6 Agustus 2019


Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sahabat Ummi...

Bagaimana pagi di kotamu?. Sudah beberapa hari ini, saat memandang keluar rumah, ada kabut asap yang membuat langit biru tak nampak. Tak ada aroma segarnya pagi, yang ada bau asap menyelinap. Tak kalah epik, saat tulisan ini dibuat, ada backsound suara helikopter yang bolak-balik membawa buntelan air. Ada rewelan si kecil yang nafasnya mulai terganggu. Ya, inilah pagi saya di Pekanbaru. Kota tempat saya lahir dan besar, juga melahirkan dan membesarkan 2 orang anak.

Ini bukan kali pertama buat saya mengalami kondisi seperti ini, bisa dibilang bencana musiman setiap tahun dan bisa terjadi selama 3 bulan. Tapi yang terparah, pertama kali ketika tahun 1997, saat itu saya kelas 5 Sekolah Dasar (SD), saya ingat betul bahwa sekolah diliburkan, saya dan teman-teman tak lagi bisa bermain di luar rumah seperti biasanya. Sungguh tersiksa, sebab saya tak hobi main boneka, melainkan lebih suka memanjat pohon dan bermain bola. Lalu, mengalami kembali kejadian kabut asap parah ketika tahun 2015, saat anak saya yang kedua baru berusia 1 tahun. Padahal ketika 2014 dia masih di dalam kandungan, juga terjadi kabut asap.


Tahun 2015 lalu, keluar sebentar saat asap sudah agak tipis

Parahnya seperti apa, pada tahun 2015 status udara sudah level berbahaya. Saat itu, jarak pandang kurang lebih 200 meter. Tak ada aktivitas di luar rumah. Pemerintah kota malah telah menyiapkan tempat pengungsian untuk anak-anak dan bayi. Saya memilih di rumah saja. Bisa dibilang seharian,  hanya di dalam kamar, dengan Air Conditioner (AC) yang terus hidup, dan terjadi perpindahan deretan pot-pot tanaman sansevieria alias lidah mertua *ini siapa yang kasih nama begini sih :D

Baca: Di balik jendela

Kalau sebelumnya tanaman Lidah mertua tersebut ada di teras dan halaman luar rumah, saat itu semuanya masuk ke dalam kamar. Kenapa?, karena ternyata tanaman tersebut bisa menghilangkan racun seperti formaldehyde, xylene, toluene, dan nitrogen oksida. Terus memproduksi oksigen, tak seperti sebagian besar tanaman lain yang melepaskan karbon dioksida pada malam hari (tanpa adanya fotosintesis). Setidaknya itulah info yang saya dapatkan dari googling dulu. Padahal, saya menanam tanaman itu, karena tanaman tropis ini bisa dengan mudah tumbuh dan nggak perlu rutin disiram *ummi pemalas :D

Sahabat Ummi,

Kalau membahas tentang asap di Pekanbaru, mungkin buat sahabat yang sudah dari dulu membaca blog ini, atau pernah membaca postingan di sosmed saya, sudah pahamlah yah. Kalau belum, silahkan googling or lihat hestek melawan asap (#melawanasap). Minimal kalian pernah melihat pemberitaannya di televisi. Nah, tadi itu adalah mukadimah. Karena, kali ini saya mau share tentang  pengalaman saya mengikuti kegiatan Forest Talk With Blogger Pekanbaru, yang ditaja oleh Yayasan Doktor Sjahrir. Mengusung tema Menuju Pengelolaan Hutan Lestari.

Waduh, berat amat yah materinya. Nggak kok, tenang aja, ini masih bisa dicerna dan tentunya bermanfaat untuk kita para Mamak-mamak. Saya paham, mikir masak dan ngurus bocah, nonton serial drama Korea, dan julid di sosmed, sudah cukup melelahkan jiwa raga :D

Sekilas Tentang Yayasan Doktor Sjahril

Saat membaca info kegiatan Forest Talk With Blogger ini di grup whatshapp Blogger Pekanbaru, saya langsung mencari info tentang Yayasan Doktor Syahrir. Saya familiar dengan nama Doktor Sjahril, Beliau adalah seorang ekonom, dan politisi, yang semasa mudanya dulu menjadi seorang aktivis. Pada Masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ia menjabat sebagai penasihat ekonomi presiden. Yang tugasnya termasuk menjadi duta khusus Presiden RI ke negara-negara lain dalam menjalankan misi kepresidenan. Hingga Beliau jatuh sakit dan wafat pada 28 Juli 2008.

