanya "tardisional" banget. Sayangnya, makdang jualan cuma pas bulan puasa doang T_T

3 Mei 2013

Ntahlah... ngubek-ngubek foto pas event SALIMAH FAIR bulan April lalu, saya nemu foto ini. Bikin senyum-senyum sendiri, so sweet hihihi... jarang-jarang yang beginian bisa tertangkap kamera ^_^





penulis   : Oci YM dan Naqiyyah Syam

Penerbit :  Al-Maghfirah
Tahun    :  2013
Tebal    :  202 hal





Saat pertama membaca judul buku yang cukup panjang ini, terus terang, saya merasa sedikit "keder", maklum, sebagai muslim yang masih dhaif dan miskin ilmu, ini adalah reaksi pertama saya yang sering muncul untuk sebuah panduan beragama yang didahului dengan kata-kata "dosa", ancaman, dan sebagainya, apalagi, saat membaca sinopsis pada back cover yang langsung me-list dosa-dosa istri sebagaimana dimaksud oleh judul buku ini. Saya sempat berpikir, untuk apa lagi ada pembahasan di dalamnya, kalau judul di depan dan sinopsis panjang di belakang sudah menyampaikan dengan sangat jelas akan fokus bahasannya. 

Tetapi, saat membuka lembar demi lembarnya, sungguh, rasa keder dan persepsi awal saya tsb langsung terpatahkan. Buku ini justru bertutur dengan begitu lembut dan jernih saat menyampaikan fokus bahasan tersebut.Sama sekali tidak ada nuansa mengancam apalagi menakut-nakuti. Gaya bahasa kedua penulisnya pun melebur dengan baik sehingga nyaris tidak terlihat perbedaan.

Buku ini terbagi atas 5 Bab. Dibuka oleh Pembahasan tentang Menggapai Samara, dilanjutkan dengan gambaran singkat bahwa Pernikahan Tak Selamanya Indah, lalu melangkah pada bab utama tentang dosa-dosa istri dimaksud (ini bab yang paling panjang bahasannya), bab tentang figur istri shalihah dan diakhiri dengan doa-doa perekat cinta dalam keluarga.

Memang, apa yang disampaikan oleh buku ini bukanlah sesuatu yang baru, juga tidak disertai pembahasan yang terlalu mendalam, meski demikian, buku ini sangat tepat menjadi recharge, dan reminder untuk para wanita yang sudah berkeluarga akan hal-hal yang mungkin terlupakan di dalam menjalani bahtera. 

Apalagi, penataan font yang nyaman dibaca, bahasa yang mudah dipahami, juga cukup update dengan mengupas fenomena jejaring sosial saat ini dalam hubungannya dengan hal2 yang dapat memicu keretakan rumah tangga, membuat buku ini sangat cocok dibaca banyak kalangan termasuk wanita yang belum menikah, atau pun pembaca non fiksi "pemula" seperti saya :). Mungkin, jika beberapa doa pada bab akhir buku ini juga dilengkapi dengan kalimat Bahasa Arabnya akan lebih baik.

Ada satu kisah diantara para figur wanita shalihah yang sangat berkesan buat saya, yaitu kisah Ummu Sulaim. Bagaimana beliau menolak lamaran seorang pria kaya raya bernama Abu Thalhah karena pria itu seorang musyrik, (Abu Thalhah kemudian masuk Islam dan kembali melamar Ummu Sulaim) dan bagaimana beliau merahasiakan kematian anaknya saat suaminya baru pulang dari luar kota, bahkan beliau berdandan cantik dan melayani suaminya dengan sepenuh hati, barulah beliau menyampaikan kabar duka tentang anaknya. Subhanallah.

Sukses buat kedua penulisnya. Ditunggu karya-karya berikutnya! 

1 Mei 2013



Apakah Anda orang yang biasa mengkonsumsi jamu gendong atau jamu instan?

Apakah Anda orang yang ingin beralih ke pengobatan tradisional dengan menggunakan herbal?

Yuuuuk kita buat jamu atau ramuan herbal sendiri di rumah. Tak hanya mudah dan murah, bahan untuk membuat ramuan herbal tersebut tidaklah susah. Kebanyakan dari kita sudah berpikir ribet duluan, padahal sungguh lebih puas saat kita mengolah ramuan itu sendiri di rumah. Selain kita bisa memastikan kesegaran bahan yang kita gunakan, kita juga tahu kebersihannya.

Banyak yang bertanya dimana bisa mendapatkan bahan-bahan untuk membuat ramuan herbal tersebut. Ternyata mencarinya tidaklah sulit. Anda bisa mendatangi pasar-pasar tradisional. Di sana ada yang menjual aneka bahan simplisia segar maupun kering. Tapi, bila Anda merasa malas untuk menyinggahi pasar tradisional, Anda bisa juga menemukannya di pasar modern seperti Hypermart. Bahkan, kalau ingin lebih enak lagi, nggak ada salahnya untuk Anda menanamnya sendiri di rumah. Anda bisa membuat apotek hidup.

Ini yang di pasar tradisional


Yang di Hypermart nyusul yak

Gambar Apotek Hidup (credit)

Nah, pertanyaannya adalah, simplisia apa saja yang berkhasiat dan bagaimana cara pengolahannya?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Anda harus lebih dahulu mencari informasi dengan mendetail. Tujuannya agar Anda paham dan ramuan herbal tersebut bisa dirasakan khasiatnya, bukan malah menambah keluhan kesehatan Anda.

Berikut dua buku saya yang bisa menjadi sumber informasi bagi Anda:





Silahkan cari di buku kesehatan ya ^_^





Masih cerita seputar SALIMAH FAIR 2013 yang diadakan di Masjid Agung An-Nur Pekanbaru pada tanggal 19-21 April kemarin. Saya sedikit ingin berbagi. Di acara tersebut saya juga membuka stand bazar. Yah walaupun masih terhitung baru 4 kali pernah membuka stand bazar di sebuah event, tapi nggak ada salahnya buat saya untuk sedikit berbagi tips dari pengalaman saya tersebut. Setidaknya, saya sudah amat sangat sering menghadiri sebuah acara yang ada stand bazarnya (ummi doyan cuci mata ^_^).