Ternyata Yayasan Doktor Sjahril ini merupakan organisasi nirlaba yang dibentuk untuk meneruskan misi sosial almarhum Dr. Sjahril yang bergerak lintas sektor, termasuk bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.

Forest Talk With Blogger Pekanbaru

Sahabat Ummi

Setelah mengantongi ijin suami, saya akhirnya mendaftarkan diri di kegiatan Forest Talk With Blogger yang diadakan pada tanggal 20 Juli 2019, bertempat di Ballroom Hotel Grand Zuri Pekanbaru. Ijinnya agak lambat keluar, karena kegiatan ini nantinya akan ada kunjungan ke Desa Makmur Peduli Api, Batu Gajah, Kampar. Ini pertama kali saya ikut kegiatan dan harus pergi "keluar" tanpa suami. Tapi, akhirnya suami mengijinkan, mengingat isu lingkungan merupakan salah satu tema diskusi kami belakangan ini. Suami saya yang mengambil Magister Ilmu Lingkungan tentu juga mendukung istrinya ini untuk mendapatkan lebih banyak ilmu.

Saking bersemangatnya dengan acara ini, saya sampai salah tanggal. Sabtu tanggal 13 Juli, saya sudah bersiap-siap, dan berjalan menuju garasi. Jam sudah menunjuk ke angka 8. Ada berasa sedikit keanehan ketika melihat WA grup Blogger Pekanbaru sepi. Tak ada kehebohan, yang menanyakan, "udah di mana wei?". "aku boleh nebeng nggak?" dll. Seperti biasanya ketika kami akan menghadiri event. Lalu saya WA Elvina dan Athri, anggota Blogger Pekanbaru. Daaaaaan, dari mereka saya baru sadar kalau acaranya tanggal 20 Juli, Sabtu depan! :D

Ya ampuuuuun.



Lalu, hari yang saya tunggu-tunggu pun tiba. Dengan bergegas, khawatir terlambat, tapi tetap saja nyampe di sana pas acara mau mulai. Nggak papa, saya masih sempat menikmati teh dan aneka snack yang telah disediakan. Juga melihat stand yang ada di sana. Ada stand makanan ringan berupa keripik-keripik, dan juga ada madu, yang berasal dari Desa Makmur Peduli Api, sebagai program CSR dari Sinar Mas Group. Sedangkan di stand seberangnya, ada pameran kain-kain tenun ikat. Yang membuatnya berbeda dari kain tenun ikat yang dijual kebanyakan di pasaran adalah, penggunaan pewarna alami pada kainnya. Semuanya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia.




Sahabat Ummi,

Akhirnya acara dimulai. Acara di buka oleh Mas Amril Taufik Gobel. Beliau menyampaikan informasi tentang acara, bahwa ada 3 orang narasumber yang akan memberikan materi pada pagi hari ini.  Mas Amril juga menjelaskan rundown acara, tentang kunjungan ke desa Batu Gajah, juga informasi tentang adanya lomba live tweet dan live Instagram. Tentu saja semua peserta semakin antusias yah, dan persaingan sengit dimulai :D


Pembukaan oleh Mas Amril Taufik Gobel

Perubahan Iklim

Pembicara pertama pada acara ini adalah Ibu Dr. Amanda Katili Niode. Selaku manager Climate Indonesia, yang bekerjasama dengan Yayasan Doktor Sjahril. Climate Reality Projects Indonesia, merupakan sebuah organisasi non profit yang bermula di Nahville, Tenesse. Organisasi ini, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarat terhadap perubahan iklim, yang dimulai dari komunitas-komunitas akar rumput di Amerika hingga dunia.



Bu Amanda membahas tentang perubahan iklim. Beliau memaparkan bagaimana kondisi bumi saat ini, yang bisa dikatakan mulai sekarat. Baik dari ketersediaan air bersih, maupun udara bersih. Kita tentu nggak asing dong yah dengan istilah pemanasan global, mencairnya es di kutub utara, iklim yang ekstrim. Bagaimana di Amerika  suhu mencapai minus 40 derajat, sedangkan di Australia 50 derajat. Ada yang membeku, dan di belahan bumi lain ada yang kering hingga meyebabkan kebakaran hutan.

Pernah dengar emisi gas rumah kaca?. Bagaimana itu dihasilkan? Bu Amanda mengatakan bahwa itu berasal dari pertanian, limbah, industri, energi, penerbangan dan perkapalan, penggunaan lahan dan kehutanan. Jadi, bisa karena kegiatan industri, maupun kegiatan rumah tangga. Semuanya bisa mencemari, udara dan air. Bahkan, penyumbang terbesar pencemaran itu adalah industri fashion. Ada yang kaget? saya pribadi nggak, karena saya sudah lama membaca tentang tren fast fashion. Dimana gerai retail fashion yang selalu mengeluarkan produk-produk terbaru mereka, yang desainnya terinspirasi dari fashion week dunia. Bayangkan, berapa banyak yang akan diproduksi di setiap periode, yang mengikuti tren di runwayPadahal, skala polusi yang dihasilkan dari industri fashion, menghasilkan emisi gas yang lebih merusak dibandingkan gabungan dari industri penerbangan dan pelayaran. Sampai di sini, silahkan sahabat Ummi yang membaca tulisan ini langsung cek lemari masing-masing :D

Bu Amanda melanjutkan, bagaimana sistem global yang rentan iklim, dapat menyebabkan instabilitas politik, dan sosial. Yaitu, pangan, air, kesehatan dan infrastruktur.  Bayangkan, populasi dunia yang terus bertambah, sementara ketersedian alam sebagai penunjang kehidupan manusia mulai berkurang. Solusinya bagaimana? Adalah Mitigasi dan Adaptasi. Mitigasi merupakan upaya memperlambat proses perubahan iklim global, dengan cara mengurangi emisi gas kaca. Sedangkan adaptasi, dengan mengembangkan berbagai cara untuk melindungi manusia dan ruang. Dengan mengurangi kerentanan dan memperkuat ketahanan. Ya, bagaimana caranya agar kita bisa tetap survive di bumi. Pemeritah sendiri juga terus bergerak untuk membuat energi terbarukan, teknologi transportasi yang meggunakan tenaga listrik, dll. 

Pengelolaan Hutan Lestari dan Lanskap

Kita masuk ke pembicara kedua, yaitu Ibu Dr. Atiek Widayati dari Tropenbos Indonesia. Beliau membahas tentang hutan, yang tentu saja sangat dekat dengan kami di Riau, yang berjulukan zamrud khatulistiwa. Seperti yang kita tahu, bahwa hutan adalah paru-paru dunia dan sebagai penyimpan air. Dengan rusaknya hutan saat ini, tidak hanya merugikan manusia, tetapi juga hewan-hewan yang kehilangan habitatnya. Mungkin sahabat pernah melihat berita tentang Harimau masuk desa?. Nah, bisa jadi karena habitat mereka telah rusak. Belum lagi, betapa mengenaskannya kondisi hewan-hewan yang terkena dampak dari kebakaran hutan. Ya, telah terjadi deforestasi, degradasi, dan konversi.

Bu Atiek menjabarkan, bahwa deforesasi terjadi dari akibat adanya perubahan yang permanen dari areal berhutan yang dilakukan pembersihan atau pemotongan, untuk dialih fungsikan sebagai kegiatan perladangan, pertanian, atau penggunaan urban (perumahan). Sedangkan proses degradasi sendiri adalah perusakan dan penurunan kualitas hutan (tutupan, bio massa, dll). Selanjutnya, bentuk konversi hutan itu sendiri terbagi 2, yaitu penebangan hutan dalam skala besar, yang dialih fungsikan untuk perkebunan tanaman seperti sawit, karet, akasia, dll. Kedua, penebangan hutan dalam skala kecil yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saja.