Berikut beberapa tips yang bisa menjadi masukkan puat pembaca apabila ingin membuka stand bazar di sebuah event:
  1. Kenali EO nya. Pengalaman saya, ada EO yang membatasi peserta stand bazar untuk hanya membolehkan satu brand saja perstand bazar. Padahal, apabila kita memiliki keterbatasan finansial atau memiliki produk yang tidak begitu banyak, tidak ada salahnya untuk menggandeng rekan yang memiliki jenis usaha yang berbeda. Selain meringankan biaya sewa, produk yang ditawarkan di stand juga menjadi lebih bervariasi.
  2. Pilih Lokasi. Sebelum memutuskan untuk membuka stand bazar, kita harus memperhatikan lokasi dimana stand bazar itu diadakan. Apakah in door atau out door. Tujuannya untuk membantu kita dalam mempersiapkan produk yang akan kita jual, persiapan barang-barang pendukung, dan juga untuk menilai apakah kemungkinan acara tersebut akan ramai oleh pengunjung. Tidak hanya itu, kita juga harus jeli untuk memilih lokasi stand. Saya pribadi biasanya memilih di bagian tengah, tidak terlalu jauh dari stage utama, dan memilih "tetangga" yang berbeda produk tapi memiliki kemungkinan ramai untuk dikunjungi. O yah, untuk yang out door pilihlah stand yang menghadap matahari terbit, sehingga pada siang hari stand kita tidak panas. Nah, kalau ada kemungkinan akan turun hujan, sediakan alat penutup seperti terpal.
  3. Tanyakan Fasilitas. Kita harus mengumpulkan informasi yang lengkap dari EO atau panitia mengenai fasilitas apa saja yang kita dapatkan. Pengalaman saya, untuk ukuran stand bisa berbeda-beda, demikian juga dengan pendukung lainnya seperti ukuran meja stand dan jumlah kursi. Jadi, kita bisa ancang-ancang apakah perlu membawa meja dan kursi tambahan untuk layout produk-produk kita. Bahkan enaknya nih, ada peserta stand bazar yang juga difasilitasi makan siang dan snack box untuk 2 orang, seperti di SALIMAH FAIR kemarin. Selain itu, tanyakan juga mengenai keamanan lokasi stand bazar. Tujuannya, apabila kita memiliki keterbatasan transportasi, tenaga, atau waktu, ada kemungkinan untuk kita tidak merasa was-was apabila produk kita tinggalkan di lokasi stand. Sediakan terpal dan tali, tapi ini jika kita yakin bakal aman yah.
  4. Buat list. Kita harus membuat list yang lengkap sebelum membawa produk kita ke lokasi stand bazar. Kita harus membuat daftar produk apa saja yang akan kita bawa. Mengecek label produknya (merk dan harga), menyiapkan buku untuk mencatat penjualan, menyiapkan kemasan (pembungkus saat ada yang membeli). Kita juga harus menyiapkan kartu nama, katalog, banner, dan spanduk. Untuk banner dan spanduk, desainlah dengan sekreatif mungkin agar mampu menarik pengunjung.
  5. Sediakan buku tamu. Tidak ada salahnya untuk kita menyediakan buku tamu, tujuannya selain untuk mengetahui jumlah pengunjung juga sebagai sarana untuk menyimpan nomor kontak pengunjung.
  6. Perhatikan display. Nah ini yang nggak kalah penting. Kita harus pandai mendisplay produk. Pilihlah produk unggulan kita untuk dipajang dan ganti-gantilah produk pajangan tersebut. Kelompokkan produk sesuai dengan jenisnya. Perhatikan kerapiannya dan juga space untuk pengunjung bisa melihat-lihat. Jangan terlalu sempit karena terlalu banyaknya pajangan.
  7. Berikan pelayanan terbaik. Saat menjaga stand, kita juga harus pandai-pandai berkomunikasi dengan pengunjung stand, termasuk mengucapkan sapaan, apakah bu, mbak, pak, mas, dik, atau kak. Pandai-pandailah berpromosi (harus jujur ya), tawarkan alternatif saat produk yang diinginkan pengunjung sudah sold out. Siapkan diri sebagai "kelinci percobaan", mis saat ada pengunjung yang ingin kita mendemokan produk dengan cara melihat langsung kita memakainya, atau kita juga pakai produk yang kita jual. Seperti saya, saya memakai kerudung dan gamis yang saya jual. Jangan terlalu menguntit penunjung, karena bisa membuatnya risih saat tengah melihat-lihat produk kita. Dalam hal ini, sebaiknya kita juga jangan menjaga stand sendirian, karena saat pengunjung ramai, kita jadi tidak maksimal melayani mereka. Demikian juga saat kita hendak shalat atau buang air, ada yang menjaga stand kita.
  8. Perhatikan penampilan. Penampilan stand kita harus menarik dan bersih. tidak hanya itu, kita juga harus memperhatikan pakaian yang kita gunakan. Kalau seandainya acara out door dan cuaca sangat panas, tidak ada salahnya membawa pakaian ganti.
  9. Datang pagi sekali. Tujuannya agar kita bisa mendisplay barang dengan cepat, sehingga saat acara dibuka kita telah siap, tidak lagi mendisplay barang saat pengunjung sudah mulai berdatangan.
  10. Banting harga. Berikanlah diskon yang wajar bagi produk kita. Selain sebagai daya tarik bagi pengunjung, diskon juga bisa mendongkrak penjualan kita. Saya pribadi, biasanya melakukan hal tersebut disaat hari-hari terakhir bazar, kalau pun tidak, saya tidak keberatan untuk bernegosiasi harga kepada pengunjung (tawar-menawar).
Nah, setidaknya itulah sedikit tips dari saya. Pengalaman saya, Alhamdulillah hasil penjualan produk memuaskan. Terutama dihari-hari terakhir, penjualan menjadi semakin meningkat, sehingga biaya stand selalu tertutupi. Tapi kalau seandainya hal tersebut tidak terjadi kepada kita, jangan khawatir. Membuka stand bazar salah satunya adalah untuk promosi, memperkenalkan produk kita kepada orang banyak. jadi, jangan selalu berharap akan memperoleh penjualan yang banyak. Setidaknya para pengunjung memegang kartu nama, brosur, atau katalog kita, dan kita memegang nomor kontak mereka. Berdoa, semoga mereka akan datang kembali untuk membeli, baik pada saat bazar atau setelahnya. Semoga bermanfaat ^_^


Berikut beberapa hasil jepretan kamera saat saya membuka stand bazar di SALIMAH FAIR 2013