Lantas, bagaimana solusinya?. Yang harus dilakukan adalah mengembalikan fungsi hutan. Harus adanya sinergi dari berbagai pihak yang terkait, baik pemerintah, maupun industri skala besar, dengan melakukan reboisasi, restorasi, agroforesty, dan mendukung industri kreatif yang menggunakan produk hutan, dengan mulai menanam berbagai tumbuhan yang berfungsi sebagai sumber serat, sumber pewarna alami, sumber kuliner, sumber minyak atsiri, dll.

Pohon dan Ekonomi Kreatif

Selanjutnya, lebih detail tentang pohon dan ekonomi kreatif disampaikan oleh Bu Amanda, menggantikan Ir. Murni Titi Resdiana. MBA, dari kantor urusan Presiden, bidang pengendalian perubahan iklim, yang berhalangan hadir pada hari itu. Bu Amanda menjelaskan tentang bagaimana produk-produk ramah lingkungan dihasilkan dari ekonomi kreatif. Apa saja contoh produk-produk tersebut?, diantaranya kain tenun ikat yang ada di stand tadi, yang dari segi pewarnaannya menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan. Pewarna alami tersebut seperti, warna merah dari akar mengkudu, warna kuning dari kunyit, cokelat dari secang, dll. Sedangkan dari furniture, menggunakan bahan baku rotan. Untuk selanjutnya, yang lagi naik daun saat ini, yaitu essential oil atau minyak atsiri.

Sahabat Ummi

Pembicara terakhir di acara ini adalah Bapak Tahan Manurung, dari Asia Pulp and Paper. Beliau memaparkan tentang Desa Makmur Peduli Api, yang merupakan program CSR. Di dalamnya terhimpun sekitar 236 desa yang ada di Provinsi Riau. Salah satunya adalah desa Batu Gajah yang akan kami kunjungi nanti. Beliau memaparkan tentang bagaimana desa-desa tersebut menghasilkan berbagai macam produk hasil hutan baik pangan maupun kerajinan. Di sana, dilakukan pemberdayaan, pembinaan, sampai produk tersebut hadir dan dipasarkan.



Bagaimana dengan pemasarannya?. Pak Tahan kembali menjelaskan tentang kondisi pemasaran yang masih terbatas. Maka, diperlukan edukasi kepada masyarakat, manfaat dalam membeli produk-produk dari industri kreatif seperti ini. Karena, ternyata peminat terbanyak adalah orang luar negeri, contohnya seperti kain yang menggunakan pewarna alami tadi. Bisa jadi, penyebabnya dari segi harga yang relatif lebih mahal daripada produk kebanyakan di pasaran, sehingga masyarakat banyak yang tidak memilih untuk menggunakannya.

Wah, butuh strategi digital marketing yang oke nih sepertinya, supaya jangkauan informasi tentang produk-produk tersebut meluas. Sehingga memudahan orang banyak untuk bisa mengakses informasi tentang produk dan bagaimana cara pembeliannya.

Kunjungan ke Desa Makmur Peduli Api, Batu Gajah, Kampar-Riau

Setelah selesai acara di hotel, kami lalu bersiap-siap untuk mengunjungi Desa Batu Gajah dengan menggunakan bus yang telah disediakan oleh panitia acara. Ada 2 bus, dan kehebohan peserta sudah dimulai dari semenjak menginjakkan kaki di lobi hotel, hingga setelah masuk ke dalam bus dan sepanjang perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 2-3 jam. Ada yang heboh foto-foto, ada yang asyik ngobrol, dan ada yang sibuk ngunyah keripik yang didapatkan dari stand di hotel tadi.



Saya pribadi? sibuk ngetwit sambil sesekali video call dengan anak-anak yang ada di rumah. Saya juga sangat menikmati perjalanan ini, bukan hanya karena sudah lama nggak pernah naik bus, tapi juga mengamati pemandangan sekitar yang tak mungkin bisa saya lihat setiap hari. Apalagi, ketika memasuki desa Tapung dan mulai masuk ke daerah dalam, mulailah beralih dari pemandangan pohon sawit di kiri kanan jalan, berganti dengan tanaman akasia dan eucaliptus.




Sesampainya di desa Batu Gajah, kami langsung disambut dengan keramahan masyarakat di sana. Sajian makan siang telah tersedia, nasi kotak dan juga suguhan dari masyarakat sekitar yang berupa ketela goreng dan jagung rebus, hasil dari perkebunan mereka. Jangan ditanya, bagaimana perut yang sebelumya keroncongan berubah menjadi dangdutan *eh :D





Agus Suryono

Setelah selesai makan, Mas Amril Tufik Gobel kembali membuka acara, dengan memperkenalkan peserta kegiatan ini, dan tujuan kami datang ke sana. Selanjutnya, ada sambutan dan pemaparan tentang aktifitas Desa Makmur Peduli api. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak Agus Suryono, S.Ag. Yang sehari-harinya berprofesi sebagai seorang guru, dan juga ketua kelompok petani. Beliau memaparkan bahwa desa telah mengikuti program ini sejak tahun 2014. Sudah banyak bantuan yang diterima, seperti bantuan sapi pada 2016 dan hingga 2019 ini, sapi yang dulunya berjumlah 6 ekor, telah berkembang biak menjadi 18 ekor. Begitu juga dengan petani holtikultura, jagung, dan cabe, yang mendapatkan bantuan bibit. Bahkan, mereka menjadi pemasok cabe terbesar untuk Tapung. Sedangkan para nelayan, diberikan bantuan untuk memudahkan aktivitas mereka dalam menangkap ikan, sekaligus kesempatan untuk memenuhi konsumsi perusahaan saat ada jamuan, seperti menyediakan ikan kopiek atau baung. Sehingga menjadi pemasukan tambahan bagi masyarakat.

Demo Membuat Kerajinan, Demo Masak, dan Kunjungan ke Kandang Sapi

Kegiatan kami selanjutnya adalah melihat demo membuat kerajinan yang dibuat oleh Masyarakat khususnya perempuan di desa Batu Gajah. Kerajinan mereka itu berupa tudung saji, yang dibuat dari batang bambu dan pelepah pinang. Yang unik, tinta yang digunakan untuk membuat motif pada tudung tersebut, terbuat dari jelaga bekas lampu teplok yang dicampur dengan getah kulit jeruk nipis. Hasil kerajinan ini lalu dipasarkan, dengan harga jual 40 ribu rupiah.




Selanjutnya, kita beralih ke meja yang lain. Di sana, ada beberapa Ibu dari Desa Suka Mulya SP 2, yang akan melakukan demo masak, yaitu memasak keripik tempe dan keripik pisang. Tempe yang mereka gunakan untuk membuat keripik tempe, berasal dari kedele yang dihasilkan oleh masyarakat di sana, dan diolah langsung hingga menjadi tempe. Sedangkan keripik pisang, pisangnya berasal dari pisang yang mereka tanam sendiri. Saya takjub dengan ukuran pisangnya yang besar. Ternyata rahasianya adalah pemberian pupuk yang berasal dari kotoran sapi yang juga dipelihara oleh Masyarakat tadi. Hasil olahan kebun berupa keripik ini selain di pasarkan di daerah sekitar, juga dipasarkan secara online dan penjualannya juga sudah sampai ke Pekanbaru. Harganya juga terjangkau, aneka keripik seperti keripik tempe, keripik pisang, keripik ubi,  dan aneka keripik lainnya dijual seharga 10 ribu rupiah perbungkus




Terakhir, kami mengunjungi kandang sapi. Lokasinya juga tidak terlalu jauh dari tempat kami berkumpul tadi. Sesampainya di sana, saya hanya melihat dari kejauhan, bukan karena semerbak bau kotoran sapi yang menguar, tapi  karena sempat terjadi insiden Ibu yang biasa memberi makan sapi di sana, diseruduk. Mungkin sapinya panik, karena tidak terbiasa didatangi oleh orang banyak, dilihatin, difoto-foto pula, mungkin si sapi khawatir bakal viral :D



Walaupun sebenarnya banyak tempat yang ingin dikunjungi untuk melihat kegiatan masyarakat di sana, namun terkendala dengan waktu yang terbatas. Sebab kami harus kembali lagi ke hotel. Ada acara penutupan, sekaligus pengumuman pemenang lomba live tweet dan instagram.

Mengapa Para Blogger?

Acara Forest Talk With Blogger ini, telah diadakan juga di Jakarta, Palembang, dan Pontianak. Kenapa para blogger? karena bisa dikatakan kita termasuk yang paling banyak dan sering menggunakan sosial media. Maka, diharapkan, kita sebagai corong informasi kepada masyarakat untuk terus aktif bersuara tentang isu lingkungan. Memberikan edukasi agar setiap orang ikut bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan. Menjaga bumi yang sama-sama kita tinggali ini.



Credit: Grup Blogger Pekanbaru

Berbincang Tentang Kelestarian Hutan dan Anak Cucu yang Akan Datang

Ya, anak cucu yang akan datang. Wajah kedua putri saya, wajah anak-anak Indonesia, menari di pelupuk mata saya. Bagaimana kondisi bumi nanti jika kita tak bergerak mulai dari saat ini?. Apakah hutan, zambrud Khatulistiwa akan menjadi sebuah cerita saja, karena tak lagi bisa ditatap oleh mata. Apakah laut masih biru atau malah menghitam dipenuhi limbah industri dan sampah plastik.



Sahabat Ummi...

Mari kita bergerak, menjalankan peran kita sebagai seorang ibu. The power of emak-emak. Banyak hal yang bisa kita lakukan, dimulai dari rumah, dari keluarga kita sendiri. Apa saja yang bisa kita lakukan?

  • Meminimalisir penggunaan plastik
Hal tersebut bisa kita lakukan dengan menggunakan tas kain saat berbelanja. Membiasakan diri untuk membawa wadah sendiri dari rumah saat hendak membeli makanan, dan juga tempat air minum sendiri, seperti tumbler. O yah, jangan lupa, gunakanlah pipet yang berbahan stainles atau yang terbuat dari bambu.

Buat kita yang perempuan, mulailah kembali untuk menggunakan pembalut yang terbuat dari kain (menspad) atau cup menstruasi. Begitu juga para ibu yang mempunyai bayi, kurangi penggunaan popok sekali pakai.
  • Membeli pakaian ketika butuh
Ya, belilah pakaian baru ketika kita memang sudah membutuhkannya, bukan karena keinginan untuk mengikuti tren fashion. Toh, untuk bisa tetap tampil oke, kita bisa melakukan mix and match pakaian. Lalu, pakaian lama yang sudah tidak muat lagi digunakan, bisa kita sumbangkan kepada orang lain, dengan catatan memang layak pakai.
  • Mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, mengurangi konsumsi daging
Dengan memperbanyak konsumsi buah-buahan dan sayuran, itu berarti kita ikut berpartisipasi untuk mengurangi penggunaan energi yang begitu besar di industri peternakan. Selain itu, tentunya juga lebih sehat
  • Menanam tumbuhan di rumah
Kita bisa melakukan penghijauan di rumah, baik menanam tanaman hias, tanaman berbuah, maupun tanaman obat. Tak punya halaman yang cukup luas? kita bisa menggunakan pot atau menanam secara hidroponik. Tak hanya berperan sebagai suplai udara bersih, tanaman tersebut juga dapat membantu memenuhi kebutuhan harian.
  • Hemat penggunaan listrik dan air
Perhatikan bagaimana peggunakan listrik dan air di rumah kita. Pastikan lampu atau alat-alat elektronik yang tidak digunakan, kita matikan. Begitu juga kondisi keran di kamar mandi, jangan sampai ada yang menetes dan meluber terbuang percuma.
  • Membuat lubang biopori dan sumur resapan air
Tak dipungkiri bahwa saat ini, orang-orang yang tingal di perumahan, cendrung membuat semen bahkan tidak menyisakan halaman yang berumput. Maka, kita bisa membuat lubang biopori atau sumur resapan, tidak hanya bermanfaat untuk mengurangi masalah banjir, tapi juga masalah kelangkaan air. Terutama di daerah padat penduduk.

Bagaimana, Sahabat Ummi siap? ^___^

Credit: Grup Blogger Pekanbaru